6. Samar

12.5K 591 11
                                    

Arjuna dan Tio memutuskan menemani Jasmine dan Nara untuk pergi ke sebuah Mall di daerah Jakarta Selatan. Nara mengajak Jasmine untuk pergi melihat ke tempat di mana terdapat toko yang menjual macam-macam make up. Kedua wanita ini tengah sibuk melihat perlengkapan yang berada di hadapan mereka.

"Gue mau ke toko buku, mau ikut atau tunggu sini?" tanya Arjuna kepada Tio.

"Iku lo aja, sekalian nyari komik, udah lama juga nggak berburu." Mereka berdua berjalan mendekati Nara dan Jasmine yang sedang asik dengan kegiatannya. "Gue sama Juna ke Gramed, kabarin kalau udah. Babu chat gue aja."

"Iya." jawab Nara dengan singkat.
Ada perasaan aneh di hati Nara, entah rasa senang ataupun rasa takut. Jika orang lain melakukannya satu langkah mungkin saat ini Nara melompat hingga melewati dua atau tiga langkah. Tidak pernah ada dibayangannya bisa menghabiskan waktu bersama orang yang disukainya.

Arloji memutar jarumnya, waktu yang berjalan dengan cepatnya membawa kedua wanita ini kaget bukan main, mereka berniat untuk mengakhiri waktu berbelanjanya.
Di sisi lain kedua pria telah selesai, mereka kembali ke tempat di mana Nara dan Jasmine berada. Melihat kedua wanita itu masih dengan pembicaraannya seputar make up dan ditemani oleh satu beauty advisor dari brand tersebut.

"Kakak, pacarnya lucu ya, senyum-senyum ngeliatin Kakak berdua," tutur Beauty advisor.

Jantung Nara berdegup kencang saat mendengar ucapan tersebut. Atensinya berpindah dari produk yang tadinya ia lihat dengan lekat ke arah sumber suara.

Nara akhiri pandangannya kepada beauty advisor tersebut, lantas Nara melihat ke arah belakang, netra Nara yang menangkap senyum Arjuna membuat perutnya terisi oleh banyak kupu-kupu. Disisi lain Jasmine ikut tersenyum saat maniknya bertemu papas dengan manik Arjuna Bagaskara berbeda dengan Tio yang fokusnya hanya untuk Nara, melihat senyum Nara yang meledek dan terlihat manis baginya.

"Bukan pacar Mba, temen itu." Nara membalas ucapan dari wanita dihadapannya tersebut.

...

Tio mengantar Arjuna dan Jasmine namun tidak dengan Nara, urusannya belum terselesaikan

"Rumah siapa?" tanya Nara penasaran saat mobil yang mereka tumpangi berhenti di satu rumah yang cukup mewah.

"Turun!" printah Tio dengan tangan yang membukakan seatbelt milik Nara.

"Nggak ah, gue takut lo apa-apain." Nara menarik tubuhnya menjauh dari jangkauan pria di sampingnya ini.

"Nara! Gue laki baik-baik ya!" tegas Tio dengan tatapan mata yang begitu mengintimidasi. "Otak lo nih yang nggak baik-baik aja." Satu sentilan tepat mengenai kening Nara.

"Trus mau ngapain?"

"Gue laper belom makan, masakin," ucap Tio dengan wajah memohonnya.

Lega karena alesan yang diberikan Tio dapat ditangkap oleh dirinya. "Beneran jadi babu nih gue." Nara keluar dari mobil Tio, mengikuti langkah pria itu.

Rumah yang cukup luas dengan pelataran yang nyaman juga terdapat kolam renang di sebelahnya. "Lo orang kaya ya, Kak?" tanya Nara dengan polosnya.

Tio yang mendengar pertanyaan itu lantas menghentikan langkah dan berbalik menatap di mana sumber suara berasal. "Orang tua gue, gue mah nggak ada apa-apanya," tutur Tio yang membuat Nara juga terdiam akan ucapan pria yang saat ini menghadapnya. "Kecuali kalo lo mau nikah sama gue. Gue bisa lebih kaya dari ini."

Ditelan salivanya.
Ucapan Tio membuat Nara tertegun, mencerna guyonan yang diberikan pria ini kepadanya. Tawaan kecil Nara keluarkan sebagai jawaban.
"LUCU LO BERCANDANYA." Dipukulnya lengan Tio, pria itu ikut terkekeh karena berhasil menyadari Nara yang saat ini tampak syok akan ucapannya.

...

"Mau makan apa?" pertanyaan itu keluar tanpa harus memandang Tio yang sedang duduk mengamatinya.

"Lo bisa masak apa?"

"Belalang goreng gue juga bisa! Ya di rumah lo ini ada bahan-bahannya apa? Jangan nyulut emosi gue deh, Kak!" ucap Nara sembari mengenakan celemek berwarna coklat.

"Lo tuh emosian? Apa ada banyak masalah si?"

"Jangan basa-basi sama gue, sekarang di rumah lo ini ada bahan apa? Dan lo mau gue masakin apa?" tatapan Nara terfokuskan langsung ke manik milik Tio.

Yang ditatap hanya menyunggingkan senyum tipisnya, ia betah jika harus berlama-lama dengan wanita ini, Anantio Danuarja belum pernah begitu tertarik oleh wanita hingga seperti ini. Baginya Nara berbeda, walau banyak nada tinggi saat berbicara dengannya entah kenapa nyaman dirasa, selain parasnya yang cantik, Nara memiliki senyum yang begitu manis untuk dilihat. Pembawaan wanita ini juga begitu santai, dirinya bisa dengan mudah berbaur dengan orang baru sekalipun.

"Hemm." Tio memutar matanya ke arah atas, berpikir sejenak lalu menyebut satu menu yang ingin ia makan. "Mie goreng!" kata Tio dengan penuh excited-nya.

"Anjing! Itu mah beli aja sono!"

Tawa itu keluar dengan lepasnya, sudah lama Tio tidak tertawa selepas ini, mungkin kemarin tidak ada yang bisa ia goda, berbeda dengan sekarang, ada Nara yang akan selalu jadi bahan ledekannya.

"Lo liat deh di sana, ada apa aja, lo bikin deh tuh." Tujuk Tio pada sebuah kulkas yang berada tepat di belakang tubuh Nara.

Sibuknya Nara menjadi tontonan yang menarik bagi Tio, ia tatap wanita itu dengan lekatnya, rambut pendek yang diselipkan pada telinga belakangnya memberi akses bagi Tio untuk melihat wajah Nara dari samping tanpa harus terhalang oleh rambut.

"Lo tinggal sendiri, Kak?" tanya Nara yang sibuk mengupas bawang bombay.

"Heumm."

"Orang Tua lo di mana?"

"Heumm?" Tio masih asik dengan kegiatannya memandang Nara, ia tidak begitu mendengar pertanyaan yang terucap dari wanita itu.

"Orang tua lo di mana?" pertanyaan itu terucap kembali, dipandangnya Tio dengan pisau yang masih Nara genggam di tangan kanannya.

"I-itu turunin, serem banget, Ra," pinta Tio. "I-itu, orang tua gue dinas di Kalimantan."

"Ohh ... pembantu nggak ada?"

"Lo?" setelah mengucapkan kata itu lantas Tio tersenyum senang, ia berhasil menyulut kembali emosi Nara.

"Sialan!" maki Nara seraya mengarahkan pisau ke arah Tio.

"WEH, WEH, WEH. Santai! Bibi di sini sampe sore doang."

Anggukan kepala Nara lakukan sebagi tanda bahwa ia mengerti apa yang sudah Tio ucapkan. Kegiatannya Nara lanjutkan kembali, dikuncir rambut yang tidak panjang itu, menyisakan banyak helai dibagian bawahnya.

Ayam goreng berpadu dengan sambal kentang Nara sajikan tepat di depan Tio yang saat ini duduk di hadapan meja dapur. "Suka?" tanya Nara setelah selesai menaruh semua makanan yang sudah ia buatkan.

"Heum," jawab Tio tanpa melepas pandangannya kepada Nara.

"Jangan liat guenya, ini liat lauknya!"

Hari ini Tio banyak tertawa, pria yang dianggap dingin dan galak oleh sebagian orang di Kampus ternyata jauhlah berbeda saat bersama Nara.

Jika sebuah ledekan itu mampu membuat Nara menaikan nada bicaranya, berbeda dengan yang dirasakan Tio, ada kebahagiaan tersendiri saat Nara mulai mengekspresikan diri akibat ulahnya.

"Ngeselin lo!" umpat Nara. "Gue racunin aja kali, ya!" emosi Nara memang tipis jika berhadapan dengan pria ini, bagaimana tidak saat Nara meminta Tio untuk melihat masakannya, pria ini malah sibuk memandang dirinya. "Iya gue memang cantik! Sekarang makan biar gue bisa pulang!"

"Suapin, Ra?" wajah meledek ditampilkan Tio.

"GILA LO!" protes Nara dengan cara meninggalkan Tio dengan masakan di hadapannya.

"Sini anjir, ngapain pergi. Nara?" panggil pria itu. Tio turun dari kursinya, menarik Nara kembali dan mendudukan Nara tepat di kursi samping. "Tungguin gue makan," tambahnya.

Kayak bocah, ucap Nara dalam hati.

feel so fine [END]Where stories live. Discover now