Vote sebelum baca 🌟
Perhatian Leanor terus tertuju ke William dan Sellyna yang sedang bermain di taman.
Interaksi mereka terlihat sangat akrab dan menggemaskan. William selalu menjaga Sellyna sedangkan Sellyna bermain riang tanpa mengkhawatirkan apapun.
"Mereka masih kecil tapi sudah bucin. Aku dikalahkan anak kecil." Kekeh Leanor. Sedikit iri melihat William begitu bucin ke Sellyna.
Gadis cantik itu tersentak kaget kala tubuhnya dipeluk seseorang dari belakang. "Kau mengagetkanku." Omelnya ke sang pelaku, Aiden.
"Mulai sekarang kau harus terbiasa karena aku akan selalu memelukmu setiap kali aku melihatmu, sayang."
"Yakin? Bagaimana di depan para bangsawan? Kau juga memelukku?" Ledek Leanor.
"Ya."
Alis Leanor terangkat. "Kau tidak malu?"
"Untuk apa aku malu jika memeluk istriku sendiri?" Sahut Aiden cuek.
"Iya juga sih."
Aiden tersenyum penuh kemenangan kala Leanor kalah berdebat darinya. "Ah iya, sedang apa di sini? Kenapa melamun sendirian di sini? Apakah ada yang menganggu pikiranmu? Ataukah ada orang yang menganggumu?" Tanyanya begitu perhatian.
"Tidak ada yang menganggu pikiranku," Leanor menunjuk William dan Sellyna. "Aku sedang melihat mereka bermain." Imbuhnya.
Aiden mengalihkan pandangannya ke arah yang ditunjuk istrinya. Disusul decakan pelan melihat William mengusap puncak kepala Sellyna. "Kau tahu, sayang? Aku tidak suka melihat mereka akrab tapi aku juga tidak bisa melarang mereka untuk akrab." Dilemanya.
"Kenapa tidak suka melihat mereka akrab? Bukannya seharusnya kau senang karena keponakanmu dekat dengan Grand Duke di masa depan?"
Pria tampan itu mengerutkan keningnya heran. "Kau tahu gadis kecil itu keponakanku? Kenapa kau bisa tahu?"
Leanor berdehem pelan. Benar juga. Aiden belum mengenalkan Sellyna kepadanya. Akan sangat mencurigakan jika ia mengetahui identitas Sellyna tanpa diberi tahu siapapun. "Kemarin aku tidak sengaja bertemu dengannya. Selain itu, warna rambutnya mirip dengan warna rambutmu." Alasannya.
Aiden manggut-manggut mengerti.
"Dan, kenapa dia bisa tahu aku Duchess? Aku baru pertama kali muncul di hadapannya dan dia sudah memanggilku duchess." Kali ini giliran Leanor yang bertanya.
"Aku pernah menunjukkan lukisan wajahmu kepadanya."
Leanor mengernyit heran mendengar jawaban Aiden. "Di sini ada lukisan wajahku? Kenapa aku tidak pernah melihatnya?"
"Karena aku baru membuatnya sejak kau pergi." Aiden mengecup bahu Leanor lembut sedangkan Leanor ber-oh ria.
Mereka terdiam cukup lama. Sibuk menatap interaksi William dengan Sellyna.
"Sellyna, keponakanku itu sangat imut dan menggemaskan bukan?" Nada bicara Aiden terdengar begitu bangga membicarakan keimutan keponakan perempuan satu-satunya.
"Iya. Di masa depan, pasti banyak pria yang terpesona melihatnya dan melamarnya." Kikik Leanor membayangkan masa depan Sellyna di dalam novel.
Namun, tentu saja lamaran itu berakhir menjadi tragedi karena kecemburuan William. Tidak akan ada lagi yang berani melamar Sellyna. Ditambah lagi ancaman terang-terangan dari Aiden untuk mereka yang mengincar keponakan kesayangannya.
"CK! Membayangkannya saja sudah membuatku jengkel. Sellynaku yang imut tidak boleh menikahi pria biasa. Sellyna harus menikah dengan pria yang baik, sopan, kaya raya, berkuasa, setia, tidak pernah menjalin hubungan dengan wanita lain, dan mencintainya seorang." Ungkap Aiden bersemangat.
'Rupanya dia tetap menjadi paman yang bucin seperti di dalam novel.' kekeh Leanor dalam hati.
"Bukankah William cocok dengan kriteriamu itu? Lihatlah dia. Sejak kecil sudah terlihat begitu menyukai dan menjaga Sellyna." Godanya.
"Ckck. William tidak cocok dengan Sellyna. Dia lebih kecil dari Sellyna."
"Bukankah beda umur mereka dua tahun saja?"
Lagipula, tubuh Sellyna juga lebih kecil dan pendek dibandingkan William.
Meskipun umur Sellyna sudah 11 tahun, namun tubuh dan tingginya tak seperti anak usia 11 tahun pada umumnya.
Tubuh dan tingginya terlihat seperti anak usia 8 tahun. Hal itu terjadi karena pertumbuhan Sellyna terhambat akibat kekurangan gizi.
Sellyna tinggal di panti asuhan selama 9 tahun.
Di panti asuhan, Sellyna hanya makan seadanya. Terkadang, Sellyna bahkan tidak makan karena panti asuhan begitu miskin dan tidak memiliki sponsor.
Memikirkan hal itu, Leanor menjadi bersimpati ke Sellyna dan bertekad akan membuatkan banyak makanan bergizi untuk gadis kecil itu.
Leanor ingin Sellyna tumbuh dengan baik.
"Tetap saja umur mereka berbeda. Sellyna harus menikah dengan pria yang usianya lebih tua supaya pola pikir pria itu dewasa dan tidak menyusahkan Sellyna." Bantah Aiden.
"Kedewasaan seseorang tidak bisa diukur dari umur. Kematangan mental lah yang membuat seseorang menjadi dewasa."
"Contohnya sepertimu, usia sudah dewasa tapi tingkahmu seperti anak kecil. Kau mencurigaiku di saat aku sudah berkata tidak akan pergi lagi, menendang pintu sembarangan, dan membuatku terluka." Celetuknya mengungkit kesalahan Aiden, membuat pria itu meringis.
"Maaf, sayang."
"Maaf saja tidak cukup. Lihatlah ini. Perbuatanmu meninggalkan luka di kening dan hidungku." Menunjuk kening dan hidungnya bergantian.
Aiden melepaskan pelukannya. Kemudian, berdiri di hadapan Leanor sembari membelai pelan pipi sang istri. "Kau boleh melukai wajahku juga sebagai balasannya." Tuturnya tanpa merasa keberatan sedikitpun.
"Aku akan menerimanya dengan senang hati jika hal itu mampu membuat kekesalanmu menghilang, sayang."
Bersambung...
2/5/23
Jangan lupa tinggalkan jejak ~,~
KAMU SEDANG MEMBACA
I Become A Duchess
FantasyKekayaan, ketenaran, dan kebahagiaan. Semuanya dimiliki oleh Natha. Akan tetapi, sayangnya ada saja orang yang membencinya dan nekat membunuhnya. Akibatnya, Natha mengalami transmigrasi ke dalam novel bacaannya. Lebih parahnya lagi, Natha menjadi...