Vote sebelum baca 🌟
Berbagai macam pertanyaan muncul di dalam pikiran Leanor akibat kejadian kemarin. Dimana jiwanya sempat kembali ke tubuh aslinya.
"Mungkinkah jiwaku bisa kembali kalau 'aku' yang di sini meninggal dunia?" Gumamnya.
"Haruskah aku mencobanya?"
Ia tidak terima mati begitu saja. Ingin kembali ke tubuh aslinya supaya bisa menghancurkan nama baik Angela dan menyeret rubah licik itu ke dalam penjara.
Bibirnya tersenyum penuh arti kala menangkap keberadaan pisau. Meraih pisau itu dan menyayat tangannya tanpa ragu.
Apapun akan dia lakukan untuk membuktikan dugaannya. Tak masalah bagaimana akhirnya nanti karena ia tak punya sesuatu untuk disesali selain membiarkan Angela hidup bahagia setelah merampas kehidupannya.
"Leanor! Apa yang kau lakukan?!" Aiden mendadak muncul, merampas pisau dalam genggaman Leanor, dan melemparkannya sembarangan arah.
Raut wajahnya tampak begitu murka, rahangnya mengeras, dan tatapannya sangat tajam.
Pria itu semakin marah melihat raut wajah polos Leanor. "Apakah kau sudah gila?!" Bentaknya seraya mengguncang kuat tubuh istrinya.
Leanor tertawa kecil. "Mungkin?" Sahutnya santai sehingga membuat Aiden menatapnya tak percaya.
Aiden menghela nafas gusar. Kemudian, menghentikan pendarahan di pergelangan tangan Leanor.
"Apa yang membuatmu mencoba mengakhiri hidupmu sendiri?!" Tanya Aiden dingin. Namun, Leanor mengabaikan pertanyaannya.
"Apakah aku melakukan kesalahan tanpa kusadari?" Tanya Aiden lagi.
"Katakanlah kepadaku apa salahku supaya aku bisa memperbaikinya!" Tegasnya.
Leanor berdehem pelan. "Kau tidak melakukan kesalahan apapun. Aku melakukannya karena ingin memastikan sesuatu."
"Sesuatu apa?!" Sahut Aiden kembali ngegas.
"Rahasia. Intinya itu sesuatu yang sangat penting bagiku."
Mata Aiden menyipit curiga. "Apakah kau mencoba menguji cintaku?"
Tatapan tak terbaca Leanor membuatnya menghela nafas panjang. Bingung harus melakukan apa ke Leanor yang selalu membuatnya resah. "Kau tidak perlu menguji perasaanku, sayang. Aku sangat-sangat mencintaimu. Hanya kau lah yang kucintai di dunia ini." Tandasnya.
Duke tampan itu mengelus pipi Leanor lembut. "Jangan pernah melakukan hal bodoh lagi atau aku terpaksa mengikat tanganmu selamanya," ucapnya pelan tapi mengintimidasi.
****
Tingkah impulsifnya hari itu membuat Aiden menjadi protektif.
Aiden menempatkan banyak pelayan di dekatnya.
Para pelayan memantau semua pergerakannya dan melaporkannya ke Aiden sehingga ia terpaksa mengurungkan niatnya untuk melakukan eksperimen.
Namun, di lain sisi, dia sangat ingin melakukan percobaan. Akan tetapi, takut ketahuan Aiden mengingat ancaman pria itu sangatlah serius. Bukan omong kosong belaka.
Leanor berdecak kesal. Menyeruput tehnya geram dan mengumpat pelan. Nyaris tak bisa didengar. "Shit!"
"Kau mengatakan sesuatu, sayang?" Celetuk Aiden sembari mengalihkan pandangan dari berkasnya.
Leanor tersenyum sok polos. "Tidak."
Aiden ber-oh ria. Lantas, kembali sibuk bekerja.
"Aku heran." Cetus Leanor secara tiba-tiba.
"Heran kenapa?"
"Heran melihatmu selalu berada di dekatku. Apakah kau tidak mempunyai pekerjaan lain?" Aiden menempelinya seperti lintah.
"Tentu saja punya, tapi berada di dekatmu lebih penting daripada itu. Aku takut kau melakukan hal bodoh lagi."
Wajah Leanor tertekuk kesal mendengar sindiran Aiden.
"Ah iya, bagaimana dengan para penjahat yang mencelakaiku? Kau sudah menangkap mereka dan menemukan dalang sebenarnya?"
Sebelumnya, Leanor pernah menyuruh Aiden untuk menyelidiki Tiffany. Gadis itulah yang paling berpotensi menjadi pelaku utama karena para penjahat mengincarnya tepat setelah mempermalukan Tiffany di hadapan semua orang.
"Tenang saja, sayang. Aku sudah membereskan mereka semua. Mereka tidak akan bisa menganggumu lagi." Sahut Aiden seraya tersenyum kalem.
"Jadi, benar Tiffany pelakunya?" Tanya Leanor memastikan.
"Iya."
"Dimana Tiffany sekarang? Dan, apa hukuman yang didapatkannya? Apakah dia dikeluarkan dari keluarga, dituntut, atau dibuang ke tempat pengasingan?" Tanya Leanor kepo.
Aiden menggeleng gemas. "Tebakanmu salah semua, sayang."
Leanor mengernyit heran. "Lantas, apa yang terjadi kepadanya?"
Pria itu menyeringai senang. "Mati."
"Hah?"
"Aku membunuhnya supaya tidak menganggumu lagi di masa depan. Aku rasa, hukuman terlalu ringan untuk kesalahan besarnya."
Leanor melongo kaget mendengar jawaban mengejutkan suaminya.
'Tiffany mati di tangan Aiden?'
'bukankah ini berarti aku sudah terlepas seutuhnya dari alur cerita?' batinnya senang.
Bersambung....
13/5/23
KAMU SEDANG MEMBACA
I Become A Duchess
FantasyKekayaan, ketenaran, dan kebahagiaan. Semuanya dimiliki oleh Natha. Akan tetapi, sayangnya ada saja orang yang membencinya dan nekat membunuhnya. Akibatnya, Natha mengalami transmigrasi ke dalam novel bacaannya. Lebih parahnya lagi, Natha menjadi...