STRUGGLE • 17

17 2 0
                                    

- Terbongkar -

Gilang berterima kasih pada mba Ica yang sudah membuatkan teh hangat untuk Dicky, sahabatnya. Tadi Dicky sempat mengobrol ringan dengan semua anggota keluarga Gilang termasuk Husain dan nenek pun mengizinkan Dicky untuk tinggal di sini beberapa waktu ke depan, katanya sih biar Gilang ada teman dan agar suasana rumah pun tambah ramai.

"Ayah mu kalo mau teh hangat suruh bikin sendiri aja ya," Papar mba Ica di angguki oleh Gilang, "Ini di bikin langsung dari daun teh yang ada di kebun. Bibi yakin pasti temen kamu ketagihan deh sama teh buatan, Bibi."

Tawa Gilang terdengar ramah di telinga, "Iya-iya, Bi siap. Nanti aku bilang ke Dicky ini teh spesial buatan, Bibi."

Sukses sudah Gilang membuat mba Ica tersenyum sempurna, "Ya udah, kasih ke dia sekarang. Kasian kayanya dia kedinginan di sini."

Gilang mengangguk kemudian pamit untuk menemui Dicky di kamarnya. Hawa di desa saat sedang hujan memang sangat dingin karena lumayan banyak pegunungan di desa ini dan Gilang bisa jamin dingin di puncak tidak sebanding dengan dingin di desa.

Kriiitttt

"Widih widih widih, mantep nih." Tentu saja Dicky akan senang jika Gilang datang dengan membawa dua cangkir teh hangat yang asapnya masih mengepul tebal.

"Spesial nih, Bibi gua yang buat." Papar Gilang tidak lupa dengan janjinya ketika masih mengobrol dengan mba Ica di dapur tadi.

"Thanks, Bibinya Gilang." Ujar Dicky walaupun sebenarnya mba Ica sendiri tidak akan bisa mendengar apalagi menjawab.

"Lang kayanya ajak anak-anak ke sini seru dah, gua pengen nyoba ngebajak sawah pake kerbau jir, tadi gua liat ada kerbau di sawah. Lu pernah?"

Gilang tak banyak menjawab, ia hanya menggeleng pelan.

"Cailahh, takut kena lumpur lo? Hah?"

"Berisik setan! Ayah lagi tidur." Memperingati seraya menoyor kepala Dicky dengan tangan entengnya.

"Sialan!" Tentu saja Dicky kesal kepalanya di toyor seperti tadi, "Bisa ya keluarga ini nerima lu sepenuh hati dengan sikap lu yang kaya gini, gua si ogah."

Gilang berdecak kecil, matanya sinis menatap Dicky di sebelahnya. Ia bukan kesal karena omongan Dicky tapi ia kesal dengan volume suara Dicky yang sama sekali tidak bisa di kecilkan lagi, untungnya hujan di luar lumayan deras jadi Gilang tidak perlu khawatir Bryan terbangun dari tidurnya.

"Tapi, Lang lu janji ya besok ajak gua naik kerbau? Gua bosen anjir motoran mulu, kali-kali anak geng motor kaya kita gini naik kerbau, yega?"

"Lu aja sana sama, Ayah gua ga ikut."

"Ya ud...."

Ucapannya terpaksa menggantung akibat Gilang yang memanggilnya secara tiba-tiba. Dicky hanya memasang pose 'kenapa' di wajah tampannya, "Apa yang harus gua lakuin biar gua lancar ngucapin dua kalimat syahadat?"

Dicky berdecak kecil, jari telunjuknya di bawa menunjuk tepat di bagian hati Gilang, "Yakin sama agama Islam." Jawab Dicky setelah sebelumnya mendorong sedikit tubuh Gilang dengan jarinya sendiri.

"G...gua yakin!" Respon Gilang tegas, "Cuma gua masih heran aja kenapa harus agama Islam yang di tetapin sebagai agama paling sempurna? Lu ga liat gimana agama lain ngajarin kita tentang kebaikan? Semua agama pasti ngajarin kita hal-hal yang baik kan?"

Dicky menarik sarung yang sedari tadi menyelimuti tubuh dinginnya ke atas pundak kemudian membenarkan posisi duduknya yang sudah tidak nyaman, "Lu nanya kenapa agama Islam di bilang agama paling sempurna?" Dan di jawab anggukkan oleh Gilang, "Gua juga tau ga ada agama yang ngajarin kita hal-hal buruk ta...."

STRUGGLE Where stories live. Discover now