Ch 6 : The Nightmare

775 25 17
                                    

"Untuk apa kau mengajaknya, hm?" Lucca memerhatikan Carina yang kini merapatkan pintu kamar ketika hanya tersisa mereka berdua di ruangan itu. "Apa yang sebenarnya kau pikirkan?"

"Kau tidak percaya padaku?"

"Aku tidak sabar ingin menembak langsung kepalanya." Ada sepercik emosi dalam suara Lucca ketika mengatakan hal itu dan Carina menatap Lucca.

"Apa kau sadar? Karena sifat tidak sabar dan temperamentalmu itu yang membuat Christoper dengan mudah menjadikanmu sasaran empuk untuk difitnah waktu itu."

Mata Lucca berapi-api bila mengenang masa lalu. Bahkan kilasan tamparan Gerardo pada wajahnya hari itu masih membekas di hatinya sampai hari ini. Ia tidak marah pada sang ayah, tapi ia hanya tidak bisa melupakan perbuatan licik Christoper yang menghancurkannya hidupnya hari itu.

"Kau bahkan menggunakan cara kotor untuk membersihkan namamu. Kau mengorbankan Viola. Tindakanmu itu sungguh egois. Kau memilih cara paling gila yang seharusnya tidak kaulakukan."

"Aku tidak punya pilihan. Dan bicara tentang mengorbankan orang lain, apa kau tidak sadar bahwa kau juga sedang mengulangi apa yang kulakukan?" Lucca beranjak dari tepi ranjang dan menghampiri Carina. "Kematian Michael memang bukan hal yang kauinginkan dan itu terjadi secara tidak sengaja. Tapi bagaimana dengan Hugo?"

"Aku berbeda denganmu Lucca. Aku akan menggunakan caraku dan bukan caramu. Hugo tidak akan berakhir seperti Michael."

"Tapi jika kau tidak bisa menyelesaikannya, maka aku yang akan membereskannya."

"Christoper mengenal keluarga kita dengan baik dan dia bukan lawan sembarangan, Lucca. Jadi kita perlu berhati-hati," kata Carina penuh peringatan agar Lucca tidak gegabah.

"Aku akan menunggu hasil darimu," balas Lucca tak acuh kemudian berlalu dari Carina.

*

Darah berlumuran di lantai begitu banyak. Meja dan kursi terbalik, rusak dan menciptakan pemandangan yang kacau. Kepingan-kepingan kaca berhamburan di lantai yang dingin. Bau amis terasa menyengat menguar di ruangan itu. Badai salju yang lebat menghentak-hentak di luar, mengibarkan tirai yang sudah koyak.

"Tidak. Menjauh darinya keparat!" Teriakan pria itu menggema, terdengar murka. Ia dihalau dan ditahan oleh sekelompok organisasi. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain menyaksikan istrinya menjadi objek pelecehan lima pria tidak berprikemanusiaan. Bahkan ada janin dalam perut istrinya yang berusia tiga bulan.

"Hentikan. Kalian semua brengsek!" Istrinya menangis dan menjerit. Ia tidak berdaya karena kedua tangan dan kakinya di kunci, bahkan suara robekan kain terasa memilukan berkali-kali terdengar.

Kelima pria itu hanya tertawa tanpa berhenti melancarkan aksi kurang ajarnya. Hingga di titik mereka telah puas, salah satu dari mereka mengeluarkan pistol, menembak kepala istrinya, menghancurkan kerangka tulang kepala dan otak wanita itu.

Dan seorang bocah laki-laki sejak tadi memerhatikan semua itu-bersembunyi di balik lemari pakaian. Berusaha keras untuk tidak bersuara. Tapi air mata tidak henti mengucur dari matanya. Bahkan ia agak terkejut saat mendengar suara-suara tembakan. Dunianya seketika hancur begitu melihat pria yang tadi berteriak kini tergeletak di lantai-tepat di depan matanya.

Pria itu tidak lagi bernyawa. Matanya terbuka, menatap kosong. Siapa pun yang melihat akan tahu, ia tidak pergi dalam keadaan yang tenang.

"Periksa semua tempat. Dan pastikan tidak ada yang tersisa!"

Perlahan bocah laki-laki itu merapatkan lemari. Memeluk diri dalam ketakutan dan rasa gentar. Ia merasa sesak dan sulit bernapas. Lalu...

Christoper seketika tersentak dari tidurnya. Matanya bergerak gelisah sementara napasnya tersengal-sengal. Keringat dingin membanjiri sekujur tubuhnya. Perlahan ia beranjak-duduk di tepi ranjang. Berusaha menormalkan detak jantungnya sekaligus mengutuki sesuatu.

Burned By YouWhere stories live. Discover now