STRUGGLE • 11

12 3 0
                                    

- Memulai -

Sahurrr

Sahurrr

Itu suara yang dimaksud oleh Bryan beberapa hari lalu saat Gilang telat ikut sahur dan saat ini Gilang mendengarnya sendiri. Ternyata benar kata Bryan bahwa melihat orang-orang membangunkan sahur seru juga, apalagi saat bedug masjid di pukul, walaupun membisingkan telinga tapi saat melihatnya membuat kita merasa bahagia.

Ck! Apakah bahagia sesederhana ini?

Tok

Tok

Tok

"Sahur sayang, semua udah pada kumpul di meja makan. Jangan sampe telat lagi kaya kemarin-kemarin, ayoo cepat."

Gilang terkekeh ketika mendengar suara mba Ica dari balik pintu kamarnya. Wanita itu benar-benar cerewet dan entah mengapa Gilang sangat menyukainya. Selama hidup bertahun-tahun Gilang belum pernah merasakan bagaimana rasanya di cereweti seperti ini oleh seseorang yang kita panggil sebagai sosok ibu. Bunda memang perhatian tapi sayangnya perhatian dari bunda hanya sebatas menanyakan hal-hal yang biasa saja seperti 'sudah makan?' 'sudah mandi?' 'ayo belajar biar kamu pinter' dan semacamnya.

"Gilang sayang ada Husain di sini, ayo sahur kamu mau puasa atau nggak? Udah bangun belum? Boleh Bibi masuk?"

Tersadar dari lamunannya Gilang langsung membuka pintu kamar dan tepat di sana ada mba Ica yang berdiri menunggu kehadiran Gilang di hadapannya. Senyum wanita itu terpampang jelas di soca hitam legam milik Gilang, "MasyaAllah, ayo kita sahur yang lain udah nunggu." Ajaknya kemudian berjalan ke arah meja makan yang terletak di bagian dapur rumah ini.

"Ayah ga bangunin aku Bi, aku bangun gara-gara suara orang yang bangunin sahur." Papar Gilang memberi sedikit penjelasan kepada bibinya.

Mba Ica terkekeh, "Ga papa mungkin Ayah mu itu terlalu semangat sahur," Respon mba Ica kemudian melanjutkan, "Dia selalu yang paling semangat loh."

Gilang tertawa ringan. Sepertinya Bryan sangat menikmati suasana bulan ramadhan tahun ini.

"Hm ponakan, Om baru bangun?" Ujar Rendi mengundang gelak tawa dari beberapa anggota keluarga lainnya termasuk nenek dan Husain.

Setelah semuanya kumpul barulah mba Ica mulai menyiuk nasi untuk om Rendi dan Husain, kalo Bryan menyiukkan nasi untuk nenek sedangkan Gilang nyiuk nasi untuk dirinya sendiri. Berbeda dari beberapa bulan yang lalu, kini cara berdoa mereka sama yaitu dengan mengadahkan kedua tangannya seperti sebagaimana cara berdoa orang Islam, bacaan doa yang keluar dari mulut om Rendi pun oleh Gilang dan Bryan dengar.

Mereka memang belum memeluk agama Islam tapi perlahan cara beribadah dan pandangannya mulai terpengaruh oleh agama Islam. Mereka bukan mau menunda masuk agama Islam tapi mereka sedang menyiapkan hati untuk benar-benar ikhlas masuk ke agama Islam.

"Sain, gimana keadaan pesantren? Ada masalah ga di sana?" Om Rendi yang makanannya hampir habis bertanya pada putranya, Husain.

Cowok hitam manis itu menggeleng pelan, "Baik-baik aja, Pak."

Mendengar kata pesantren membuat Gilang penasaran dengan tempat itu. Btw ia juga jadi kangen sama Azzam, sudah lama tidak bertemu bocah cerdas itu.

"Yah, aku boleh ikut Husain ke pesantren?" Tanya Gilang pada Bryan yang baru saja menghabiskan makanan sahurnya.

Bukan Bryan melainkan mba Ica yang menjawab, "Ya boleh dong sayang, kenapa ngga? Toh kamu di sana bisa belajar lebih banyak tentang bulan ramadhan, kamu juga bisa ikut belajar ngaji, selain itu kamu juga bisa dengerin pak ustadz ceramah. Banyak manfaatnya kalo kamu ikut ke pesantren, apalagi suasana di sana tuh adeemmm banget, MasyaAllah."

STRUGGLE Where stories live. Discover now