STRUGGLE • 12

19 2 0
                                    

- 15 Hari -

Bagi Gilang saat ini waktu begitu cepat berlalu dan tak terasa dirinya sudah berhasil melaksanakan ibadah puasa selama 15 hari berturut-turut walaupun dengan beberapa keluhan kelaparan dan kehausan, tapi semua rasa lapar dan haus itu sukses terbayarkan kala ia berbuka dengan hidangan yang di masak oleh mba Ica dan Bryan.

Selama menjalani ibadah puasa pun aktivitas yang Gilang lakukan hanya bergelut di meja belajar dengan ditemani laptop dan buku-buku kuliah tebalnya, mentok-mentok cowok itu keluar rumah untuk sekedar menikmati indahnya suasana sore di desa yang sangat amat sayang jika di lewatkan begitu saja. Selain sibuk kuliah, Gilang juga menyempatkan diri untuk berkunjung ke pesantren menemui bocah tampan bernama Azzam dan belajar hal-hal kecil yang berhubungan dengan agama Islam. Ia juga sempat bermain petasan kembang api dengan anak-anak di pesantren saat semuanya selesai melaksanakan sholat tarawih. Ngomong-ngomomg soal tarawih, cowok itu pernah ikut beberapa kali.

"Belum selesai, Lang?"

Suara berat milik Bryan yang familiar di telinga Gilang membuyarkan fokus cowok itu yang sedang menatap laptop, "Dikit lagi," Jawab Gilang menoleh beberapa detik lalu kembali memfokuskan soca hitam legamnya ke layar laptop, "Ngerjain orang banget, Pak Aswan." Gumam Gilang sambil mengetikkan sesuatu di keyboard laptop.

Bryan tertawa kecil lalu menghampiri Gilang seraya ikut melihat apa yang sedang putra tunggalnya kerjakan, "Tinggal penutup doang ko masih salah."

"Ck! Ga ada niat ngebantu ga usah di sini." Sindir Gilang untuk ayahnya sendiri.

Lagian untuk apa Bryan berdiri di belakang Gilang hanya untuk meremehkannya seperti itu tanpa ada niat membantu? Toh ini juga untuk kesuksesan anaknya sendiri, kan enak kalo Bryan membantu Gilang menyelesaikan skripsinya dan Gilang bisa lulus dengan nilai terbaik.

Beberapa detik diam tiba-tiba handphone milik Bryan berdering, memecah keheningan antara ayah dan anak itu. Pria setengah tua itu merogoh saku celananya dan mengangkat telepon di seberang sana.

"Kabar baik, Pak," Sepertinya orang di seberang telepon itu menanyakan kabar tentang Bryan, "Gimana, Bapak di sana?"

"Oh, syukur alhamdulillah."

"Nah, gimana perkembangan putra saya? Aman ga nih Gilang skripsinya?"

Gilang sendiri yang menjadi tersangka hanya berdecak kecil saat Bryan bertanya seperti itu. Gilang sudah bisa tebak kalo yang menelpon ayahnya sore-sore seperti ini pasti pak Aswan dosen dirinya sekaligus teman baik ayahnya.

"Oh kebetulan Gilang nya lagi sama saya, Bapak mau bicara sama dia?"

Kini ekspresi wajah tampan Gilang berubah menjadi memelas. Sumpah, ia sedang kesal dengan pak Aswan akibat dosen itu yang terus-menerus memberi tau Gilang bahwa skripsi yang di buatnya masih salah.

"Nih, Pak Aswan." Bryan meletakkan handphonenya di meja seraya mengaktifkan tombol speaker agar dirinya juga bisa mendengar apa yang dikatakan pak Aswan kepada putra semata wayangnya.

"Ya selamat sore, Bapak Aswan yang terhormat." Sapaan Gilang mengundang gelak tawa dari arah Bryan. Ternyata putranya benar-benar menghormati teman baiknya, hahaha!

"Skripsi yang kamu kirim ke, Bapak kemarin diterima."

"Apa?!"

"Perlu, Bapak bicara lagi?"

Punggung Gilang langsung menubruk kursi belajarnya kencang sehingga menimbulkan suara yang bisa di dengar langsung oleh pak Aswan di seberang telepon. Gilang mengacak-acak rambutnya yang sebelumnya terkuncir berantakan menjadi lebih berantakan lagi. Dirinya benar-benar tambah kesal dengan satu dosennya itu.

STRUGGLE Where stories live. Discover now