32. Dia, Anantio

9.5K 455 20
                                    

Nara merapihkan kerah almamater yang baru saja digunakan, berjalan dengan senyum manis yang dimilikinya, namun langkahnya terhenti saat melihat satu sosok tinggi menghalangi jalannya, Nara mendongak untuk melihat siapa pria yang kini berdiri di hadapannya, wajah tampan Tio lengkap dengan senyum tertangkap oleh netra Nara.

"Hai?" sapa Tio.

Nara melanjutkan langkahnya dengan senyum membuat Tio sedikit mengejar dan berakhir berjalan beriringan. “Udah sarapan belum?” tanya Tio.

"Udah," bohongnya.

“Gimana di Jogja, Ra?”

“Seru! Apalagi fasion show-nya, Kak Gama ngajak keliling jadi gue nikmatin Jogja juga,” tutur Nara dengan mengangkat kedua jempolnya.

Mendengar penuturan itu, lantas Tio mengambil langkah besar untuk bisa melewati Nara dan menghadang wanita itu agar ikut menghentikan langkahnya. “Kok berhenti?” tanya Nara bingung.

“Gue nggak ada kesempatan lagi? Kenapa Gama, kenapa saingan gue harus Gama, Ra?”

Nara mengernyit.

Wanita ini tengah membatin heran saat mendapati satu kalimat keluar dari mulut Tio, di luar dugaan, Nara harus menjawab prihal perasaan tepat di lingkungan kampus. “Gua nggak ada apa-apa sama Kak Gama, cuma partner kerja doang. Dia bantu gue buat dapet kerjaan juga pengalaman, lo kenapa si? Masih pagi, Kak Tio!” Nara tatap mata Tio yang kini terlihat ada sedikit kekecewaan yang tergambar.

“Kasih gue kesempatan ya, Ra?” ucap Tio dengan kedua tangan yang ditaruh di pundak wanita di hadapannya.

Nara sentuh jemari Tio yang kini ia pindahkan dari pundaknya. “Jangan gini, gue serasa jahat.” Nara menjeda kalimatnya, “gue nggak mau nyakitin lo, gue nggak mau ngasih harapan lebih ke lo. Berhenti ya, Kak Tio? Cari yang lain, seorang bisa menyukai lo balik.”

“Ngeliat lo deket Gama, saling tag di twitter bikin gue ingin berhenti buat suka sama lo, tapi nggak bisa dan nggak semudah itu.” Tio pandang Nara dengan harap wanita di hadapannya ini bisa mengerti dirinya juga perasaannya. “Bisa tolong biarin rasa ini ada sampai bosan menyapa?” lanjutnya.

Nara tertunduk, ucapan maaf yang terlontar membuat Tio mengapit kedua sisi wajahnya. “Jangan minta maaf, biarin gue berjuang lebih keras buat dapetin hati lo,” kalimat yang terucap dari mulut Tio membuat Nara merasakan rasa bersalah pasalnya sebesar apapun usaha yang Tio lakukan tidak akan membuat Nara memberikan hatinya untuk pria tinggi ini. “Jangan sedih, jangan ngerasa bersalah,” pamitnya.

"Mana bisa Kak Tio, mana bisa gue nggak nyakitin lo, gue aja nyakitin diri sendiri" ucapnya lirih saat Tio mulai meninggalkannya.

“Nara!” satu suara terdengar jelas di telinga Nara yang tengah duduk di bawah pohon yang rindang.

Nara menengok melihat Jasmine berlari seorang diri menuju ke arahnya.

“Ra, gimana Jogja?”

“Asik,” jawab Nara singkat.

“Aku mau cerita.” Jasmine melanjutkan kalimatnya saat melihat Nara menganggukan kepala. “Pas kamu ke Jogja, aku kan abis jalan sama Kak Juna. Demi Tuhan dia romantis banget, aku pusing pacaran sama dia, cara dia memperlakukan aku tuh bikin aku ngerasa berharga. Dia suka usap kepala, mau pingsan kalau diusap kepalanya. Cinta semenyenangkan ini, ya, Ra?”

Nara mendadak kelu saat mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut Jasmine karena rasanya sangat jauh berbeda dengan yang ia rasakan.

“Tapi kadang aku berpikir, apa aku pantas buat miliki Kak Juna?”
Nara hanya terdiam mendengar pertanyaan itu.

“Ra? Kamu denger aku nggak?”

“Denger kok. Pantas, semua orang pantas ngerasain cinta yang berbalas.”

Jasmine sedikit lega akan jawaban yang diberikan sahabatnya. “Aku mau ngasih kado buat Kak Juna, kira-kira apa, ya?” tanyanya kembali.

Perhatian Nara kembali kepada Jasmine yang saat ini duduk di sampingnya dengan wajah yang sedang menimbang-nimbang. “Tanya aja,” saran Nara.

“Udah.”

“Trus? Kenapa nggak langsung beli?”

“Aku tanya dia sukanya apa dia malah bilang sukanya aku,” ucap Jasmnine dengan semburat merah muda di pipinya.

Nara telan rasa cemburu itu, dalam tawanya ada usaha yang besar untuk mengatur hati juga ekspresi wajahnya. “Apa dong?” tanya Jasmine sekali lagi.

Beanie? Maaf,  tadi Kak Juna nge-chat gue nanyain beanie yang gue pakai pas di Jogja, coba aja beli itu.”

Jasmine mengangkat alisnya mendengar Nara menjabarkan kalimatnya. “Nge-chat?”

“Cuma nanya beli beanie di mana, nggak ada yang lain.” Nara berusaha meyakinkan Jasmine yang saat ini terlihat sedang menahan rasa cemburu.

Rasa yang berbeda, kebahagiaan yang tergambar jelas itu berbanding terbalik dengan sakit hati yang ditutup serapat mungkin.

---

Ku kembali membawa jadwal update.
Senin - Kamis yaw.

Oya aku bakal bikin lanjutan feel so fine alias fine line akan ada versi wattpadnya dan doakan i'll be fine juga ada versi wattpadnya.🤩🤩
Khusus i'll be fine nggak ada Aunya ya.

Satu lagi, makasih ya udah ninggalin jejak😘

feel so fine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang