1. Rutinitas

56.7K 1.3K 14
                                    

Suasana kampus seperti biasa ramai, manik Nara bekerja dengan keras mencari satu sosok yang ia kagumi. Senyum yang tidak lepas Nara tampilkan saat meilhat satu sosok pria dengan beanie hitam juga kacamata yang tersematkan indah di wajahnya.

Sudah menjadi rutinas bagi seorang Nara untuk bertemu diam-diam dengan Arjuna, crush yang sudah dua tahun menetap di hatinya.

"Nggak pernah berubah, selalu tampan." Kalimat ini selalu Nara ucapkan setiap sosok Arjuna tertangkap netranya. Katakanlah bodoh karena ia mampu menyukai seseorang tanpa adanya interaksi.

"Naraya Adisthi! Di sebelah sini!"
"Ra, Nara. Di sini!"

Nara melangkah dengan tempo yang lebih cepat dari biasanya, berharap sang sepupu menghentikan aksi yang sedang dilakukannya. "Kak! Malu tau," protes Nara kepada Faya.

Wanita cantik dengan rambut panjang yang tergerai, mata berbentuk almond dengan pupil yang berwarna coklat, pakaian yang sederhana tidak melunturkan kecantikan dari seorang Faya. Terbukti Faya hanya mengenakan t-shirt putih polos yang pass pada tubuhnya juga celana jeans, ditambah almamater kampus yang saat ini ia jinjng.

"Peduli amat," ucap Faya cuek.

"Apa? Apa manggil-manggil?'

"Lusa ada acara nggak?" Faya menatap Nara dengan intens berharap kata 'tidak' keluar langsung dari bibir wanita di depannya.

"Enggak."

"Yess!" Faya mengepalkan tangannya sebagai tanda bahagia akan jawaban yang di keluarkan Nara.

"Kenapa, Kak?"

"Ada job, gue lagi butuh MUA, kebetulan ketuanya udah ACC pas gue nyebut nama lo."

"Buat event apa?"

"Event lelang di fakultas gue, fakultas hukum."

Nara membulatkan mata saat mendengar Faya menyebutkan Fakultas hukum di dialognya, mengingat fakultas hukum adalah tempat di mana Arjuna berada, Nara tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.

Mereka saling menatap, usia Faya dan Nara hanya selisih satu tahun dimana Faya lebih tua dari Nara. Satu lagi kenyataan bahwa mereka tinggal di tempat kos yang sama, dengan kamar yang bersebelahan.

"Pulang bareng nggak?" ajak Faya.

"Gue mau beli eyeliner dulu, duluan aja."

"Oke." Faya meninggalkan wanita berambut pendek sendiri di gerbang kampus.

Nara mengeluarkan ponselnya untuk memesan ojek online, disaat yang bersamaan ia menerima pesan yang masuk dari Jasmine yang bertanya Nara berada di mana, dan satu kalimat yang membuat amarahnya tersulut.

Siang ini memang terik, matahari menampakkan dirinya dengan gagah, namun panas yang dirasa Nara bukan karena sang surya melainkan karena prilaku manusia yang sampai hati merendahkan manusia lainnya. Jasmine tidak jarang menerima perlakuan yang tidak menyenangkan, mulai dari cibiran akan penampilan sampai hal yang paling ekstrim seperti ini.

"Keinjak atau diinjak?" ucap Nara pada ponsel yang sudah tersambung ke Jasmine.

"Keinjak," jawab suara di sebrang sana.

"coba yang jujur, Min."

"Maaf ya, Ra."

"Siapa orangnya, biar sekalian gue kasih pelajaran."

"Aku nggak apa-apa kok."

"Ya udah lo di mana sekarang? ayo beli baru, sekalian gue mau beli eyeliner juga." Setelah mendapatkan jawaban dari Jasmine, Nara mencari keberadaan sahabatnya.

...

Setelah mendengar jawaban terakhir dari Jasmine, Nara bergegas kembali ke dalam kampus, berjalan menuju perpustakaan yang berada cukup jauh dari gerbang. Saat diperjalanan satu notifikasi masuk ke ponselnya, entah siapa Nara tidak mengenal nomer tersebut. Pesannya bertuliskan sebuah nama yang telah merusak kacamata milik Jasmine, pesan itu juga menyebutkan ciri-ciri pria tersebut.

"Pria yang sering bareng Kak Dean? Galak, rambut gondrong, tatapan mata tajam?"

"Oke. Cari Kak Dean dulu."


Tekad Nara bulat, ia akan cari dan membalas perbuatan pria tersebut. Amarahnya memuncak saat Nara menemui targetnya. Anantio Danuarja, pria yang disebutkan dalam pesan itu, pria yang saat ini sedang asik mengobrol dengan tangan yang memegang satu botol minuman dingin.

Langkah Nara dipercepat, ia buka tasnya dan mengambil sebuah novel yang cukup tebal. Novel ini akan ia gunakan sebagai alat bantu melawan pria itu. Satu pukulan Nara layangkan tepat ke kepala Tio.

"Anjing!" Pria itu kaget dengan serangan tiba-tiba yang diterimanya.

Tidak berhenti sampai disitu, banyak pukul Nara layangkan kepada Tio.

"Ntar dulu anjing! Minuman gue!" maki Tio kepada wanita ini.

"Udah-udah." Dean berusaha menahan Nara agar tidak melanjutkan aksinya, namun naas kepalanya ikut terpukul juga. "Gue udah dipitrah, anjing!" protes itu keluar tanpa permisi.

Setelah puas memukuli Tio dengan novel yang dimilikinya, Nara berucap dengan tatapan mata yang begitu mengintimidasi. "Gue liat lo berulah lagi, abis lo sama gue!" Nara pergi dengan hati yang puas, senyum yang lebar ia tampilkan begitu saja, manun semua berubah saat Nara memandang novelnya yang sudah jauh dari kata bagus. Diusap dengan perlahan buku yang baru ia beli itu. "Belum dibaca," rengeknya.

...

"Nara?" panggil Jasmine.

"Iya, Ayo!"

"Nanti dulu, tadi ada yang bilang kalau ada ribut-ribut. Bukan kamu kan, Ra?"

Matanya ia pejamkan dengan sengaja, tarikan napas ia atur dengan sedemikian rupa, Nara memutar otak untuk menyusun kalimat pembelaannya. "Ya maaf Min, sengaja abisan. Orang kayak gitu nggak bisa didiemin, harus dikasih pelajaran, lo memang sabar tapi gue kagak, emosi gue meluap-luap kalau liat orang banyak gaya."

"Siapa yang kamu pukul?"

"Si Tio!"

"Astaga Ra. Kak Tio malah yang nolongin aku."

Panik yang tergambar jelas di wajah seorang Nara, ia dengan jemari yang menggenggam erat tali tasnya, berusaha dengan sekuat tenaga mengatur perasaannya. Takut dan rasa bersalah itu timbul bersamaan.

"Minta maaaf ya, Ra?" ucap Jasmine, "atau aku aja yang minta maaf, kamu begini gara-gara aku kan?"

Bahunya ia naikan mengikuti tarikan napas. Angin yang menerpa wajahnya membantu Nara mengatur semua perasaan yang saat ini ia hadapi. "Iya, nanti pulang langsung minta maaf, sekarang beli kacamata dulu deh."

feel so fine [END]Where stories live. Discover now