Bab 2. Eksekusi Ide

94.8K 5.3K 358
                                    


Malam semuanyaa ....

Selamat berlayar di couple baru 💓🫶

***

Lily mengangguk pelan, "Iya, Mas Arash suami aku." Tenang Lily tenang, tarik napas, buang. Lalu tatap matanya.

Bajigur! Lily ingin kabur rasanya. Arash membalas tatapannya tepat di mata, datar, tanpa ekspresi berarti.

"Lalu? Kenapa—"

"Sebentar, Mas sebentar." Lily hampir lupa caranya bernapas. "Boleh aku jelaskan pelan-pelan?"

Lelaki berkemeja abu itu mengangguk sekali, memiringkan tubuh, sempurna menghadap Lily. Dikeheningan ini Lily baru menyadari penampilan Arash yang tampak berbeda dari biasanya, lelaki yang selalu tampil rapi itu tampak berantakan. Lengan kemejanya digulung sebatas siku, dengan dua kancing teratas tak lagi terpasang sempurna. Beberapa anak rambut yang jatuh menutupi dahi itu membuat tangan Lily g atal ingin menyingkirkannya.

"Lily?" panggil Arash lembut.

Lily mengumpat dalam hati, bisa-bisanya ia salah fokus. "Aku lagi nyari kata-kata yang pas, Mas," alibinya.

Beruntung, Arash tampak percaya begitu saja.

"Em, begini ..." Mampus kamu, Ly. "Aku ga tahu Kayla bilang apa saja ke, Mas. Cuman yang perlu Mas tahu adalah, aku itu jatuhnya pas di anak tangga terakhir, sudah mau turun ke tanah. Terus aku kepleset, reflek pegangan ke tangga, eh ternyata tangganya ga bisa nahan, alhasil kami jatuh berdua. Nahasnya, tangganya nimpa aku. Dan ini hasilnya." Lily menunjuk pelipisnya yang diperban. "Kaki, pinggang, atau tangan aku ga ada yang kenapa-kenapa karna jatuhnya juga ga tinggi, dan belakang rumah kita penuh rumput kan ... jadi badan aku ga lecet."

Sekarang Lily paham bagaimana rasanya jadi mahasiswa yang dosen penguji skripsinya Arash, kira-kira beginilah rasanya. Ngeri-ngeri sedap.

"Terus, aku ga nyangka kalau lukanya separah ini, awalnya mau aku obatin sendiri, eh ternyata darahnya ga berhenti, jadi aku mutusin ke RS." Dikit lagi, Ly, semangat! "Kenapa ga bilang ke Mas Arash? Karena ... em, ee ... begini—"

Lily memperbaiki posisi duduknya, sedangkan Arash—sejak Lily menjelaskan—tak bergerak barang se-senti.

"Pertama, aku yakin Mas Arash masih di kampus—mungkin lagi ngajar atau ada bimbingan sama mahasiswa, entahlah. Kedua, jarak kampus dan rumah kan lumayan jauh ya, jadi ga kekejar juga kalau Mas pulang. Ketiga, ya aku pikir aku ga papa ke rumah sakit sendiri, nanti cerita sama Mas kalo Mas udah pulang ke rumah aja. Begitu." Pak Dosen, sekian. Lily diam-diam menghembuskan napas lega dan seiring ia menjelaskan raut dingin di wajah tegas itu berangsur-angsur surut. "Sekali lagi maaf ya, Mas, kalo aku ga ngabarin."

"Dimaafkan."

Lily ingin salto rasanya!

"Tapi Ly ... lain kali, kalo ada apa-apa bilang, setidaknya kamu ngasih kabar, supaya saya ga panik dan khawatir." Lily tak tahu bagaimana paniknya Arash saat melihat tisu-tisu penuh darah di meja dapur. Ia mencari Lily ke setiap sudut rumah, tapi istrinya itu tak ditemukan dimana pun. "Iya, saya tahu saya ga bisa langsung sampai ke rumah dan bawa kamu ke rumah sakit, tapi setidaknya kamu ngasih tahu saya kalau kamu kenapa-kenapa, nanti saya susul kamu ke rumah sakit. Saya bisa ngurus ini itu di sana terus bawa kamu pulang ke rumah. Ingat Ly, kamu ga sendiri lagi sekarang, ada saya. Suami kamu."

Tidak diberi kabar oleh Lily disaat istrinya itu kenapa-kenapa rasanya seperti ada, tapi tak dianggap.

Suami kamu ... Lily mengulang dua kata itu dalam hatinya. "Iya, Mas. Maaf." Perempuan itu memutus pandang dari Arash. "Aku juga ga tahu kalo Mas pulang ke rumah."

Oh My Husband (21+)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora