STRUGGLE • 04

22 5 53
                                    

- Puasa -

Suasana sore hari di pedesaan ternyata sangat jauh berbeda dengan di perkotaan. Di sini lebih sejuk, apalagi tadi baru saja turun hujan dan bau setelah hujan adalah salah satu yang banyak disukai oleh para penghuni bumi, termasuk Gilang.

Satu tarikan napas oleh Gilang ambil lalu dihembuskan begitu saja, "Haaahhhh capek banget, Ayah." Ujarnya yang langsung merebahkan tubuh lelahnya di ranjang tempat ia dan Bryan tidur.

Tak peduli dengan rambut gondrong yang sudah keluaran dari ikat rambut yang semula rapih, kaos yang tidak banyak basah karena terkena rintikan hujan dan muka yang kucel karena sudah seharian ia belajar bersama Husain. Namun bagaimanapun keadaannya, ketampanan Gilang tetap saja tidak bisa luntur dari wajahnya, seakan-akan ketampanan itu sudah permanen melekat tak terpisahkan.

"Jadi apa tadi kata Husain? Coba di ulang." Pinta Bryan, menyusul Gilang yang berada di ranjang tetapi Bryan tidak sampai berbaring seperti yang di lakukan putra tunggalnya.

Gilang mengangkat sebelah alisnya, "Ayah mau jadi guru di sini?"

Pria dengan penampilan tak jauh beda dari sang anak berdecak kecil, "Profesi Ayah memang seorang guru kan?"

"Tapi ga di sini juga, Ayaaahh." Timpal Gilang hanya berselang satu detik setelah Bryan selesai bicara.

Bryan menghembuskan napas panjang, "Jadi apa tadi kata Husain? Coba di ulang."

Dan kali ini Gilang ikut-ikutan menghembuskan napas panjang. Tubuhnya yang tadi rebahan dibawa menjadi duduk tepat di samping sang ayah, "Kalo mau tau siapa itu Allah jawabannya ada di surat Al-Ikhlas ayat 1 sampai 4 yang bunyinya....." Diam sejenak untuk berpikir, "Ya mana aku tau, bisa baca kitab Al Qur'an aja ngga."

Pria paruh baya itu tersenyum teduh melihat tingkah putra tunggalnya. Diam sejenak untuk membiarkan suasana menjadi hening, melepaskan rasa lelah selama seharian penuh ini. Pikirannya dibawa mengawang kepada tujuan utama mereka mendatangi desa tempat mertuanya tinggal, tak menyangka bahwa Gilang bisa se-jauh ini untuk memperjuangkan cintanya kepada sang kekasih.

Perjuangan Gilang benar-benar tidak ada bedanya dengan perjuangan bundanya dahulu kala. Dimana ia mati-matian belajar ilmu agama Kristen sampai akhirnya ia memutuskan untuk membaptis dirinya dan segera menikah dengan Bryan. Namun Bryan sedikit menyayangkan keputusan Maudi waktu dulu, karena sekarang justru malah Bryan yang akan berpindah agama dan menjadi muslim, rasanya seperti mengkhianati Maudi walaupun Maudi sudah lama meninggalkan mereka berdua.

Satu senyuman terukir jelas di bibir tipis milik Bryan kala persona hitam legam itu berpandangan dengan satu foto yang terpampang bersih di meja tempat menyimpan barang-barang. Itu foto Maudi, sang istri. Terlihat anggun dan cantik dengan warna kulit putih yang serupa dengan milik Gilang.

"Apapun! Apapun keputusan kamu, semoga kamu selalu bahagia di sana, semoga Tuhan menerima keadaan kamu dan....aku berharap kita bisa kumpul kembali di surga nanti. Aku, kamu, dan Gilang," Berdecak kecil kemudian melanjutkan membatin, "Satu lagi, wanita yang sangat-sangat Gilang cinta, namanya Arum. Nanti kamu kenalan sama dia ya."

Bryan terperanjat sendiri ketika sadar dari lamunannya dan sekarang ia baru lagi merasakan rindu kepada sang istri. Namun ia bisa apa? Sang istri sudah meninggalkan dirinya terlebih dahulu, seakan-akan janji yang dulu pernah di ucapkan sirna begitu saja.

"Ya ud...." Bryan mengerutkan alis heran ketika tidak melihat entitas Gilang di sebelahnya, "Perasaan tadi masih duduk di sini." Gumam Bryan.

"Gilang."

"Lang."

Kriittt

Jalan sedikit dari kamar menuju ruang keluarga, namun yang Bryan lihat hanya mba Ica dan Rendi sedang berbicara santai di temani dengan secangkir teh hangat dan biskuit.

STRUGGLE Where stories live. Discover now