STRUGGLE • 16

16 2 0
                                    

- Satu Langkah -

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, laillahailallah huallahu akbar, Allahu Akbar walillahilhamd.

Suara takbir semalam masih berkumandang merdu sampai fajar mendatang. Semua orang sibuk mensucikan dirinya sendiri untuk melaksanakan sholat ied di tengah lapang. Berbagai hidangan makanan sudah banyak ada di meja-meja setiap rumah termasuk rumah nenek, mulai dari kue nastar, kastangel, biji ketapang, kue garpu, kue salju, bahkan kue lidah kucing pun ada di sana.

Entah Gilang harus sedih atau bahagia berada di puncak hari kemenangan ini tapi yang Gilang rasakan saat ini hanyalah ketenangan dan kedamaian hati, suasana lebaran saat ini betulan terasa di lubuk hati Gilang walaupun ia masih seorang umat Kristiani.

Kriiiitttt

"Loh, belum siap-siap?" Bryan muncul di balik pintu dengan menggunakan baju koko putih dan sarung berwarna cokelat muda di tambah dengan peci yang bersatu dengan wajahnya yang segar akibat air wudhu.

Kepala Gilang menggeleng pelan sambil bibirnya di angkat membentuk satu senyuman, "Ngga, Ayah aku tunggu rumah aja. Lagi pula aku ga ikut sholat kan."

Langkah kaki pria itu di bawa masuk lebih dalam menghampiri sang putra, "Kenapa? Waktu itu juga kita boleh ikutan sholat tarawih masa ikut sholat ied ga boleh? Ayo." Lengan Gilang yang menganggur di tarik oleh Bryan agar anak itu segera mandi dan pergi ke lapangan untuk ikut sholat, namun sayangnya Gilang menahan dirinya membuat Bryan mau tak mau melepaskan genggamannya.

"Ngga, Ayah." Hanya itu yang Gilang katakan.

Bryan tak ambil pusing, pria itu mengangguk lalu berpamitan pada Gilang untuk melaksanakan sholat ied bersama dengan yang lainnya. Bryan bukan tidak mengerti perasaan Gilang, justru pria itu sangat mengerti bagaimana perasaan putra tunggalnya, Bryan yakin bahwa Gilang hanya merasa tidak pantas berada di tengah-tengah lapangan dan ikut sholat ied sedangkan dirinya sendiri tidak yakin dengan agama Allah, itu alasan Gilang setiap kali di ajak beribadah.

"Nih," Bryan menyodorkan baju koko pemberian Husain kepada Gilang dan jelas saja Gilang mengerutkan alis heran. Kan tadi sudah di bilang kalo dirinya tidak mau ikut sholat ied tapi kenapa malah di kasih baju koko sama sarung, "Setidaknya hargai umat muslim sama baju ini."

Tangan Gilang perlahan terulur meraih baju koko itu kemudian kepalanya mengangguk mengiyakan, ga ada salahnya juga kan kalo cuma pakai baju koko? Lagi pula Gilang merasa tidak enak kalo harus pakai baju seperti biasa.

"Ya udah Ayah berangkat dulu ya, kamu baik-baik di sini."

Cup

Setelah mengecup puncak kepala sang anak Bryan langsung pergi menemui anggota keluarga lain untuk berangkat ke lapangan. Gilang sendiri tiba-tiba merasakan haru di dalam hatinya, Gilang sudah lama sekali tidak merasakan ciuman singkat seperti tadi dari Bryan. Ck! apakah Bryan masih menganggap Gilang bocah ingusan sampai harus memberi kecupan seperti tadi? Atau Bryan begitu sangat menyayangi putranya sendiri? Entahlah, yang jelas sekarang Gilang tidak boleh merasa sedih ataupun kecewa. Hari ini adalah hari kemenangan umat Islam maka Gilang harus menghargainya walaupun Gilang belum masuk Islam tapi setidaknya hal yang bisa Gilang lakukan adalah saling toleransi kan?

Sssrrrttt

Tidak lupa dengan menyapa Arum melalui fotonya yang tersimpan rapih di dalam kotak berwarna ungu muda kesukaan Arum, "Selamat pagi putri muda, Aglomersi." Sapa Gilang sambil tersenyum lebar, bahkan matanya sampai menyipit kala menyapa sang pujaan hati, "Kamu hari ini pasti bahagia banget kan bisa ikut lebaran? Ck! Kamu tenang aja, Rum tahun depan kita bakal lebaran bareng tapi sekarang kamu lebarannya bareng sama Mbok dulu ya? Aku lagi berjuang tau di sini, kamu kemana? Ga nyemangatin aku, pacar apaan kamu ini Rum," Mimik wajahnya berubah menjadi kesal main-main saat bicara sendiri seperti itu.

STRUGGLE Donde viven las historias. Descúbrelo ahora