12. Cinta Yang Telah Mati

189 7 0
                                    


Hera merebahkan tubuh diranjang, menatap langit-langit kamar yang masih sangat asing. Pikiran melayang pada Zeyn yang amat memanjakannya. Andainya pria itu tau bahwa dirinya adalah Hera—si istri cupu yang tak mengerti style—tak mungkin ia akan merasakan kasih sayang ini.

"Apa yang kamu pikirkan, kenapa tersenyum-senyum begitu?" Zeyn datang sembari meletakan sebuah koper mungil berwarna biru muda dihadapan Hera. Pria itu menggeleng pelan saat koper itu terbuka dan hanya berisikan kosmetik di dalamnya.

"Maaf aku memintamu melakukan ini dan itu, apalagi memintamu membawakan semua barangku. Itu perlakuan yang tidak pantas untuk seorang CEO muda sepertimu, kan?"

Pria itu terkekeh dengar penuturan jujur Hera. Memang, selalunya ia akan sangat kesal saat ada seseorang yang memerintah dirinya. Namun, berbeda dengan perintah Angelia yang selalu terdengar seperti permintaan seorang tuan putri.

"Tak apa." Zeyn membuka laptop di sebuah meja rendah, mengeluarkan beberapa lembar pekerjaan.

Merasa penasaran, Hera mendekat, lihat apa yang tengah dikerjakan sang suami yang saat ini berstatus sebagai pacarnya. Tak pernah sekalipun ia tau bagaimana Zeyn bekerja, hanya melihat pria itu duduk dikantornya, entah berkas apa yang dilihat dan dikerjakannya.

"Kau mengerjakan semua ini sendiri?" Hera tak ingin terlihat bodoh dihadapan Zeyn, apalagi kini ia tengah menyamar sebagai Angelia yang harus terlihat sempurna. "Aku akan sangat mengantuk jika sudah menghadapi berkas-berkas."

"Kadang aku juga begitu," jawab Zeyn, santai. "Tapi aku selalu bangga atas pencapaianku."

Ada setitik ide gila terbesit di benak Hera. Haruskah ia tetap menyamar sebagai Angelia dan pergi dengan Zeyn. Selalu begini, hidup rukun dan saling mencintai. Sungguh, ia hanya menginginkan hal ini. Masalah keluarga, ia bisa tetap menyembunyikannnya dari keluarga Zeyn.

"Kau pantas. Aku akan berendam dulu sambil melakukan perawatan wajah, itu adalah rutinitas yang tak bisa kulewatkan."

"Baiklah." Zeyn menoleh pada Hera, lalu tersenyum tipis. "Setelah selesai dengan urusan masing-masing, ayo jalan di pinggir pantai."

"Ok."

Hera melangkah memasuki kamar mandi, merasakan dilema dalam hati. Ia mencintai Zeyn meski pria itu brengsek karena terus mempermainkan perasaan perempuan. Entah dia benar-benar mencintai Angelia, atau sebatas terpana akan kecantikannnya.

Perempuan itu mengunci pintu, lalu menyalakan ponsel. Memanggil sang sahabat yang terdengar sebal mendapat kabar ia tengah berlibur dengan Zeyn. Ia mengerti, Sam takut Hera akan melupakan rencana awal dan mengacaukan apa yang telah mereka susun untuk membebaskan Hera dari belanggu siksaan keluarga Abigail.

"Aku sudah mendapatkan berkas yang dipalsukan itu. Dia sudah memindahkan hak kekuasaan dan mengganti bagian yang seharusnya diisi atas namaku."

"Bagus. Setelah itu katakan pada orangtuamu untuk memutus semua kerja sama dan pengalihan semua hak atas namamu." Sam berucap santai dari seberang telepon.

"Baiklah. Bisa ku atur."

"ngomong-ngomong bagaimana kau mendapatkan berkas sesulit itu?"

"Hanya memerintah sesorang. Oh iya, kau pasti sangat iri karena aku berlibur dengan Zeyn. Kau tau? Resort di sini sangat indah dan mewah, kau menyesal jika tak berkunjung."

"Aku akan sangat menyesal karena berkunjung tanpamu. Tapi tolong ingat untuk membalas budi padaku. Ups, aku tidak bermaksud mengingatkan."

Hera terkekeh mendengar tutur Sam dari telepon. Pria itu kerap kali mengingatkan tentang dirinya yang banyak membantu, tapi setiap kali ditanya, Sam hanya akan berkata permintaan itu disimpan untuk nanti.

The Loveliest Revengeजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें