28. Satu Hari

9.6K 494 24
                                    

Pening, rasa itu yang menyambut Nara saat mulai membuka matanya. Pagi ini Nara mempersiapkan dirinya untuk berangkat ke kampus dengan make up yang cukup untuk menutupi sedihnya. Banyak hembusan napas berat ia buat, memang tidak membantu menghilangkan gundah yang ada, tapi cukup untuk menyalurkan sedih yang dirasa.

Cermin di hadapannya terlihat berbohong, wajah cantik dengan balutan bedak juga goresan lipstick merah muda yang digunakan membuat kesan fresh di wajahnya tentu saja berbanding terbalik dengan hatinya saat ini. Kedua sudut bibirnya ia tarik dan lantas berucap kepada cermin. “Jangan Nangis, make up lo cantik hari ini.” Nara melangkahkan kaki secara perlahan lalu mengunci pintu kamar kos.

Tuhan benar memberikan cobaan kepadanya, seperti sedang menguji kesabarannya atau lebih tepatnya menguji tangisnya. Dilihatnya Jasmine bersama Arjuna di halaman depan dengan senyum yang merekah bak orang kasmaran. Ya memang kasmaran, siapapun yang melihatnya pasti merasakan ada banyak binar mengelilingi mereka, senyum dan tawa juga menghiasi wajah keduanya.

“Ra, good morning,” sapa Jasmine dengan riang.

“Pagi, Ra?” ‘tak lupa Arjuna ikut menyapa.

“Pagi,” jawab Nara dengan hati yang sangat teriris, tenang saja ada senyum yang tidak lepas dari bibirnya.

“Bareng yuk, Ra?” Jasmine mengajak Nara untuk berangkat bersama menuju kampus, iya satu mobil, bisa kalian bayangkan betapa sesaknya jika Nara ikut. Ajakan itu seperti belati di hati Nara, memicu tangis dan amarahnya secara bersamaan.

“Gue mau ketemu temen dulu, Min, makasih ajakannya.”

“Siapa?” tanya Arjuna.

Nara yang ditanya bingung bukan main, otaknya dia putar mencari deretan nama yang harus keluar dari mulutnya saat ini. “Bella,” jawabnya cepat.

“Kamu punya temen yang namanya Bella?” Jasmine mengerutkan dahinya, sepentahuannya Nara tidak mempunyai teman yang bernama Bella.

“Punya, hehe. Duluan ya Min, Kak?” pamit meninggalkan pasangan itu, Nara berusaha sebisa mungkin tidak berlama-lama dengan pemicu sakit di hatinya.

Namun langkah kakinya terhenti, menguatkan hati untuk melihat kembali ke arah belakang, beradu pandang dengan Arjuna yang sedari tadi menatapnya.

“Oiya, selamat ya, kalian cocok banget.”

Hatinya kuat, Nara memang profesional dalam hal berbohong, senyum yang tidak lepas juga rona di pipinya membantu topeng itu terlihat sempurna.

“Hehe makasih banyak, Ra.”

“Nanti gue dapet pajak jadiannya, kan?”

“Ya dapet dong.” Arjuna menjawab pertanyaan Nara dengan senyum dan jemari yang berjalan menggengam tangan wanitanya saat ini.

“Langgeng ya kalian.” Air mata itu lolos begitu saja saat Nara membalikan tubuhnya, tidak bisa dipungkiri sakit dihatinya menjalar dengan cepat hingga membuat dadanya terasa sesak.

Pada akhirnya, dia yang jatuh cinta diam-diam hanya berani memandang dari kejauhan, pada akhirnya, dia yang jatuh cinta diam-diam kehilangan arahnya dan pada akhirnya, dia yang jatuh cinta diam-diam menikmati pahitnya kenyataan.

“Bu boss. Kondisinya gimana?” ucap Pandu di ujung panggilan.

“Mengenaskan brother!” Nara tersenyum dengan ponsel yang menempel di daun telinganya. “Gue cabut ngampus hari ini, gue mau nikmatin waktu gue buat sendirian.”

“Lega?” tanya Pandu.

Tarikan napas berat terdengar di telinga Pandu. “Bullshit nggak si kalau gue bilang mencoba ikhlas? Susah, Ndu. Ternyata nggak semudah itu.”

feel so fine [END]Where stories live. Discover now