24. Bandung

8.8K 449 2
                                    


Bandung, tempat di mana Nara dilahirkan, walau keluarga mereka sempat berpindah-pindah tetapi Bandung tetap menjadi sesuatu yang special bagi dirinya. Banyak kisah bahagia yang terukir di langit Bandung namun tidak sedikit juga sedih yang tergambar.

Bandung selalu menjadi tempat pulang paling mujarab bagi wanita berambut pendek ini, tempat berbagi senyum maupun pelukan hangat, namun hari ini Bandung sedikit berbeda.

“Gue turun sendirian ya, Kak.” ucap Nara kepada Dean.

Tio hanya menoleh melihat Nara yang terlihat lesu, rasanya ingin sekali mengelus kepalanya maupun memeluk wanita itu, memberi semangat entah dalam bentuk ucapan ataupun perlakuan.

Dean tidak tinggal diam, sebelum keluar dirinya tidak lupa berpesan kepada kedua sahabatnya untuk tetap di dalam mobil, mengejar langkah Nara bukan sesuatu yang sulit bagi pria tinggi ini. “Lo lagi kenapa?”

Langkah yang terhenti, dipandangnya Dean dengan wajah yang terlihat bingung. “Kenapa?” tanya Nara kembali.

“Kita liburan bareng kan, Ra?”
Nara berusaha mengatur emosinya, menarik napas dengan rakusnya dan mengeluarkan dengan begitu kasar, mata yang terpejam menandakan betapa malas dirinya untuk membahas kejadian yang terjadi hari ini.

“Kak Dean. Waktu lo sama Kak Faya ajak gue, yang gue tau kitanya itu bertiga tapi hari ini kitanya itu, lo dengan teman-teman lo, ditambah Kak Faya dan Jasmine. Gue nggak include di dalamnya.”

Gelengan kepala Dean berikan.

“Kenyataannya gitu, Kak Dean. Kalian yang merencanakan berlibur ke Bandung, kalian yang berunding TANPA GUE,” ucap Nara yang menekan kalimat akhirnya, “Ya berarti itu liburan kalian, bukan liburan gue.”

“Nggak gitu, Ra.”

“Kak Dean,” panggil Nara dengan senyuman di wajahnya, “Gue balik Bandung buat nyelesaiin masalah gue sama Pandu, itu tujuan utama gue, bukan untuk berlibur sama kalian.” Nara tutup pembicaran itu dan melangkahkan kakinya menuju gerbang rumahnya yang berwarna putih.

“Ra, niat gue baik ngajak mereka kumpul kemarin, biar rame-rame dan semakin seru, lo juga makin bisa balik ke Nara yang semula.” Dean melantunkan alibinya sembari menyusul langkah Nara.

“Kumpul?” tanya Nara dengan alis yang bertaut.

“Kita memang sering kumpul, Jasmine juga sering mampir. Kita setuju buat liburan biar lo lebih fresh juga, Ra.”

Nara tersenyum kecut.

“Iya.” Wanita itu menurunkan egonya, dirinya hanya ingin segera mengakhiri pembicaraan yang menguras semua perasaannya saat ini.

Baru saja Nara melangkahkan kakinya, Faya datang menghampiri bersamaan dengan Jasmine di sebelahnya. “Ra?” panggil keduanya.

“Dia mau sendiri,” cegah Dean.

“Bentar, An. Gue mau ngomong dulu sama Nara. Lo tunggu sini dulu, Min” Faya mencoba menyingkirkan Dean dari hadapannya.

“Lo marah?” sentak Faya.

Nara kaget akan kehadiran Faya dengan Dean yang menyusul di belakangnya, wajah Faya terlihat mengintimidasi sedangkan Dean terlihat lebih santai karena pria itu mampu mengendalikan ekspresinya.

“Hah?” tanya Nara kikuk.

“Lo marah gara-gara gue usir tadi?”

“Atas dasar apa gue marah karena lo usir, Kak? Aneh kalau gue marah,” bohong Nara.

“Iya aneh si kalau lo marah, tapi syukur deh.” Kalimat itu terjeda, “Ra, gue hanya mau bantuin Jasmine biar deket sama Juna, lo pasti dukung juga, kan?”

feel so fine [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora