empatbelas

14 3 0
                                    

Raka masih setia mengulurkan tangan nya meskipun belum di respon oleh Jani. "Masih kuat buat berdiri gak?" Tanya lelaki itu.

Jani yang masih terkejut di tempatnya jatuh pum merespon dengan gelengan kepala yang kaku.

"Kalo gitu kenapa uluran tangan aku gak kamu respon." Lagi lelaki itu berbicara. Masih mengulurkan tangan nya.

Jani tersadar lalu dengan ragu menerima uluran tangan itu. Lalu dengan susah payah Jani berdiri kakinya yang luka terasa perih ketika di paksa untuk berdiri.

Laki-laki itu membawa Jani duduk di kursi beberapa meter di tempat Jani jatuh tadi. Jani mengikuti dengan langkah terseok-seok. Ketika sudah berada di kursi Jani langsung terduduk.

"Makasih, Raka."

Raka yang merasa pun hanya mengangguk lalu pandangannya jatuh pada luka di lengan Jani, merasa ngeri pasalnya goresan tadi mengeluarkan darah meskipun tak terlalu banyak.

"Tunggu disini sebentar." Raka pun pergi tanpa melihat respon Jani.

Jani yang di tinggal sendiri hanya memandang punggung kecil Raka yang kian menjauh. entah laki-laki itu akan kemana Jani tidak tahu dirinya hanya diam saja menunggu seperti apa yang Raka pesankan barusan.

Jani masih tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi. Lelaki itu tiba-tiba saja ada di sini membantu nya. Sedang apa pula lelaki itu disini.

Ketika sedang larut dalam pikirannya sendiri Jani di kejutkan kembali oleh suara.

"TEH JANI!"

Jani menoleh matanya melebar hingga kebukaan maksimal ketika melihat siapa orang yang barusan memanggil. Ini takdir ngasih kejutan double kill sama Jani. Kekagetan ketemu Raka saja belum sirna sekarang di tambah ketemu adeknya.

Cia menghampiri Jani. Lalu bertanya kembali. "Ini beneran Teh Jani yang sempet jadi calon Teteh ipar aku bukan sih?"

Jani yang mendengar itu merasa lucu sendiri. "Hallo Cia."

"Ini mah beneran Teh Jani, ya!" Cia berseru. Jani hanya tersenyum saja Cia ternyata masih tetap lucu.

"Iya ini Teh Jani," sahut Jani. "Sini duduk, Ci."

Lantas Cia pun duduk di sebelah Jani.

"Teteh apa kabar."

"Alhamdulillah, baik. Kamu sendiri gimana? Makin tinggi aja ih kamu ngalahin Teteh."

"Cia juga baik, Teh. Iya nyaeta aku sampe hampir sepantar sama Aa," balas Cia. "Sumpah Cia gak nyangka bisa ketemu Teteh disini. Teteh ada apa gerangan kok bisa ada di Bandung? Bukanya Teteh sekarang lagi gawe di jekate ya? Apa agenda liburan aja?" Cia nanya bertubi-tubi.

"Cia nanya nya satu-satunya."

"Hehe, aku saking eksaitid nya ketemu sama Teteh jadi begini." Cia ketawa. Dan tawa itu menular kepada Jani. Anak itu dari dulu selalu bikin mood.

"Teteh ada kerjaan di Bandung, Ci." Jani akhirnya menjawab.

"Kerjaan apa, Teh, kok bisa nyampe ke Bandung."

"Shooting film."

"Wah Teteh aktris? Tapi naha ning aku jarang liat Teteh di tipi."

"Bukan. Teteh Produser. Teteh kerja di balik layar."

Cia langsung membentuk bibirnya jadi 0. Lalu tersadar akan sesuatu. "Eh bentar deh, Teteh kan ada projek syuting disini. Syuting di daerah mana aja btw."

Jani berpikir sebentar. "Em pertama di Braga, kedua di alun-alun terus yang terakhir kemarin di Villa yang Teteh tempatin. Kenapa emang?"

"Teteh pernah syuting di Braga?" Cia bertanya heboh. Jani mengangguk.

Meet AgainWhere stories live. Discover now