9. Kesempatan Yang Sama

10.8K 447 7
                                    

Malam ini berbeda bagi seorang Jasmine Kaila, walau udara dingin menyapa kulitnya namun hatinya terasa begitu hangat. Banyak obrolan di room chat dirinya dengan seorang pria yang baru saja meminta nomernya dari salah satu media sosial.

Duduk di depan pintu kamar kos, dengan ponsel yang digenggamnya, Jasmine tersenyum setiap satu buah notifikasi berbunyi. Bahagianya bukan main, Jasmine baru merasakan hal ini menyapa dirinya.

“Aku memang tidak paham tentang percintaan, tapi aku tau cara menampilkan rasa perhatian.”

“Kak Juna, mari sering bertemu.”

Senyum yang ditampilkan seperti menyimpan satu semangat yang membara. Wanita penyuka novel romance ini membulatkan tekat untuk mengejar Arjuna Bagaskara, bermodal pengalamannya dalam membaca novel, Jasmine memutuskan akan mengambil langkah nyata, memberikan perhatian dan banyak cara yang sudah dirinya persiapkan.

“Karena cinta harus dikejar, bukan disimpan!” kata Jasmine dengan tegas.

Bangkit dari duduknya, Jasmine kembali ke kamar miliknya, meninggalkan pesan singkat kepada Arjuna untuk berhati-hati saat pulang nanti.

Tertidur dengan keadaan perasaan yang bahagia memang sangat menyenangkan.

...

Arloji dipergelangan Tio menunjukan pukul dua malam, pelanggan di cafe ini juga sudah mulai berkurang, diliriknya Nara sering menguap saat berbincang, saat ini dirinya berencana untuk mengantar Nara pulang.

“Yuk balik?” ajak Tio.

Anggukan kepala dan mata yang berkedip menjawab pertanyaan dari pria yang sudah bangkit dari duduknya. “Balik duluan. Lo pada jangan malam-malam,” pesan Tio kepada yang lain.

Langkah yang perlahan menjauh, membuka mobil dan mulai mengenakan sabuk pengaman. Tidak butuh waktu lama yang di tempuh Tio dan Nara untuk sampai ke kosan Nara. Tatapan hangat Tio berikan kepada Nara yang sedang tenggelam di alam tidurnya.

“Ra?"
"Mau gue gendong apa jalan sendiri?"
"Nar, bangun!”

Yang dipanggil membuka matanya dengan berat, menatap Tio dengan alis yang bertaut. “Gue masuk dulu, makasih banyak.”

“Mau gue tuntun nggak? Ngeri jatuh,” bujuk Tio saat melihat Nara yang belum seutuhnya bangun dari tidur.

Telapak tangan dilayangkan tepat di hadapan wajah Tio, ia buka sealtbelt yang terpasang. “Gue bisa sendiri,” jelasnya.

Tio memandang punggung Nara yang perlahan menjauh dari mobilnya, wanita itu berjalan lunglai melawan rasa kantuknya. Langkah demi langkah diambil Nara, kesadaran yang perlahan ia kumpulkan membuat langkahnya semakin yakin.

Dibukanya kamar kos. berjalan langsung menuju kasur kesayangannya, merebahkan tubuhnya sebentar sebelum dirinya harus mengambil tenaga untuk beranjak dan membersihkan make up di wajahnya. 

Setelah selesai dengan kegiatannya kini wanita berambut pendek itu mendengar rentetan notifikasi masuk ke ponselnya, dilihat terdapat lima buah pesan beruntun dari Tio. Pria ini memberitahukan bahwa dirinya sudah sampai dengan selamat, pesan selanjutnya hanya memanggil namanya dan tiga pesan berikutnya Nara anggap aneh pasalnya Tio memberikan ucapan selamat tidur beserta memintanya untuk tidak tidur larut malam, pesan terakhir yang Tio berikan lebih aneh sampai membuat Nara memicingkan matanya, kalimat itu terbaca bahwa esok dirinya akan menjemput Nara untuk pergi ke kampus.

“Memang aneh nih orang, gue babunya tapi dia yang jemput gue.” Nara abaikan pesan dari Tio dirinya lebih mementingkan merapihkan tas kecilnya.

“Eh korek siapa nih? Kok bisa ada di tas gue?” tanyanya pura-pura binggung.

“Korek Kak Juna lah, haha. Kan gue yang masukin.” Nara tertawa puas akibat ulahnya, kantuknya hilang entah ke mana.

Memang akal-akalan Nara dengan memasukan korek milik Arjuna ke dalam tasnya, ia bingung harus memulai obrolan dengan cara apa, untunglah otaknya berpikir dengan begitu cepat. Saat ingin pulang Nara dengan cepat memasukan pematik berwarna putih ke dalam tasnya.

Tarikan napas Nara ambil. “Ini usaha pertama gue buat deketin Kak Juna, semoga berhasil.” 

Ia ambil ponsel, dibuka room chat bertuliskan nama Kak Juna. Mengetik dan menghapus Nara lakukan, ia bingung harus memulai dengan kalimat apa.

Jemari tangan dan mulut Nara bekerja secara bersamaan.

“Selamat malam Kak Juna, ini korek lo ketinggalan ... OHH NO! Ini kaku banget,” rengek Nara, ia hapus kembali pesan tersebut.

“Kak udah tidur belom? Korek lo kebawa nih ... Ishh SKSD banget, anjing!” 

Nara kembali mengulang kalimat yang ia ketik. “Kak, lo kehilangan korek nggak?” Hembusan napas dilakukan Nara, wajah frustasin yang tergambar jelas. Langkah pertamanya tidak semulus yang dibayangkan, pergejolakan batin dan pemilihan kata yang harus dirinya gunakan menjadi penghalang kemudahan.

“PLEASE YA TUHAN, INI GIMANA?” Ia lempar ponsel miliknya, tanpa sadar kalimat itu ikut terketik dan terkirim kepada Arjuna.

Satu notifikasi berbunyi, gerutu dilayangkan Nara. Ia ambil ponsel yang baru saja dilemparnya. “Kak Tio apalagi si! Nggak tau orang lagi pus ... ANJING!” ucapan Nara terpotong saat wanita ini menyadari kebodohan yang sudah diperbuatnya.

Matanya semakin membelalak saat membaca pesan balasan dari Arjuna yang menertawakan pesan yang dirinya kirim dengan tidak sengaja.

Dengan cepat ia tarik pesan itu. Malu. Sudah dipastikan perasaan itu sedang menggerogoti dirinya.

Dengan tangan gemetar ia mulai membalas pesan, menanyakan apakah pesannya mengganggu. Tidak perlu waktu lama karena Arjuna langsung memberi balasan bahwa dia tidak terganggu dengan pesan yang Nara kirim, dirinya juga bilang cukup terhibur akan pesan itu.

Satu yang membuat debaran jantung Nara berpacu dengan begitu cepatnya, sebuah pesan dari Arjuna bertuliskan kata 'cantik' untuk memanggil dirinya. Semakin menggila dibuatnya, Nara sudah tak bertenaga lagi.

Nara mendikte pesan yang Arjuna kirimkan. “Nggak ganggu, kenapa cantik? ... Ibuuuu Nara dipanggil cantik sama Kak Juna.” Nara bangkit dari tidurnya. Bahagianya ‘tak terbendung. Bak orang kasmaran, Nara tersenyum sadar, bahagianya hadir, perutnya terisi banyak kupu-kupu yang seakan-akan menari riang.

Tanpa disadari kedua insan ini bertukar pesan dengan asiknya, tanpa rasa canggung sedikitpun. Kantuknya benar-benar hilang. Nara menikmati setiap perbincangannya dengan Arjuna, senyum merekah tidak hilang sedikitpun dari wajahnya. Obrolan mereka sederhana mulai dari korek, hingga pasangan baru yaitu Faya dan Leo yang tidak lepas dari bahan bicaraan mereka.

Menurut Nara, selain friendly Arjuna juga jago dalam hal membuka obrolan, kalimat yang dipilih pria ini juga terkesan hangat. Tanpa terasa jam menunjukan pukul 03:45 pagi.

Sejujurnya Nara enggan mengakhiri perbincangan dengan Arjuna akan tetapi rutinitas esok pagi menjadi satu pertimbangan baginya, Nara harus segera tidur karena pagi ini ia memiliki kelas yang penting baginya.

Lucu. Nara terlihat seperti pertama kali jatuh cinta, ini bukan hal pertama bagi seorang Nara, namum perasaannya berkali-kali lipat berbunga, teriak-teriakan yang tertahan ia tutup dengan bantal, pelukan dan kecupan ringan kepada boneka gulali dibubuhkannya secara berlimpah. Ia lupa akan kalimat yang baru saja ia bicarakan ke pada Faya.

Nyatanya yang dirasakan saat ini mampu menutup pendiriannya.
Pejaman mata disertai senyuman manis sebagai penutup malamnya yang begitu indah.

Wanita itu mulai mengulurkan cintanya, entah kenapa uluran itu disambut hangat oleh pria di sana, angan-angan menjadi sebuah genggaman yang tidak akan dilepas atau jabatan singkat namun hangat yang dirasa, Nara belum peduli terhadap sesuatu yang akan terjadi nanti.

Hari ini sampai satu minggu ke depan, ia akan menikmati melihat Arjuna dari dekat, privilege yang tidak pernah Nara bayangkan sebelumnya.

feel so fine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang