Chapter 21

2.3K 387 12
                                    

Dua orang yang saling berhadapan dimana pemuda albino yang terus tersenyum dan perempuan berambut hitam pekat yang tampak serius menatapnya.

Kedua orang berbeda jenis kelamin itu dan tampak seperti Yin dan Yang.

"..... Maaf.."

"Untuk?" tanya [Name] sambil menaikkan alisnya bingung.

"Untuk semuanya"

Rahang [Name] mengeras, ia menatap Devnath dengan tatapan intimidasi seolah paham apa yang akan [Name] katakan Devnath tersenyum simpul.

"Aku sudah minta maaf bukan?... "

"Kalau aku tidak menerimanya bagaimana?.. "

"Kamu tidak bisa kembali kedunia aslimu"

".... Kalau begitu aku selamanya tidak akan memaafkanmu" cetus [Name] yang kemudian duduk meringkuk dan menyembunyikan kepalanya.

Devnath ikut duduk lalu menggeser tubuhnya mendekati [Name].

"Kenapa [Name] gak mau maafin kakak?" tanya Devnath sambil menarik pelan rambut [Name] lalu menaruhnya dibelakang daun telinga [Name].

[Name] tidak menjawabnya, Devnath hanya bisa terdiam lalu mulai memetik bunga dan mulai menghiasnya.

"Kakak salah ya sama [Name]? Apa [Name] marah karna ditinggal sendirian?" ucapnya yang fokus pada bunga.

"...."

"Apa [Name] gak nyaman sama dimensi ini?... [Name] bisa ngomong ke kakak kalo [Name] gak nyaman."

Pluk

[Name] menyenderkan kepalanya dibahu Devnath dengan posisi yang masih meringkuk. Badannya kemudian bergetar.

"... Man.."

"[Name] ngga nyaman sama dimensi ini" gumamnya lirih menahan tangis. Devnath mengangguk pelan.

"[Name] mau balik ke dimensi yang dulu"

"Bukannya [Name] ngga suka sama mama [Name]?... Tapi kenapa sekarang mau ke dimensi yang lama?" tanya Devnath.

"[Name] mau sama Samu, [Name] mau sama kakak, pokoknya [Name] balik ke dimensi yang dulu...!" kemudian ia memeluk perut Devnath erat seolah tak ingin melepaskannya.

"[Name] mau ikut! Huaaa!!" tangis [Name] pecah, ia sekarang sudah mengeluarkan unek-uneknya yang ia simpan sendirian.





































































































Alunan syahdu terdengar diruang putih, gadis dengan rambut hitam diatas bahu hanya bisa bersenandung pelan, walau dihatinya sangat perih melihat sang kembaran yang berada didepannya tidak terbangun dari tidurnya yang lama.

Seorang gadis tertidur lelap dengan nyenyak, sebuah tangan memegang wajahnya dan sesekali mengelus-elus wajah ayunya.

Sang kakak hanya bisa menyesali apa yang ia perbuat, didalam hatinya ia selalu mengutuk keras dirinya yang tidak berguna itu.

Kenapa tidak dirinya saja yang terluka?

Kenapa adiknya yang selalu menjadi tameng bagi dirinya?

Kenapa adiknya selalu diam ketika ada masalah dan tidak mau bercerita pada dirinya?

Sarada merasa asing pada [Name], jujur... Banyak hal yang ia tidak ketahui tentang sang adik.

Banyak hal yang baru Sarada ketahui setelah terjadinya perang dengan Otsutsuki. Ia pikir kalau dirinya bahkan sudah lebih tau banyak tentang [Name].

Namun pikiran itu ditepis jauh-jauh oleh sang adik, ia baru sadar kalau selama ini hanya dirinya yang selalu bercerita masalahnya dengan [Name].

Lalu apa yang dia lakukan saat [Name] bercerita tentang masalahnya? Ia hanya diam dan berkata seolah itu adalah hal yang mudah diatasi.

Sarada baru tahu kalau [Name] sudah mempunyai Mangekyo sharingan, itupun ia tahu dari teman [Name].

Lalu bagaimana dengan [Name]? Kenapa kamu selalu menyembunyikan sesuatu darinya? Kenapa kamu selalu menyembunyikan masalahmu [Name]?

Kenapa?...

"Karna Nee-chan selalu tidak mau mendengar opiniku bukan?"

"Eh? Apa maksudmu [Name]!" bentak Sarada kesal pada [Name].

Gadis yang dihadapannya hanya bisa menatap lurus sang kakak. "Onee-chan selalu tidak mau mendengar opiniku, lalu nee-chan selalu berpikir kalau nee-chan itu benar dan aku selalu salah."

[Name] menjawab dengan tegas membuat Sarada kesal.

"Itu karna opinimu selalu salah!--"

"Kalau salahkan bisa dibetulkan, tapi ini kenapa setiap aku beropini kau selalu tidak mau kalah beragumen? Kalah beragumen kan hal yang biasa, lagipula--"

Plak

Sebuah bekas tangan muncul dipipi mulus [Name], pelakunya adalah kakaknya sendiri yaitu Sarada. Nafas Sarada terengah engah karna menahan kesal.

"Aku berharap kamu mati!"

Ahhh, lintasan ingatan bagai roda berputar dikepala Sarada. Jujur, ia sangat menyesal dengan perkataannya itu.

Andai saja ia tidak mengatakan itu

Andai saja ia mengalah dan mendengarkan opini [Name] terlebih dahulu, mungkin sekarang ia dan kembaran sedang menikmati makanan buatan sang mama.

Namun semuanya hanyalah angan-angan. Ia baru mengetahui semuanya kalau [Name] memikul beban yang sangat berat.

Dan mungkin saja jika dirinya sebagai [Name], ia lebih baik mengeluh dan menyerah, tapi kenapa [Name] berbeda?

Kenapa [Name] tidak mau menceritakan semuanya?

"Setelah kau sadar, aku harap kamu bisa menceritakan semuanya [Name], kamu berutang penjelasan padaku." kata Sarada yang lalu berdiri dan pergi.

Tbc...

  UCHIHA PRIK BORUTOXREADER  Boruto: Naruto Next GenerationWhere stories live. Discover now