STRUGGLE • 20

17 3 0
                                    

- Keliling Desa -

Gilang menghempaskan tubuhnya ke ranjang setelah obrolan di ruang tengah selesai. Ia tak menyangka bahwa Bryan bisa dengan cepat memberi jawaban atas permintaan perjodohannya dengan Arum si teman masa kecil Gilang. Untungnya saja nenek tidak marah kepada Bryan karena telah memutuskan kerjasama dengan Lutfi, walaupun mba Ica terlihat sedikit kesal dengan keputusan sedetik Bryan.

Berbeda Gilang, berbeda pula dengan Dicky. Anak itu sedang menopang kedua tangannya di batas jendela sambil melihat pemandangan luar kamar. Senyumnya mengembang sampai gigi putihnya terpampang rapih. Ketika angin berhembus maka rambut lebat Dicky akan ikut terhempas, wajahnya merasakan sejuk tiada tara. Oh Tuhan, udara di desa betulan membuat kita nyaman.

"Lang," Dicky berbalik badan seraya menghampiri Gilang yang sedang enak rebahan sambil memejamkan kedua matanya. Gilang ingin mengistirahatkan pikirannya sejenak, "Ayo keliling desa."

Gilang menggeleng tanpa membuka matanya. Sebenarnya cuaca di desa saat ini tidak terlalu panas tapi Gilang tetap tidak mau mengajak Dicky untuk keliling desa.

"Ah elah! Daripada ngedekem terus di kamar, mau jadi apaan lu?! Ayo, buruan." Karena terlalu semangat akhirnya Dicky keluar kamar tanpa melihat dulu bagaimana respon Gilang yang tetap menggelengkan kepala.

Kriiitttt

"Eh, Ayah?" Anak itu berpas-pasan dengan Bryan saat membuka pintu.

"Mau ikut?" Tanya Bryan seraya menunjukkan apa yang sedang dibawanya.

Mata kecoklatan milik Dicky merespon dengan binar, "Itu apa, Yah?"

"Anterin makanan untuk para pekerja di ladang. Sekalian kalo kamu mau keliling desa sama Ayah ajakin, nanti....."

"Ayo gas, Yah."

Bryan menggelengkan kepala sambil tertawa ringan saat tiba-tiba Dicky menarik lengannya untuk keluar rumah. Sepertinya Dicky sudah sangat tidak sabar untuk menyusuri seluruh tempat yang ada di desa ini. Masa bodoh dengan Gilang yang tak mau ikut, toh Dicky sudah punya Bryan yang mau mengajaknya keliling desa.

Mereka berdua berjalan menuju ladang singkong untuk mengantarkan makanan, kemudian lanjut ke ladang ubi, ladang jahe, ladang jagung, dan terakhir ke empang yang jaraknya cukup jauh. Om Rendi sibuk bekerja, sedangkan mba Ica sibuk memasak dan mengurus nenek yang usianya semakin hari semakin tua, jadi mau tak mau Bryan yang mengantarkan makanan ini. Untungnya saja ada Dicky yang mau membantunya.

"Sumpah ya, Yah kenapa kalian kaburnya ga ngajak-ngajak sih?"

Bryan terkekeh ketika Dicky menanyakan hal semacam itu, "Ntar yang ada kamu malah cepu lagi ke Arum. Lagian kita juga pergi ke sini ngedadak. Tadinya Gilang mau ajak Ayah ke luar negeri, cuma waktu di bandara Ayah inget punya keluarga di desa ini."

Dicky mengedikkan bahu seolah tak begitu peduli dengan paparan dari Bryan. Mau bagaimanapun yang terpenting Dicky sudah tahu dimana keberadaan Gilang dan Bryan, jadi ia tak perlu khawatir lagi.

"Yah, naik kerbau yuk?"

"Emang kamu bisa?"

Bibir bawah Dicky melengkung seakan aktivitas naik kerbau itu adalah hal yang mudah baginya, "Gitu doang! Easy, bro." Menepuk sekali pundak Bryan kemudian melangkahkan kakinya menuju kerbau yang sedang diam berada di tengah-tengah sawah.

Dicky ini sudah kenal lama dengan Bryan. Dicky bukan hanya menjadikan Bryan sebagai ayah keduanya tetapi juga menjadikan Bryan sebagai teman di usianya, jadi kalian tidak perlu heran jika Dicky bersikap seolah-olah Bryan adalah teman seumurannya. Bryan juga tak mempermasalahkan hal semacam itu. Ia sangat senang bisa membuat Dicky ataupun sahabat Gilang yang lainnya merasa nyaman berada di sampingnya, karena, itu lah Bryan. Seorang pria hampir tua yang selalu baik kepada siapapun, bahkan kepada orang yang baru saja di kenalnya.

STRUGGLE Where stories live. Discover now