part 19

31.3K 1.7K 1
                                    

Sekedar info aja kalau di KaryaKarsa udah sampai part 30.

Pagi ini adalah pagi yang buruk, entah apa alasannya tiba-tiba saja tubuh Nara demam dan bayi itu terus saja menangis. Dira dengan sabar merawat bayi itu, menuruti setiap apa yang diinginkan. Nara tidak ingin jauh dari Dira, maka Dira turuti bahkan Dira sampai tidak menyiapkan sarapan untuk suaminya itu. Beruntungnya Agam tidak protes karena hal itu, suami Dira itu mengerti dengan kondisi yang terjadi.

"Kamu makan dulu. Kalau kamu tidak makan nanti malah ikut sakit juga." Agam mendekati Dira dengan sepiring nasi uduk yang dibelinya di depan komplek.

"Nanti aja Mas, sebentar lagi kayaknya Nara tidur." Dira mengusap pelan kepala Nara yang berada di gendongannya. Sekarang bayi itu sudah lebih tenang dari pada tadi, sudah tidak menangis lagi.

"Saya suapin, sini duduk." Agam menepuk sofa disebelahnya. Dira yang mendengar ucapan seperti itu rasanya masih tidak percaya. Jika dipikir-pikir sepertinya Agam jarang sekali bersikap seperti ini.

"Duduk." Agam menarik tangan Dira pelan agar duduk di sampingnya.

"Aku bisa makan sendiri kok Mas." Meskipun sebenarnya Dira ingin disuapi, tapi rasanya akan bagaimana gitu jika langsung menerima begitu saja. Tolong jangan bilang Dira gengsi ya, karena kenyataannya hubungannya dengan Agam belum sedekat itu meskipun mereka sudah suami istri.

Dengan pelan Dira mendudukkan dirinya di samping Agam, agar Nara tidak terusik dengan pergerakannya. Dari tadi bayi itu tidak ingin diajak duduk, inginnya digendong sambil berdiri. Tapi sepertinya kali ini Nara mengerti dengan keadaan Mamanya yang butuh mengisi tenaga agar tidak tumbang juga seperti dirinya. Bukan perkara mudah mengurus anak yang sedang sakit seperti ini, dan Dira baru merasakan sekarang. Jujur sih Dira agak kagok, tiba-tiba saja menghadapi Nara yang tantrum tidak seperti biasanya.

"Buka mulutnya." Titah Agam menyodorkan satu suap nasi pada Dira. Dira melakukan seperti yang Agam katakan, lalu dia mengunyah makanan itu dengan pelan.

Agam memperhatikan istrinya yang sedang mengunyah makanan darinya. Karena merasa ditatap, Dira mengalihkan pandangannya pada Agam dan dia berusaha keras agar tidak salah tingkah. Bisa-bisa nanti Agam malah berprasangka bahwa Dira genit lagi.

Suapan demi suapan Agam berikan pada istrinya, hingga makanan di piring sudah habis tidak tersisa. Dira menghela nafas pelan, akhirnya selesai juga jadi tidak perlu ditatap lama-lama oleh suaminya itu.

Agam menyerahkan air mineral dan langsung diteguk oleh Dira.

"Gimana Nara?" Tanya Agam sambil mengalihkan tatapannya pada sang anak di gendongan Dira. Anak itu menyembunyikan wajah imutnya di dada Dira. Sejak pagi Nara sama sekali tidak ingin di gendong oleh orang lain selain Dira. Bahkan dengan Agam sekalipun masih tetap tidak mau, Nara langsung menjerit minta dikembalikan pada Dira. Entah apa yang Dira beri pada Nara hingga anak itu begitu lengket padanya. Bahkan dengan Agam yang merupakan ayah kandungnya saja tidak pernah Nara bersikap begitu.

"Udah mendingan kok. Panasnya udah mulai turun." Jawab Dira sembari mengecek suhu tubuh Nara menggunakan tangannya.

"Nanti kalau panasnya naik lagi bilang pada saya, kita bawa ke rumah sakit." Dira mengangguk.

"Terimakasih." Ucap Agam lagi. Dira menatap Agam bingung, terimakasih untuk apa yang laki-laki itu ucapakan padanya?

"Karena kamu telah merawat Nara dengan baik." Agam mengucapkan maksud dari rasa terimakasih yang diungkapkannya.

"Ini udah jadi tugas aku Mas. Sekarang Nara anak aku juga jadi aku punya kewajiban untuk menjaganya."

Nara yang tadinya diam di gendongan Dira rupanya mulai terusik dengan percakapan yang mungkin mengganggu ketenangannya.

"Adek kenapa? Ada yang sakit?" Dira bertanya dengan khawatir. Dia berdiri dan mempuk-puk tubuh Nara agar tenang kembali seperti semula.

"Mau gendong papa? Kasihan Mama belum mandi." Agam hendak mengambil Nara tapi langsung ditolak. Nara menggeleng kepala dan malah mengeluarkan tangis karenanya.

"Iya Nara sama Mama kok. Mama mandinya nanti aja ya kalau Nara udah bobok."

Mendengar ucapan Dira malah membuat Nara teringat sesuatu dan melontarkan kata yang tidak lengkap.

"Ebek." Ucap bayi itu mengingat bebek kesayangan yang selalu menemani acara mendinya.

"Nanti ya kalau adek sudah sembuh baru boleh main sama bebek." Ucap Dira penuh pengertian.

"Ebek." Ucap Nara lagi.

"Sembuh dulu ya dek, baru main sama bebek." Dira mengatakan sembari mengelus pelan kepala Nara. Dira menyandarkan kepala Nara pada tubuhnya agar bayi itu mengantuk dan terlelap.

Akhirnya setelah beberapa menit, bayi dalam gendongan Dira itu terlelap. Dira merasa lega karenanya, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan yang terpending gara-gara insiden pagi ini. Tapi untunglah Nara sudah tertidur.

"Taruh saja, nanti saya yang temani Nara."

Agam dan Dira berjalan menuju kamar, sesampainya disana Dira mengatur bantal agar Nara bisa terlelap dengan nyaman. Kali ini Dira memilih untuk menaruh Nara di atas ranjang saja.

"Susu nya aku taruh disini ya Mas, nanti kalau Nara haus kasih aja."

"Kamu kalau capek istirahat saja, biar nanti pekerjaan rumah minta tolong Mbok." Ucap Agam kasihan melihat istrinya yang kelihatan lelah setelah menggendong Nara beberapa jam lamanya.

"Nggak kok Mas, aku gak capek." Saat Dira akan melangkahkan kakinya hendak keluar, Agam segera mencegahnya.

"Mandi dulu." Ucap Agam, tanpa membantah lagi Dira langsung memasuki kamar mandi. Mumpung Nara lagi tidur kan, jika nanti Nara bangun sudah di pastikan bahwa akan sulit bayi itu terlepas darinya.

* * *

Malam harinya barulah Dira bisa bernafas lega, ternyata Nara mulai membaik hingga tidak perlu membawa bayi itu ke rumah sakit. Bahkan bayi itu kini telah kembali aktif bermain dengan sang ayah.

Dira membaringkan tubuhnya yang penat seharian ini belum menyentuh empuknya kasur sama sekali. Sembari berbaring dia memperhatikan Nara yang sedang bermain bersama ayahnya.

Dira sangat bersyukur sekali karena akhirnya dia bisa merasakan empuknya kasur yang ditidurinya, terasa nikmat setelah seharian berkecimpung dengan pekerjaan dan mengurus anak yang sakit. Tapi tidak apa Dira menikmati prosesnya, dia menjadikan ini sebagai pelajaran jika sewaktu-waktu hal ini terjadi pada Nara lagi atau mungkin pada adik-adiknya nanti.

Eh ngomong-ngomong tentang adik, Dira menjadi agak was-was. Pasalnya dia dan Agam masih belum membicarakan tentang hal itu lebih lanjut. Tapi jika tuhan sudah berkehendak mau bagaimana lagi kan, Dira hanya bisa menerima dan pasti Agam juga demikian. Segera mereka harus membicarakan tentang hal yang satu ini.

Tidak sadar Dira kini mulai memejamkan matanya perlahan-lahan. Rasa lelah membuat Dira lebih cepat menuju alam mimpi. Semoga saja nanti Nara tidak menjerit mencarinya.

"Mama tidur ternyata, Nara main sama papa dulu ya. Kasihan Mama pasti capek." Agam memberikan isyarat agar Nara tidak berisik. Mendengar kata Mama langsung saja Nara melihat kearah Dira dan merangkak menghampirinya. Saat berada di samping ranjang, Agam mengangkat anak itu agar sejajar dengan wajah Dira.

"Cium Mama." Ucap Agam, dia mengecup pipi Nara singkat sebagai contoh dan Nara pun mengikuti seperti yang dilakukan Papanya.

TBC

Married with Doctor Where stories live. Discover now