30. Jangan Membenci

101 5 0
                                    


Setelah beberapa saat berteriak seperti orang gila, Nyonya Ma Keluar dari mansion, tak tahan dengan kebisingan di luar.

Zeyn bersikeras melawan satpam yang sedari tadi menungguinya, mengawasi. Namun, bagai tak mengenal lelah, pria itu terus berteriak.

"Mau apa kau ke sini, Zeyn? Bukankah kau sudah melihat Hera, dia terbaring tak berdaya seperti itu karena siapa?"

Zeyn menghembuskan nafas berat, lalu menggeleng pelan. "Tak semua kemalangan Hera itu karena saya. Tante sendiri tau, saya datang untuk apa."

"Jangan harap!" Nyonya Ma berbalik, tetapi langahnya terhenti dengar ucapan Zeyn.

"Saya tidak akan membawa dia, Tante. Saya tidak akan mengganggu kehidupan Hera ataupun anak kami, tapi sekali saja tolong izinkan saya melihat bayi kami."

Perempuan itu terdiam, seolah langkahnya menjadi begitu berat. Ia adalah seorang ibu, sosok yang amat mengerti rasanya takut kehilangan buah hati, mengerti rasa rindu pada seorang anak.

Sisi lemah perempuan itu buatnya kembali berbalik menoleh pada Zeyn, menatap wajah putus asa di hadapan.

"Baiklah. Seperti yang kau katakan, kau hanya akan melihatnya."

Perempuan itu berjalan pergi meninggalkan Zeyn dengan cepat. Bayi yang semula kini disembunyikan nya itu pada akhirnya bertemu sang Ayah. Nyonya Ma tak sampai hati, biarkan Zeyn ke sana-kemari mencari keberadaan si anak.

Tak lama, Nyonya Ma kembali muncul bersama bocah mungil dalam gendongan. Manik mata Zeyn membulat, pupil melebar, jantung berdetak cepat. Momen haru menyelimuti begitu Nyonya Ma sampai di depan gerbang.

"Hanya sampai di sini aku akan membawa cucuku. Kau bisa melihatnya."

Zeyn tersenyum, hatinya menghangat, lihat sosok mungil yang kini tengah tertidur lelap. Mata bulat itu persis seperti milik Hera, juga bibir tipis dan bentuk wajahnya. Untuk hidung, itu jelas mewarisi dari hidung bangir Zeyn.

"Siapa namanya?" Zeyn menoleh pada Nyonya Ma.

"Namanya, Xion. Dia laki-laki, tapi tidak brengsek seperti mu."

"Xion? Artinya bintang. Jadi, selama ini aku tidak salah memanggilnya Bintang."

Zeyn menelusupkan tangan di celah gerbang, hampir menyentuh pipi putra mungilnya. Namun, Nyonya Ma dengan sigap melangkah mundur, hindari jemari Zeyn.

"Tante, saya mohon. Ijinkan saya memegang pipi lembutnya."

"Kau mulai banyak permintaan, Zeyn. Pulanglah dan urus pekerjaanmu."

Zeyn mengepal geram, tetapi tak dapat berbuat apapun. Ia hanya mampu menatap Nyonya Ma yang berbalik, bawa putra kecilnya pergi, memasuki mansion.

Itu lebih baik. Bayi seumurannya tak boleh terlalu lama berada di luar ruangan, kan? Zeyn bersyukur, anaknya mendapat tempat tinggal dan kasih sayang selayaknya.

Dug!

Sam spontan menoleh ke samping saat satpam membuka kan gerbang, biarkan sebuah mobil sport hitam memasuki halaman. Jendela terbuka, menampakkan wajah congak Sam yang seolah sengaja mengejek Zeyn.

"Sam? Jadi dia tau Bintang ada di sini? Sepertinya dia berperan penting untuk hidup Hera. Tak bisa kubiarkan."



****



Rose meletakan sebuah berkas di atas meja kerja Zeyn. Sedari kemarin, pria itu terlihat cerah, setelah melihat keadaan putranya.

"Aku bersumpah, dia sangat lucu, Rose."

Tanpa diberitahu, Rose mengerti apa yang dikatakan Zeyn. Dalam beberapa bulan ini, hampir tak ada yang dibicarakan pria itu kecuali tentang Hera dan pekerjaan.

"Laporan keadaan Hera membaik. Kurasa dia akan bangun sebentar lagi."

"Itu bagus. Aku tidak sabar melihat senyumnya lagi."

Zeyn merasakan kekosongan dalam hatinya. Entah sejak kapan ia tak pernah melihat wajah tersenyum Hera. Dan kini, setiap kali berkunjung ke rumah sakit hanya buatnya merasa bersalah dan takut.

Tidurnya Hera buat Zeyn berpikir keras—mungkinkah perempuan itu akan terbangun lagi? Mungkinkah perempuan itu akan mencintai Zeyn lagi?

"Sore nanti ada kegiatan untukmu."

"Oh, ayolah. Aku ada janji, tolong jangan hari ini," keluh Rose.

"Harus hari ini. Keluarga Ma akan melakukan perempuan bisnis. Karena mereka berencana membawa Bintang, aku harus membelikan putraku pakaian dan barang-barang lucu. Jadi, kau harus membantuku, kak."

"Zeyn, aku tak akan selalu membantumu."

"Ya, tapi kali ini tolong bantu aku. Aku tidak bisa memilih barang-barang yang lucu."

Rose menghela nafas, tak mudah untuk menolak keras kepala Zeyn. Lagipula, pria yang telah ia anggap sebagai adik itu memang banyak membantunya sejak dulu.

"Baiklah. Tapi kita akan pergi dengan cepat."

"Memangnya kau mau bertemu siapa, kak? Bukanya kamu tidak punya pacar?"

Rose tersenyum canggung, lalu berbalik. "Itu kencan buta."

Pria itu terdiam termangu, ia tak pernah tau Rose memilih kisah romatiknya dengan sebuah kencan buta. Wajar, di usia yang hampir menginjak kepala tiga, perempuan itu masih betah melajang meski wajahnya selalu dipuji sebagai yang paling cantik di kantor.

Sore itu, Zeyn benar-benar pergi bersama Rose. Tujuan utama adalah membeli pakaian bayi yang elegan, mewah, tetapi tetap lucu.

"Bagaimana dengan yang ini?" Rose mengambil sebuah topi rajut berwarna merah dengan telinga kucing. Memang lucu, tapi Zeyn tak menyukai warnanya.

"Ayo cari warna lain. Warna yang lebih lembut."

Perempuan itu mengangguk, ia menepuk pundak Zeyn, menunjuk topi serupa dengan warna biru muda. Zeyn yang telah mendapatkan pakaian bayi pilihannya menuruti Rose untuk mengambil topi itu.

"Waaa ... ini sangat lucu!" Seorang perempuan dengan rambut lurus berwarna merah muda lebih cepat mengambil topi itu. Lalu berlari menghampiri pria pirang yang sangat familiar.

"Sial." Zeyn berdecak sebal, mempercepat langkah mendekati Sam yang tengah menggendong bayi mungil.

"Kenapa kau membawanya kemari?! Berikan padaku, dia adalah anakku, kau tidak ada hak untuk membawanya!"

Perempuan dengan rambut merah muda itu menatap bingung, lalu bergantian mengambil alih bayi itu dari gendongan Sam.

"Aku sudah mendapat ijin dari neneknya. Kau yang tidak ada hak untuk mendekati Xion."

"Dia anakku." Zeyn menunjuk bayi Xion dengan wajah serius. "Dan kau menyerahkannya pada perempuan asing!"

"Dia pengasuhnya. Bayi itu bahkan lebih menyukai Zeya daripada kamu yang ayah biologisnya."

Zeyn merasa tersulut, dengan sembrono Zeyn mengambil bayi itu dari gendongan Zeya. Perempuan muda itu tentu memberontak, sementara Rose coba melerai pertikaian.

"Lakukan saja sesukamu, Zeyn. Keluarga Ma hanya akan semakin membenci sikapmu ini," kata Sam dengan santai.

Rose meringis lihat bayi dengan umur muda itu direbutkan. Mungkin saja tulang rawannya terkilir. Zeyn egois, abaikan tangis ribut si kecil.

"Aku akan membawanya pergi bersamaku!"

Sam tersenyum menyeringai. "Ingat, kau berjanji pada Hera untuk memberikan hak asuh bayi itu. Dan satu lagi perjanjian, jika kau sudah menyentuh dan menggendong bayi itu, maka kau tak akan mengganggu kehidupan Hera."

Zeyn sepenuhnya sadar atas perbuatannya. Tentu Nyonya Ma akan murka dan semakin memebencinya. Namun, rasa rindu pada putranya itu tak lagi tertahan.

Tak perduli pada Sam dan Zeya, Zeyn membawa bayi itu pergi dengan cepat dan biarkan Rose mengurus semua barang belanjaannya. Ia membawa bocah itu dengan takut-takut.

"Hei sayang, ini Papa. Tolong jangan menangis lagi, ssst."

"Dia tidak akan berhenti menangis dengan cara itu, Zeyn. Mungkin dia tipe bayi yang tak menyukai gendongan sosok asing," jelas Rose yang menyusul Zeyn memasuki mobil di tempat parkir.

Perempuan itu mengulurkan botol dot yang sempat diberikan Zeya padanya. Perempuan muda itu amat mengkhawatirkan keadaan Xion.

"Sebelum menuju kediaman keluarga Ma, ayo kunjungi Hera. Dia pasti senang melihat kedatangan putranya."

Rose mengambil alih bayi itu dari gendongan Zeyn, berharap bocah itu memiliki tulang yang kuat karena terus berganti gendongan. Perlahan tangisnya menelan saat Rose memberikan dot berisi susu formula yang disiapkan Zeya untuk berjaga jika bocah itu menangis.

"Bagaimana jika anak itu dan Hera pada akhirnya sama-sama membenciku?"

The Loveliest RevengeWhere stories live. Discover now