29. Jangan Pisahkan Kita

99 6 0
                                    


Zeyn berjalan mondar-mandir di depan ruang bersalin. Hatinya tak tenang, takut, kalut, cemas, semua bercampur.

Hatinya terluka, saat dokter mengatakan bahwa bayi dalam kandungan Hera ingin datang lebih cepat melihat dunia. Zeyn tak bisa berhenti memikirkan dua sosok yang amat disayanginya itu.

"Zeyn! Apa yang terjadi?" Tuan Ma datang dengan tatapan marah, pria paruh baya itu tak bisa menahan amarah, tangan kirinya ternagkat untuk memukul.

"Pa, jangan buat keributan di sini." Nyonya Ma menahan pukulan pria itu, sementara Zeyn masih bungkam.

Rose membawanya duduk di kursi tunggu depan ruangan, menepuk pelan pundak pria itu. Ia tau, Zeyn terpukul dengan semua kejadian ini. Masih ternganga luka hati karena kepergian Hera, kini bayi mereka lahir dalam keadaan prematur.

"Zeyn, katakan." Nyonya Ma menatap dengan raut serius. "Apa yang kamu lakukan pada putri kesayangan kami, sampai dia harus seperti ini?"

"Tidak ada." Zeyn menunduk. "Bayi kami terlahir prematur."

Nyonya Ma tak bisa menahan tangis yang semakin menjadi. Zeyn panik. Jantungnya berpacu cepat, melihat wajah-wajah cemas dari mereka yang sangat menyayangi Hera.

Tak lama, Lisa dan Bambam datang dengan sedikit berlari. Bambi turun dari gendongan si Papa, lalu menghampiri Zeyn, mengusap surai hitam pria itu.

"Paman jangan sedih." Bocah mungil itu lalu berbalik pada Nyonya Ma. "Nenek juga jangan sedih."

Tersentak. Nyonya Ma hampir tak menyadari ia telah setua ini. Namun, benar apa yang bocah itu katakan, kini dirinya telah resmi menjadi seorang nenek.

Perlahan Nyonya Ma mengusap air mata, ciab tersenyum pada si kecil. "Mama belum pernah dipanggil nenek. Bocah kecil ini yang pertama. Apa Mama sudah setua itu? Mama pikir, Mama masih cantik karena Papa selalu memuji Mama."

"Tante memang cantik, sama seperti Hera. Kalian juga sama kuatnya, sama hebatnya. Jadi, saya yakin Hera bisa melewati ini," kata Lisa.

Ada sebuah perasaan dalam benak Zeyn, melihat beberapa orang yang benar-benar mengkhawatirkan Hera, mencemaskan perempuan itu. Pantas Hera pernah memiliki cinta suci dan belas kasih tak terbatas untuknya. Kini ia tau, semua itu karena Hera dikelilingi orang-orang dengan tujuan positif yang didasarkan pada rasa sayang.

Tak seperti persalinan normal, saat bayi berhasil di keluarkan, mereka masih harus menunggu beberapa jam sampai semua prosedur persalinan itu selesai.

"etes air mata Zeyn jatuh, melihat tubuh perempuan yang tertidur pulas, seolah tak pernah ingin terbangun lagi.

"Sangat lama, sampai aku bisa menyentuh pipimu kembali seperti ini." Jemari Zeyn membelai lembut pipi Hera yang masih terbaring tak sadarkan diri. "Aku tak bisa menyentuhmu, juga menyentuh bayi kita tanpa ijin. Itu semua kesalahanku, tapi apa kau tau ... aku sangat tersiksa, aku sangat menyesal."

Begitu keluarga diijinkan mengunjungi pasien, Tuan dan Nyonya Ma adalah yang pertama masuk, dan Zeyn masih di tahan di luar ruangan. Setelahnya, dua orang tua itu mengurus cucu mereka, sementara Zeyn menengok Hera. Lisa, Bambam, dan Rose memilih pulang dengan harapan Hera cepat sadar—tak semua orang dibiarkan masuk dalam ruangan itu.

"Nyonya Hera mengalami banyak pendarahan. Dia sangat tertekan hingga hormon dalam otaknya tak stabil, hal ini yang menyebabkan Nyonya Hera mungkin akan membutuhkan waktu cukup lama untuk kembali sadar."

Ucapan dokter seolah bergema dalam benak. Zeyn terpukul. Sangat. Apalagi saat keluarga Ma lebih membiarkan Sam mengurus bayi nya dan Hera, ketimbang ia sendiri.

"Bagaimanapun juga. Aku akan menunggumu, Hera!"

Tetes air mata Zeyn jatuh basahi punggung tangan Hera yang kini berada dalam genggamannya. Ia tak bermain-main dengan kalimat, Zeyn janji akan buktikan saat Hera terbangun, bahwa ialah yang berada di sampingnya setiap saat, dan masih mencintai dirinya.



****



Bagi Zeyn setiap hari adalah sama, ia menyebut itu 'Perjuangan.' Ia kembali membentuk bisnis kecil mulai dari nol, tentu dengan bantuan Rose. Di saat terpuruk, perempuan itu satu-satunya yang ada untuk memberi semangat dan nasihat pada Zeyn.

"Hera, aku datang." Zeyn berucap sembari tersenyum, menghampiri Hera yang masih menutup mata, terlelap. "Hari ini, satu bunga mawar lagi. Saat kau bangun nanti, aku akan memberikan buket yang besar. Aku janji."

Zeyn mengusap lembut poni Hera, lalu mengecup kening perempuan itu. Sudah tujuh bulan sejak kelahiran bayi mereka, tapi bahkan Zeyn masih tak tau apa jenis kelamin anaknya, bagaimana keadaan anaknya, di mana anaknya sekarang. Keluarga Ma benar-benar menyembunyikan semua data pun semua tentang bayi mereka dengan rapi dan jauh dari jangkauan Zeyn.

"Aku selalu memanggilnya Bintang." Zeyn duduk di kursi samping tempat Hera tertidur, saking fokusnya menatap wajah perempuan itu, Zeyn tak menyadari Sam yang hampir melangkah masuk, tetapi urung saat melihatnya di dalam.

"Kurasa Bintang cocok untuk nama anak perempuan atau laki-laki, jadi aku memanggilnya Bintang. Meski aku tidak pernah melihat rupanya, meski aku tak bisa mendengar tangisnya." Zeyn berhenti berucap, dadanya sesak, tenggorokan tercekat, seolah kalimat yang telah terpikir itu enggan untuk keluar. "Aku hanya ingin menggendongnya, Hera."

Cukup lama Zeyn berada di dalam, sebelumnya pria itu pada akhirnya harus pergi karena pekerjaan. Langkah terhenti di depan pintu, maniknya melebar kala mendapati Sam yang tengah terduduk di kursi tunggu.

"Kau, masih datang ke sini rupanya," sindir Sam.

"Ini rutinitasku." Zeyn balik menatap sinis pada Sam yang bernajak, mendekat padanya. "Katakan, di mana kalian menyembunyikan anakku?"

Seringai menghiasi wajah Sam, ia mendorong dada Zeyn. "Aku tidak akan mengatakan itu. Lebih baik kau menyerah dan pergi, Zeyn! Sadar dirilah. Saat Hera terbangun nanti, dia akan menikah denganku, karena kami telah bertunangan sejak lama."

"Aku tidak perduli."

Mereka tak pernah tau, dalam hati tersimpan ketakutan di masing-masing hati. Zeyn kira, Hera pasti telah berubah saat terbangun nanti, mungkin perempuan itu lupa pada perasaan yang telah lama terpendam. Berbanding terbalik dengan ketakutan Sam yang berfikir, Hera mungkin masih akan mencintai Zeyn setelah semua yang terjadi.

Drtttt drrttt!

Getar ponsel dalam saku jas hitam buat Zeyn terpaksa mengalihkan atensi dari Sam yang langsung masuk ke dalam ruangan Hera.

"Zeyn, aku menemukan mereka secara tidak sengaja." terdengar suara senang Rose dari seberang telepon. "Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Nyonya Ma dan Tuan Ma bergantian menggendong bayi itu di halaman mansion mereka."

"Bagaimana kau menemukan mereka?" tanya Zeyn.

"Awalnya aku melihat Nyonya Ma di mall, aku coba mengikuti, dan ternyata mereka memiliki dua mansion."

"Itu trik untuk mengelabuhiku, tentu saja mereka membesarkan Bintang di mansion baru mereka. Kirimkan lokasi mereka, aku akan segera datang."

Bagaimana pun juga, kini Zeyn adalah seorang ayah, ia rindu pada anaknya. Ingin melihat pipi gembul dan menimang sosok mungil itu dengan lengannya yang berotot.

Rose mengirimkan lokasi di mana mansion baru keluarga Ma berada. Menghadapi keluarga itu buat Zeyn merasa malu, tak punya muka. Namun, rasa cintanya pada Hera jauh lebih besar dan penting daripada sifat gengsi itu.

Dengan laju cepat kendaraan roda empat itu, Zeyn berhasil sampai pada tujuan dalam beberapa menit. Penjaga bersiaga meliahat siapa yang datang untuk mereka.

"Tante! Ijinkan saya bertemu Bintang! Bagaimanapun dia adalah anakku, dia adalah bagian dari jiwaku!" Zeyn berteriak, tak terima. "Tante juga tak mau kehilangan Hera, kan? Saya juga tak mau kehilangan Bintang. Biarkan aku bertemu anakku untuk beberapa menit saja. Kumohon! Buka gerbangnya!"

The Loveliest RevengeWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu