13. Nyonya Pasha Yudhanta

1K 80 9
                                    

"Hey, pantes ya lo nggak mau banget ngedate sama Celline. Kalau udah punya ngomong, Bambang!" tegur Giselle pada Pasha usai berjabat tangan dan memberikan selamat pada kami.

Aku tersenyum sembari terus mengalungkan tanganku di lengan Pasha. Ya, yang bisa aku lakukan hanya tersenyum, terima kasih, dan meminta doa. Mengobrol banyak pun akan merusak suasana hatiku.

"Bambang bokap gua!" balas Pasha memelankan suaranya.

"Haha, lupa gue. Oh, btw Pasha ini orangnya susah bicara, kan? Iya,  kan? Jadi harus sabar elonya. Soalnya kan elo mulu ntar yang ngomong duluan, yang nyari topik pembicaraan dan lain sebagainya," ujar aktris ternama yang berulang kali satu proyek dengan Pasha.

"Hehe, iya. Stok sabar saya alhamdulillah banyak sejak dulu," balasku sopan karena memang tak pernah bertegur sapa dengannya sebelum ini. Bertemu di acara yang   sama pun tak pernah saling lirik, sering menganggapnya tak ada. Oh, atau dia yang menganggapku tak ada.  Dulu pernah hampir menawarkan peran dalam filmku tapi urung terjadi karena ada yang lebih pas secara karakter.

"Bagus, bagus. Eh, boleh selfi nggak nih?" tanyanya mengeluarkan ponsel dari tas bling-bling bermerk-nya.

"Em, boleh," balasku hendak melepas tanganku karena Giselle berada di tengah-tengah kami, namun Pasha dengan cepat menggenggam tangaku sehingga saat pengambilan gambar kami tetap saling menggenggam, maksudku, Pasha yang menggenggamku, aku ya hanya ada di dalam genggamannya.

"Thank you, thank you, langgeng ya!" pesannya meninggalkan pelaminan.

Tersisa beberapa tamu undangan lagi yang akan menyapa dan acara pada hari ini akan selesai. Dari tempatku aku melihat Danendra di antrean terakhir. Menyilangkan kedua tangannya di dada dan bersenda gurau dengan Hyuga, aktor yang pernah menjadi pemeran kedua dalam filmku bersama Danendra. Kami juga cukup dekat untuk sekadar ngopi bersama.

Hingga tiba saat kami saling berhadapan, Hyuga tersenyum riang. "Writer-nim!" pekiknya yang memang terkadang sedikit ke-Korea. "Akhirnya laku juga lo! Astaga, gue udah takut lo nggak laku. Ternyata diam-diam merebut hati Our Nation's Boyfriend."

"Mulutmu!" tegurku dibalas tawa renyah dari Hyuga. Ya, dia memang cukup ramai dan receh.

"Lo, kalau sampai bikin dia nangis dan susah, gue yang bunuh lo pertama," ancam Danendra pada Pasha.

"Nggak akan, Bang. Santai dikit lah. Abang kan tahu," balas Pasha merangkul Danendra yang notabene lebih pendek darinya. 

"Gue pegang kata-kata lo!" Memicingkan mata tanda mengancam.

"Siap, Bang!"

Begitu aku selesai dengan Hyuga, Danendra beralih di depanku. Matanya menatapku dalam tapi Pasha tiba-tiba menutup mata Danendra dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya menggenggam tanganku erat. "Jangan lah lihat-lihat istri orang sedalam itu, Bang. Cemburu lah aku!" celoteh Pasha membuatku bergidik.

"Buset dah. Kagak gue ambil tenang aja. Kecuali kalau dia yang mau sama gue, jandanya pun gue tunggu," balas Danendra tak kalah gila.

"Nggak, nggak gue lepas." Justru memelukku erat tiba-tiba.

Ya, benar kita perlu akting yang bagus sehingga nampak sungguhan, tapi di depan Danendra harus semanis ini? Bukankah Pasha sudah menjelaskan apa yang terjadi antara aku dan dia ke Danendra? Seharusnya tidak perlu berlenbihan begini, kan?

Kulepaskan pelukannya pelan-pelan sembari tersenyum pada Danendra yang sedang berkata, "Kalau ada apa-apa bilang ya, Ya? Aku pasti bantu."

Mengangguk. "Makasih, Dan."

Dan, berakhirlah acara pada hari ini. Tunai sudah kewajiban orang tuaku terhadapku, yaitu menikahkanku sebagaikan ajaran islam bagi orang tua terhadap anaknya. Kini katakanlah aku bukan lagi seorang anak sulung dari keluargaku, bukan lagi Nattaya Shirin Dheandita akan tetapi Nyonya Pasha Yudhanta Varesqi dalam catatan negara. Hatiku masih milikku sendiri, tak secuilpun perasaan yang kubagi untuk Pasha.

A Perfect RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang