dua lima

13 4 0
                                    

"nanti malam ke karnaval, yuk." Jani berujar ketika dirinya sudah mendudukan bokong di kursi sofa. Tepat di samping Raka.

Raka menoleh sebentar. Lalu pandangannya ia alihkan kembali ke arah layar kaca yang sedang menampilkan acara masak-memasak.

"Dimana?"

"Di daerah deket kantor aku. Sebenarnya karnavalnya udah buka dari awal bulan. Tapi aku belum ada waktu kesana. Terus gak ada temen juga. Jadi mumpung sekarang ada waktu terus juga ada kamu, jadi sekarang aja, sekalian kamu bantu aku ngabulin wishlist karnaval bareng someone." Jani mengambil satu cookies di atas meja. Cookies itu adalah pemberian dari Bunda Raka yang sempat Raka bawa dari Bandung kala itu.

"Boleh. Tapi nanti kamu keganggu gak? Soalnya kan besok harus kerja lagi."

"Nggak apa-apa sih, kan masih besok."

"Yaudah, hayuk."

Jani mengangguk lalu merebahkan kepalanya di paha lelaki itu. Raka kaget namun tak memberikan penolakkan. Ia kembali memfokuskan indra penglihatannya pada layar kaca. Kini layar kaca itu sedang menampilkan seorang koki handal sedang meracik bumbu untuk ikan yang sudah di persiapkan.

Di posisinya sekarang Jani bisa memandang wajah Raka dari bawah. Diperhatikannya setiap inci dari wajah lelaki itu. Matanya yang sipit seperti orang asia timur, wajar karna Raka memiliki darah China. Mata Jani beralih pada Hidung lelaki itu, mancung sekali. Bahkan hidung Jani saja tidak semancung itu. Kalau di bandingkan dengan Raka, Jani terbilang pesek. Namun tak apa meskipun pesek, Raka pasti tetap menyukainya. Lalu pandangannya beralih pada bibir lelaki itu. Bibirnya tipis namun berisi, dan tampak seksi disaat yang bersaman. Jani jadi berpikir, bagaimanakah rasanya jika bibir itu menciumnya? Astaga. Jani segera menyadarkan pikirannya. Bisa-bisanya ia berpikir kotor seperti itu. Bahkan semasa pacaran dulu pun keduanya tidak pernah melakukan silaturahmi bibir. Paling mentok hanya cium pipi atau kening. Itupun jarang. Bisa di bilang pacaran mereka dulu itu termasuk pacaran yang sehat, di era gempuran kecup sana kecup sini raba sana raba sini. Keduanya tak pernah melakukan adegan seperti itu, menjijikan. Bisa-bisa sebelum terjadi malah keburu di sidang sama Bunda Wini dan Mama Bella.

Dengan kesadaran penuh Jani mengangkat tangannya untuk menyentuh pipi lelaki itu. Merasakan tangan kecil itu menyentuh wajahnya Raka pun menunduk. Da untuk kesekian kalinya netra keduanya bertemu.

"Kamu kayak orang China banget." Begitu kata Jani dengan tangan masih di posisi yang sama.

Raka tersenyum-senyum. "Kan memang ada turunan China nya, Jani."

"Aku tau."

"Terus kenapa nanya."

"Aku gak nanya, cuma menyuarakan isi hati aja." Jani menyanggah. "Kayaknya kamu ngambil semua gen dari Bunda, ya. Kamu gak begitu mirip sama Ayah kamu." Tangan Jani sudah melepaskan diri dari pipi Raka.

"Kalo Ayah denger kamu ngomong gitu, siap-siap kamu di blacklist dari calon mantu." Raka terkekeh membuat Jani heran.

"Kok gitu?"

"Ayah gak suka kalo ada yang ngomong aku gak mirip beliau. Meskipun kenyataannya aku ini memang mirip Bunda."

"Oh, begitu." Jani ber-oh-ria. "Mengherankan juga kenapa bisa kamu cuma mirip Bunda, padahal kan Bunda sama Ayah bikinnya berdua."

Raka meledakkan tawa tepat ketika Jani menyudahi ucapannya. "Bahasa kamu apa banget. Bikin. Emangnnya bikin adonan?"

"Lho kan emang bener, kamu itu dulu nya di bikin dulu kan. Prosesnya panjang banget dari malam hingga ke pagi buta." Jani malah semakin frontal membuat Raka tak kuasa lagi menahan tawanya.

Meet AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang