40. Isi Hati Mas Pasha

882 74 5
                                    

Setelah pembicaraan kemarin, memang ada perasaan yang berbeda tapi sikap Mas Pasha padaku tidak berbeda. Dia tetap manis baik siang, malam, maupun pagi hari. Hanya saja di malam hari, Mas Pasha banyak melakukan salat istikharah juga salat malam tanpa membangunkanku. Tiba-tiba saja aku tersadar saat Mas Pasha membangunkanku. Dia serius tentang memikirkan keputusannya.

"Sayang," panggil Mas Pasha setelah hampir setengah jam ada di ruang ganti.

"Iya," susulku melihat Mas Pasha dengan banyak baju di tangannya. "Ngapain?"

"Pilihin bagus yang mana."

Memandangnya tak percaya sebab Mas Pasha tidak pernah butuh aku untuk gaya fesyennya. Dia lebih mahir memilih baju daripada aku. "Acara awards, kan? Nggak ada sponsor?"

"Ada, tapi dipakai nanti pas red carpet. Ini untuk pas datangnya aja sih," jelas Mas Pasha.

Mengangguk-angguk paham. "Aku nggak gitu ngerti fesyen deh, Mas. Mas Pasha yang lebih ngerti, kan?"

"Ya, kamu sukanya aku pakai apa?"

Tersenyum lebar. "Yakin tanya aku sukanya Mas pakai apa?"

"Yakin lah!"

Masih tersenyum. Ini bukan tentang fesyen, aku hanya suka Mas Pasha mengenakan pakaian yang kupilih ini nanti. Dia pernah memakainya saat kami makan malam bersama, dan pada momen itu adalah momen Mas Pasha paling tampan yang pernah kulihat.

"Kemeja item, celana abu yang di atas mata kaki, jam tangan merk Rilex yang silver, sepatunya apa aja tapi better kalau pakai pantofel Gucca yang item, dua kancing atas jangan dikancingin, lengan digulung," cerocosku membuat Mas Pasha menatapku datar. "Hair up aja, jangan hair down nanti kaya bocah. Terus, em, aksesorisnya kalung itu aja, yang liontinnya cuma kaya batang kecil."

"Detail ya?" tanyanya menahan tawa sembari mengambil beberapa barang yang kusebutkan.

"Hehe."

Menatapku lagi setelah sudah menpadatkan semua barangnya. "Aku bingung banget dari tadi, ternyata seleramu cuma begini?"

"Cuma begini? Meremehkan sekali!" kesalku. "Lagian kalau nggak puas kenapa tadi bilang yakin kalau aku yang milihin!" Hendak pergi meninggalkan Mas Pasha tapi tanganku ditarik.

"Bukan gitu, aku sering khawatir kalau selera berpakaianmu itu ribet. Ternyata malah lebih suka aura mahal begini."

"Dih!"

"Beneran. Tapi kenapa kamu milih gaya ini buat aku?"

Ding dong! Bel rumah berbunyi.

"Gaya ini adalah level tertinggi kegantengan Mas Pasha. Dah gitu aja!" Meninggalkan Mas Pasha karena aku harus membuka pintu, mungkin itu layanan laundry yang Mas Pasha pesan kemarin.

Dugaanku salah. Yang datang kali ini adalah Mama dengan senyum lebarnya begitu melihatku membuka pintu. Lalu langsung memelukku tanpa sempat aku mencium punggung telapak tangannya.

"Aduh, kangen banget sama mantu Mama," seru Mama mengusap punggungku lalu mencium pipiku. Hal yang tidak pernah kudapatkan sebelumnya, aku agak terkejut.

"Udah dateng, Ma?" Mas Pasha muncul sembari mengancingkan kancing bajunya.

"Iya, baru aja."

"Duduk dulu, Ma. Yaya bikinin minum dulu. Em, Mama mau minum apa?" tanyaku sedikit kikuk.

Mama menggeleng. "Mama nanti ambil sendiri aja. Kamu ganti baju gih!" titah Mama.

"Yaya?" Menunjuk diriku sendiri.

A Perfect RomanceWhere stories live. Discover now