36. Yang Nathan Ketahui

9.5K 462 11
                                    

Semula yang sibuk dengan obrolan mendadak mengalihkan pandangannya menuju suara yang terdengar lantang, Dean seketika melihat Leo dan bertanya dengan alisnya yang mengangkat, tentu saja pundak yang bergerak naik menjawab pertanyaan tanpa kalimat itu.

“Mau pindah?” tanya Faya.

Keduanya sadar kalau mata mereka masih menyisakan bengkak.

“Ketahuan banget kalau langsung pergi, Kak,” lirih Nara.

“Lo tahan, ya?” Faya menguatkan adik sepupunya.

Satu persatu mereka datang dan duduk mengelilingi meja tempat Nara dan yang lainnya duduk, tidak terkecuali Jasmine dan Arjuna yang setia bergandengan tangan.

“Jangan dilihat,” bisik Dean yang tengah berpindah tempat duduk ke sebelah kanan Nara.

Nara terkekeh akibat ulah dua orang di sampingnya.

“Kok ketawa?” tanya keduanya.

“Gue nggak secemen itu!” kata Nara dengan senyuman di bibirnya.

“Hai,” sapa Nathan yang baru saja mendudukan dirinya. Kini menatap netra Nara di mana terdapat jejak air mata di pelupuknya, manik Nathan berkeliling memandang Faya yang tersenyum hangat kepada Nara juga gelagat aneh Dean dan Leo.

Oh, mereka sudah tahu, ucapnya dalam hati.

Pria yang kini asik memainkan gelasnya sedikit tersenyum mengingat kembali ulah yang sudah dirinya lakukan.

Dua tahun lalu Nathan tidak sengaja melihat Nara tengah memperhatikan Arjuna di perpustakaan, dirinya berpikir mungkin wanita ini sekilas tertarik akan paras tampan Arjuna, namun seiring waktu yang berjalan, Nathan selalu menangkap kehadiran Nara di setiap event kampus, lebih tepatnya Nathan memergoki Nara yang selalu setia dengan satu fokus yaitu seorang Arjuna Bagaskara.

Sesuatu yang paling Nathan ingat saat kampusnya melaksanakan pertandingan basket antar fakultas, wanita yang berbekal gulali ditangan kiri, juga ponsel yang setia merekam pertandingan dan saat itu pula Nathan mengambil kesimpulan wanita berambut pendek itu menyukai Arjuna.

Satu tahun berlalu. Nathan hanya menjadi penonton seorang secret admirer yang tanpa adanya pergerkan, hingga ada hari di mana Nara tidak datang sendiri melainkan dengan seorang wanita dengan rambut yang dikuncir kuda juga poni di keningnya, tidak lupa kaca mata yang setia melekat, keduanya terlihat bahagia di setiap event kampus.

Pertandingan basket selalu digelar setiap tahunnya. Nara hadir bersama Jasmine untuk melihat pertandingan, namun kali ini yang dilihat Nathan adalah Arjuna yang memandang wanita yang memegang gulali di tangannya.

Memasuki tahun kedua menjadi penonton rahasia, Nathan mulai geram karena Nara tidak ada pergerakan sama sekali. Pria itu mengumpulkan sedikit informasi tentang Nara, wanita yang menyukai make up, Nara juga sepupu Faya dan cukup dekat dengan Dean.

Melihat kejadian kaca mata Jasmine yang diinjak dengan sengaja membuat Nathan mengambil langkahnya untuk mengirimkan pesan singkat kepada Nara. Nathan juga yang memancing Faya menggunakan jasa Nara untuk event lelang di fakultas hukum.

Berhasil.
Pria ini berhasil mendekatkan Nara dengan Arjuna. Chat pertama Arjuna kepada Nara juga berkat Nathan yang meminta tolong menanyakan tugas kepada Tio, saat itu Nathan berusaha menghubungi Tio namun tidak ada jawaban dari pria itu dan memutuskan menggunakan alibi meminta Arjuna untuk menanyakan Tio melalui Nara, karena saat itu mereka berempat terlihat bersama untuk pergi ke suatu mall.

Panggilan video pertama mereka juga ulah dari Nathan yang langsung meminta Arjuna segera menghubungi Tio melalui Nara, tapi dirinya tidak mempertimbangkan jika Tio dan Jasmine akan terlibat dalam hubungan ini.

Sampai puncak kegagalannya adalah ketika Nathan meminta Arjuna untuk datang saat Nara memiliki masalah dengan adiknya, Nathan tidak tahu jika Arjuna juga mengajak Jasmine hadir di antara mereka, Nathan juga tidak sadar jika Arjuna dengan cepatnya mendekati Jasmine.

Banyangan dirinya berbincang dengan Nara saat di Bandung terputar kembali.

“Nar, lo inget nggak?” tanya Nathan serius, lelaki itu membuka satu perbincangan.

“Inget apa?”

Tweet lo tentang dunia paralel?” tanya Nathan random.

“Gue nge-tweet apaan emangnya?” Nara berusaha mengingat-ngingat.

“Gue harap diri gue di dunia paralel lebih bahagia,” papar Nathan.

“Ohh, inget-inget, lo percaya juga?” tanya Nara antusias.

“Percaya, setiap pilihan yang kita lakuin itu bakal menciptakan banyak dunia paralel lainnya. Kalau kata lo, mereka berjalan beriringan, di belakang atau di depan kita?”

“Semua kemungkinan itu ada si, kalau mereka jalan di depan kita, gue pikir hidup kita di sana lebih miris dari sekarang, tapi jika berjalan di belakang kita, gue harap kita di sana lebih bahagia.”

“Kok gitu?”

“Setiap hidup yang terulang itu adalah hidup yang sudah diperbaharui menjadi lebih indah dan lebih baik, ini gue ngarang loh, Kak, hehehe”

“Lo hancur banget di dunia yang ini ya, Nar?” Nathan memandang Nara dengan intens.

“Sedikit,” ucap Nara sembari meminum susu jahe yang sudah dipesankan Reyhan.

Saat itu Nathan ingin sekali lagi membantu Nara, tapi dirinya sudah sampai pada batasnya, pria itu hanya bisa melihat dan membaca kisah cinta Nara dengan Arjuna yang perlahan mulai menutup paragrafnya.

“Gue mau ngoceh, lo mau dengerin, nggak?” tanya Nathan kepada Nara yang saat itu duduk di hadapannya.

“Sok, gue dengerin, Kak.”

“Gue punya cerita tentang seorang yang menyimpan cintanya dengan rapat. Dia menanam, menumbuhkan, memupuk bahkan menuainya seorang diri, tau nggak air apa yang dipakai untuk menyiramnya?”

Ucapan Nathan terjeda dan saat itu hanya dijawab gelengan oleh Nara. “Air mata.” Nathan menyelesaikan kalimatnya.

“Ini tentang siapa?”

“Orang yang gue kenal, panggil aja si A.”

“Lalu ending-nya?”

Sad ending.”

“Kenapa yang diam-diam harus berakhir sad ending, si?”

“Karena cinta itu butuh keberanian, bukan kepengecutan,” jelas Nathan.

“Tapi kalau semesta nggak berpihak sama dia, apa yang harus dia lakuin? Dia nggak bisa apa-apa."

“Bukan semesta yang nggak berpihak, dianya aja terlalu takut akan hal di depannya.” Nathan menutup kalimatnya dengan senyum tipis.

Ini dia nyindir gue, ya? Nara bermonolog dalam hati.

Memang cinta dan rasa sakit itu satu paket, tetapi cinta tanpa keberanian hanya menghasilkan air mata. Bandung dan malamnya, saat itu Nara dengan kisah yang diceritakan Nathan, ia tertapar sebegitunya.

Nathan mengerjap seketika bayangan itu terhenti saat seseorang menepuk pundaknya. “Lo mau minum apaan?” ulang Leo.

“Ehh … yang biasa aja,” ucap Nathan.

“Biasa lo banyak, ya setan!” maki Leo.

Nathan terkekeh, “Hot choco,” jawab Nathan.

Leo yang mendengar jawaban Nathan hanya bergumam dalam hati. Kan, beda lagi.

feel so fine [END]Where stories live. Discover now