delapanbelas

18 4 0
                                    

Jani sudah berada di Villa sekarang. Setelah menuntaskan semua kegiatannya di rumah jani kembali ke Villa Indah dan diantarkan oleh Papa. Dan kue hasil buatan dirinya dan Mama pun sudah ia kemas rapih dan di simpan di dekat koper.

Kini semua kru sudah berkumpul di luar Villa dan duduk di teras sembari menunggu Dewa mengembalikan kunci Villa pada pemiliknya.

Jani memandang kembali sekeliling Villa, menghela nafas. Entah kenapa rasanya sedih sekali meninggalkan Bandung secepat ini. Yah, meskipun nanti dia bisa bertandang kembali kesini jika waktu luang. Apalagi sekarang hubungan dengan Papa sudah membaik. Namun tetap saja Jani merasakan sesuatu yang hilang itu seperti semakin dalam merasukinya, kendati demikian Jani tidak tau harus di cari kemana arti yang hilang itu.

Di sela-sela melamun Jani kembali memikirkan Raka. Sedang apa lelaki itu sekarang? Jani jadi ingat dirinya kali ini tak bertemu dengan lelaki itu. Hah! Mengapa di hari terakhirnya di Bandung dia malah tak bertemu dengan Raka. Jani ingin sekali pamit pada lelaki itu namun apalah daya keinginannya tak mungkin terrealisi.

Kini Jani berharap lelaki itu datang sendiri kepadanya. Menemuinya sebelum Jani benar-benar pergi dari sini dan tak akan melihatnya lagi. Namun kembali lagi pada realita, itu tidak mungkin terjadi. Bagaimanapun Jani bukan lagi prioritas Raka. Karna kini Raka sudah memiliki kekasih baru. Jani di buat kembali mengingat ketika dengan mata kepalanya sendiri melihat Raka pergi dengan perempuan yang tak Jani kenal. Sakit sekali ternyata. Tentu saja sakit, loh wong Jani-nya saja masih ada rasa sama Raka. Tapi well, meskipun begitu Jani tak bisa berbuat apa-apa dirinya hanya bisa meratapi nasib saja.

"Jani, ayo kita naik ke Bus sekarang, udah mau berangkat." Yurin menyadarkan Jani dari lamunannya.

Lalu keduanya pun segera berjalan kearah bus. Yang lain sudah duduk manis di dalam. Hanya Yurin, Dewa dan Jani saja yang belum naik. Tentu karna mereka termasuk pemimpin jadi harus terakhir karna harus memastikan semuanya sudah masuk ke dalam Bus tanpa tertinggal.

Yurin sudah naik, diikuti oleh Jani namun sebelum kakinya menaiki tangga masuk Bus, Jani menyempatkan diri memandang ke arah pintu gerbang sekali lagi, hatinya mencolos. Mengharapkan apa dirimu ini Jani. Lelaki itu tak mungkin datang kesini menemuimu.

"Kenapa, Jani? Masih ada yang ketinggal?" Dewa bertanya, Jani menoleh ke belakang, lupa bahwa di belakang masih ada Dewa.

"Eh, nggak. Maaf ya, jadi ketahan disini gegara gue berhenti." Jani segera masuk dan mendudukan diri di sebelah yurin. Dewa di belakangnya mengikuti. Dan duduk di seberang Jani.

Posisinya persis seperti ketika mereka berangkat dari Jakarta. Tujuannya agar jika ada yang tertinggal masih bisa di sadari.

"Gak ada ketinggal kan? Semuanya sudah naik?" Kata Dewa mengecek ulang takut ada yang tertinggal. Elah, si Dewa kayak lagi wisata aja.

"Sudah lengkap," sahut yang duduk paling belakang.

"Oke karna semuanya sudah lengkap ada baiknya kita berdoa dulu sebelum memulai perjalanan. Berdoa sesuai kepercayaan masing-masing. Berdoa mulai." Jeda sejenak karna semuanya sibuk berdoa. "Selesai."

Bus pun melaju meninggalkan daerah Villa Indah. Jani duduk dengan perasaan yang tidak karuan. Jani hanya bisa pasrah ketika Bus benar-benar meninggalkan kawasan Villa dan bergabung dengan kendaraan lainnya di jalan raya. Harapannya benar-benar pupus. Raka benar-benar tak menemuinya.

Jani membiarkan perasaan sesak mengerumuni membuat hatinya lamat-lamat kian nyeri. Mungkinkah pertemuannya kemarin adalah pertemuan terakhir yang entah kapan akan kembali terulang? Jika iya, Jani seharusnya cukup senang karna hari kemarin dirinya dan lelaki itu bertukar kalimat. Namun rasanya sulit untuk merasa senang karna kenyataannya semuanya terasa tidak cukup. Biarlah kalian berpikir Jani lebay atau apalah itu. Jani tak peduli intinya dirinya sedih sekarang.

Meet AgainWhere stories live. Discover now