My Cold Captain-09

19.8K 1.4K 80
                                    

Nigel menghela napas sambil menatap jam tangannya dengan makanan yang sudah tersaji di meja berukuran bundar. Dari sekian banyaknya kursi, tersisa satu kursi yang belum terisi dan itu benar-benar menguji kesabaran Nigel.

"Ky! Udahan, lah, wawancaranya. Suruh udahan aja itu wartawannya." kata Reverie yang sedang menghubungi manajer Azkiel setelah mendapat kabar jika Azkiel sedang dikerubungi oleh para wartawan. Reverie pun menaruh ponselnya di meja dengan perasaan kesal. Tidak lama Reverie menelepon Rizky, Azkiel pun akhirnya datang ke private room yang ada di restoran.

"Bener-bener kamu, ya." Nigel menatap kesal Azkiel.

"Santai, Dad. Cuma wawancara bentar doang sekalian promosiin film yang bakal tayang. Selow." balas Azkiel sambil duduk di sebelah Reverie.

"Please, jangan mentang-mentang kita nggak di Voxeoston, kamu bisa seenaknya. Terutama ke Bunda, loh." Reverie menatap Abel sejenak.

"Iya-iya." Azkiel menatap Abel. "Maaf, Bun." Azkiel sedikit membungkukkan badan dengan posisi duduk.

Abel tertawa. "Udah, udah. Ayo, kita makan." ujar Abel pada anak dan juga menantunya.

Willie dan Janelle juga ada di sana dalam keadaan Willie sudah membaik karena Willie hanya demam biasa.

"Oh, iya. Jane kapan UKMPPD-nya?" tanya Abel.

Willie yang tahu apa itu UKMPPD tapi tidak tahu jika Janelle akan mengikutinya, melirik Janelle. Willie tidak tahu jika Janelle sedang berjuang untuk menjadi seorang dokter..

"Bentar lagi, Bun. Doain, ya, semoga Jane bisa lulus." Janelle mengedarkan pandangannya pada orang-orang yang ada di sana.

"Ngapain pilih jadi dokter, sih, Jane? Prosesnya lama banget itu, bisa belasan tahun. Duh, enggak, deh." Quinnie menggeleng-gelengkan kepala.

"Itu artinya Jane emang bener-bener serius soal pendidikannya. Bukan tipe yang gitu lulus kuliah langsung nikah." kata Nigel menyindir Quinnie.

Quinnie membulatkan mata karena sadar jika Nigel menyindirnya. "Daddy, apaan, sih. Anak itu bukan investasi, ya."

"Tau, nih. Kalo emang keberatan langsung nikah, ngapain diizinin." sahut Reverie karena juga merasa tersindir.

"BTW, ada yang mau Quinn bilang." Quinnie tiba-tiba saja bersuara membuat mereka langsung menoleh. Quinnie tersenyum lebar memperlihatkan gigi dan menatap Dannell sejenak. "Quinn hamil."

"Lah." Reverie bersuara dan tak lama tertawa membuat mereka terlihat bingung.

"Apa, sih, Rev? Malah ketawa, seharusnya lo seneng!" kata Quinnie. "Lo juga kenapa ikutan ketawa, sih, El?" Quinnie beralih menatap Azkiel.

"Heh, gue juga hamil!" Reverie menunjuk perutnya.

"What?!" Quinnie terkejut dengan memasang raut bahagia.

"Ya ampun, nikah bareng, hamil juga bareng." Abel tersenyum haru melihat dua anaknya.

"Ih, bareng lagi!" Quinnie antusias mendengar kabar kehamilan Reverie.

Sebelumnya, Reverie dan Quinnie memang menikah di waktu yang sama atas saran dari Quinnie. Awalnya, Reverie menolak dengan keras bukan karena tidak siap menikah dengan Azkiel, melainkan malu harus menikah di hari yang sama dengan Quinnie. Namun, akhirnya Reverie mengalah dan setuju untuk menikah di hari yang sama, jadilah di satu acara terdapat dua pasang pengantin.

"Jane, kamu juga harus hamil! Biar ntar jarak kelahiran anak kita deket terus ntar mereka disangka anak kembar." ujar Quinnie pada Janelle.

Janelle hanya tertawa mendengar ucapan Quinnie.

"Wil, buruan hamilin si Jane." kata Reverie membuat Willie hanya tersenyum sedangkan Janelle kembali tertawa sambil melirik suaminya.

-My Cold Captain-

Janelle sedang dilema setelah mengetahui jika Willie akan kembali bekerja, Janelle sendiri sedang berdiri di dekat pintu garasi, menatap supir yang akan mengantar Willie ke bandara di mana sang supir tampak sibuk mengelap jendela mobil Willie.

Janelle sedang memikirkan sesuatu, berpikir apakah harus mencium tangan Willie atau tidak. Janelle ingin sekali melakukannya tetapi Janelle langsung teringat dengan ucapan Willie waktu itu, mengenai jangan pernah melakukan kontak fisik dengannya.

Janelle menghela napas ketika mengingat hal itu. Mendengar suara langkah kaki, Janelle langsung gugup bahkan gelisah apakah harus mencium tangan Willie sebelum pergi atau tidak. Jika tidak melakukannya, Janelle merasa kurang ajar, tapi, jika melakukannya, Janelle tidak ingin Willie merasa semakin risih dengannya.

Ketika jarak Willie sudah dekat dengannya, Janelle memberanikan diri menatap Willie yang enggan menatapnya. Melihat Willie berjalan menuju garasi, Janelle pun mengikuti sambil menatap Abel yang sedang berjalan menuju garasi. Abel memang sengaja datang karena Willie yang akan kembali bekerja.

"Hati-hati, ya, Wil." ujar Abel sambil mengusap punggung Willie.

"Iya, Bun. Pasti." Willie pun memeluk Abel dengan Janelle yang hanya bisa memperhatikan.

"Emang Wil bakal flight ke mana?" tanya Abel.

"Melbourne, Shanghai, Seoul, sama Tokyo." jawab Willie.

"Ya ampun, itu kapan Wil bisa pulangnya?" tanya Abel sambil menatap Janelle.

"Durasi flightnya singkat-singkat, Mi. Nggak sampe sembilan jam."

"Jangan lupa selalu baca doa. Gitu selesai flight langsung pulang, inget, udah ada istri." Abel tersenyum menatap Janelle dan Janelle tertawa.

"Iya, Bun." Willie tersenyum dan saat balik badan, posisi Willie langsung berhadapan dengan Janelle. Karena sedang ada Abel, Willie pun tidak bisa mengabaikan Janelle begitu saja.

"Aku pergi." kata Willie pada Janelle.

Janelle tidak terkejut mendengarnya karena sudah menduga jika Willie akan mau bersuara atau bersikap baik kepadanya karena kehadiran Abel. Janelle pun mengangguk sambil tersenyum, "hati-hati."

Willie mengangguk kecil.

"Lho, cuma gitu doang? Istrinya nggak dipeluk?" tanya Abel melihat Willie hendak masuk ke dalam mobil.

Willie menoleh pada Abel. "Hah? Oh, iya." Willie pun kembali berdiri berhadapan dengan Janelle.

"Ya ampun, Wil. Istrinya dipeluk, dong. Jane juga jangan lupa selalu cium tangan suami." kata Abel.

"Maklum, Bun. Masih pengantin baru, suka lupa." balas Janelle sambil tertawa dan menatap Willie sejenak.

Willie pun memeluk Janelle dalam waktu yang singkat dan Janelle mengambil tangan Willie lalu ia cium dan itu membuat Janelle merasa lega setelah sebelumnya sempat dilema. Untung saja Abel datang.

"Hati-hati. Fly safe." kata Janelle setelah mencium tangan Willie. Willie mengangguk dan masuk ke dalam mobil untuk kembali menjalankan profesinya sebagai seorang pilot.

-My Cold Captain-

Qotd: dengan profesi Willie, uangnya, gelarnya, kegantengannya, apa kalian bisa terima Willie?

My Cold Captain [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang