8. Malam Itu

12.1K 525 2
                                    

Percaya atau tidak saat ini Nara kembali dijemput oleh Tio dan mobil yang mereka tumpangi berhenti tepat di pelataran sebuah café dengan tema out door. "Tadi kenapa lo jawab video call-nya?" tanya Tio ketus.

"Kok lo yang sensi si? Kan yang seharusnya sensi gue, balikin gue ke kosan, selang dua jam lo jemput gue lagi, lo ajak gue muter-muter, memangnya gue nggak capek? Nggak sensi gue?" protes Nara sebelum membuka seatbelt yang terpasang.

"Ya lo kan babu gue, kita udah deal ya, Nara!" Tio menatap Nara. Ia miringkan tubuhnya untuk lebih leluasa menghadap ke arah wanita yang duduk di sebelahnya.

"Oke, gue males debat sama lo, Kak. Sekarang turun, temuin temen-temen lo, ngobrol trus pulang." Tunjuk Nara dari dalam mobil. Di bukanya pintu mobil dan berjalan menuju ke arah dalam café.

"Sebentar," cegah Tio. Pria itu berlari mengejar Nara yang berjalan cepat di depannya.

"Apalagi, Kak?" Nada bicara Nara mulai meninggi menandakan kesalnya.

"Maaf," balas Tio dengan suara lembutnya dan jemari yang menggenggam pergelangan tangan Nara.

"Huuuuhhh, lo aslinya berapa orang si?" Nara bertanya dengan gigi yang terkatup.

"Jangan bete, please?" rayu Tio. Pria ini tidak ingin Nara merusak hari bahagia sahabatnya.

"Iya."

"Kita ngobrol dulu, sebentar." Nara menatap Tio dengan lekat. "Gue ngajak lo ke sini karena lo sepupuan sama Faya, dan lo tau hari ini dia jadian sama Leo. Ini semua berkat lo yang tadi minta gue buat ngehubungin Leo buat jemput Faya, jadi lo harus hadir."

"Iya gue tau."

"Maaf buat pertanyaan sensi gue tadi, oke?" Tio membuat wajahnya sejajar dengan wajah wanita di hadapannya, disentuh pipi Nara dengan ibu jari yang bergerak selembut mungkin.

"Iyaa oke tapi nggak usah sentuh-sentuh gue!" Nara berusaha menjauhkan tangan Tio yang berada di pipi juga di pergelangan tangannya.

Mungkin saat ini Nara sedang memikirkan lagi tentang kepribadian Tio, baru dua hari mereka saling kenal, Tio sudah menunjukan banyak sisi dirinya, mulai dari perkataan dingin saat pertama kali mereka berbicara, ledekan yang mampu memancing emosi Nara, bahkan ucapan lembut yang kadang terlontar dari mulutnya.

"Yo, di sini!" panggil Dean dengan lengan yang terangkat ke udara.

"Sampe juga," cetus Leo sembari menyunggingkan senyumnya.
Netra Nara berkeliling, dirinya tidak menangkap sosok yang dicari.

"Duduk, Ra." Tio meminta Nara duduk tepat disampingnya. "Si Juna sama Nathan kemana?" tambahnya.
Meja kotak ini bisa dikelilingi oleh delapan orang, di sisi kiri, Nara duduk bersebelahan dengan Tio sedangkan di sebelah Tio ada Dean yang duduk seorang diri. Dihadapan Nara ada Faya dan Leo, sepasang kekasih yang menjadi pemeran utama pada malam ini. Sedangkan ada dua bangku kosong di di antara Nara dan Faya.

"Beli rokok," jawab Leo atas pertanyaan yang Tio lontarkan.

"Lo nggak pada punya?" Tio mengeluarkan satu bungkus rokok Malboro yang masih penuh.

"Abis, kelamaan nungguin lo!" ledek Faya, "Muka jangan ditekuk, Ra. Nggak mau ngucapin selamat sama gue?"

"Dih udah, mau lagi?" balas Nara jutek.

"Hahaha cukup, oh iya es teh manis, gue lupa anjir," ucap Faya sembari meninggalkan meja tempat mereka duduk. Nara menyusul Faya, dirinya belum terlalu nyaman jika harus sendiri di antara orang yang belum ia kenal.

"Ngapain nyusul?" tanya Faya saat melihat Nara berjalan di belakangnya.

"Takut."

"Takut? NGACO! ... Eh, Ra. Lo lagi deket sama Tio?" cerca Faya saat mereka sampai pada meja pemesanan.

feel so fine [END]Where stories live. Discover now