17. Tipu Daya

752 68 5
                                    

Hari sudah berganti dan aku masih mengurung diri di kamarku. Aku belum makan sama sekali sejak acara premier. Bukan perkara makan nasi, sama sekali belum ada air yang bahkan sampai ke tenggorokanku. Aku ingin keluar tapi aku tak mau bertemu dengan Pasha. Pertiakaian semalam pasti membuat  kami enggan bertemu satu sama lain sebab tak tahu juga harus berbuat apa saat kami berhadapan. 

Guna menghilangkan pikiran tentang bagaimana aku harus bertemu dengan Pasha. Aku memutuskan untuk merapikan ruang ganti mewahku, mengganti beberapa pakaian dengan pakaianku. Akan kusimpan pemberian Pasha dalam satu almari saja. Andaikan itu muat. Toh, aku masih cukup waras untuk membuangnya. Mungkin suatu saat Pasha bisa menjualnya kembali. 

Memulai dari bagian depan, mengganti almari paling depan yang berisi kemeja-kemeja dari Diar Beauty menjadi piyama-piyama merk lokal yang biasa kugunakan untuk tidur. Baris berikutnya aku mengganti dengan kemeja-kemeja dari berbagai merk ternama. Aku tak terlalu peduli dengan mengaturnya sesuai merk. Sebab bajuku yang memiliki merk ternama tak banyak. Ya, aku terhitung kaya untuk seorang penulis tapi aku tidak pernah sekaya aktor ataupun aktris di luaran sana. Ironi memang, buah pikiran tak banyak memiliki nilai. Akan tetapi, aku tetap bersyukur dengan apa yang aku punya. 

Terus menggeser beberapa pakaian merk mahal ke belakang, mengganti almari terdepan dekat dengan pintu masuk dengan baju-bajuku hingga aku menemukan rok 3/4 merk diar berwarna putih tulang dengan model plisket juga renda cantik di bagian bawah juga rok selutut dengan merk Fandi yang sedikit sempi di bagian bawah. Ada note di dua rok tersebut dengan tulisan, "Premier 6 Oktober" untuk Diar dan "Premier 7 Oktober" untuk Fandi. Bukan tulisan Andina, aku yakin betul itu. Mungkinkah Pasha? Apakah dia memilihkan dua rok ini untukku datang ke premier? Tapi hanya ada tulisan premier dan tanggal, tidak ada perintah untuk memakainya. Apa Andina berganti tulisan tangan? Tidak mungkin orang berganti tulisan tangan begitu cepat, perlu pembiasaan. 

Aku mengambil foto dan mengirimkannya pada Andina. Dia mengatakan itu bukan pekerjaannya dan mengatakan, "Mungkin Kak Pasha, soalnya dia bantu ngerapiin baju-baju buat kakak. Kak Pasha juga juga yang langsung ngecek kesiapan kamar kalian juga ruang kerja kakak. Lucu sih karena kamar pengantin baru serba rose gold dan putih, bukan image Kak Pasha banget tapi ngikutin banget maunya kakak. Kalau Bang Ryan nggak mungkin, soalnya Bang Ryan aja ngerapiin dapur sama belanja isi kulkas, sama kamar tamu kayanya di sebelah dapur."

Mendengar penjelasan Andina sebenarnya aku juga sedikit tertawa. Aku lah tamu di rumah ini tapi dia mengatakan kamar di dekat dapur adalah kamar tamu. Itu kamar Pasha. Terkadang aku merasa bersalah sebab tak pernah jujur padanya perihal kondisiku. Akan tetapi, aku pun tak siap melihatnya kecewa dengan keputusanku. Idola yang selama ini dia gandrungi tidak sebaik dan sepintar itu. 

Ah, lupakan tentang Andina. Lalu bagaimana dengan Pasha yang terjun langsung merapikan ruang ganti, kamar, hingga ruang kerja untukku? Mengapa dia harus bekerja keras untuk aku yang hanya di atas kertas sebagai istrinya? Apa yang dia lakukan benar-benar membebaniku. 

Melupakan perihal Pasha maupun Andina, aku tak mau memusingkan pernikahan yang tidak ada harapan ini. Aku hanya harus menjalani kehidupan yang harus aku jalani. Tidak perlu pusing untuk apa-apa yang tidak ada harapan kebahagiaan. 

Setelah merapikan sebagian ruang ganti. Jam sudah menunjukkan pukul 12.15 WIB. Aku harus  segera bersiap untuk datang ke daerah Kuningan City, premier ke dua akan dilaksanakan di salah satu bioskop di sana. Masih nanti sore tapi aku harus  bersiap dari sekarang sebab jalanan tidak mungkin lengang. 

Aku meminta Andina untuk menunggu di tempat  parkir sementara aku masih harus salat dan merapikan rambutku. Untuk make up, aku bisa melakukannya di mobil seperti biasa. 

Tiba di tempat parkir, Andina memasang wajah cemberutnya. "Nunggu di sini nggak enak," keluh Andina. "Kenapa sih nggak boleh banget nunggu di dalam?"

"Ya, ngapain? Nanti kamu jadi bolak-balik, naik turun," balasku masuk ke dalam mobil dan sibuk menata alat make up-ku. 

A Perfect Romanceحيث تعيش القصص. اكتشف الآن