dua satu

15 5 0
                                    

Cukup lama mereka berpelukan tanpa memedulikan sekitar. Lebih tepatnya hanya Raka yang memeluknya, sedangkan Jani masih belum bereaksi apapun.

"Raka.." akhirnya Jani bersuara.

"Iya." Raka menjawab namun masih belum melepaskan dekapannya.
Jani yang berada di dekapan Raka berusaha untuk menetralkan degup jantungnya. Jujur saja Raka bilang 'iya' nya kelewat alus. Jani jadi salting. Sudah lama dia gak denger Raka ngomong manis begitu.

"Ini.. maksudnya apa?" Jani bertanya membuat Raka melepaskan pelukannya.

Namun Raka masih belum mengatakan apapun dirinya memandang Jani lebih dalam.

"Raka?" Jani menyadarkan lamunan Raka.

"Kenapa?" Raka menjawab.

"Kamu kenapa ada di sini?"

"Panjang ceritanya."

Jani diam sebentar, masih terkejut dengan apa yang sudah terjadi kali ini. Nampaknya keterdiaman jani membuat Raka heran

"Anjani?"

Jani tersadar. Lalu katanya, "kita ngobrol di luar aja. Jangan disini."

Lalu Jani berjalan mendahului disusul oleh Raka dibelakangnya. Sebelum benar-benar pergi Jani menyempatkan diri berpamitan pada Nita.

"Nit, kalo ada yang nanyain, bilangin gue keluar bentar."

"Siap," jawab Nita lalu pandangan nya berlaih pada Raka. Nita heran. Namun Raka malah tersenyum.

Keduanya pun berlalu dari sana. Jani membawa Raka ke taman belakang yang dekat dengan kantin kantor. Karna di sana adalah tempat paling nyaman jika ingin mengobrol. Tempatnya juga lumayan sepi. Mengingat jarang sekali para pegawai pergi kesana. Apalagi jam kerja.

Keduamya kini sudah berada di taman, duduk di kursi panjang bersebelahan.

"Jadi gimana ceritanya kamu ada disini?" Jani mengawali agak terbata. Jujur saja Jani merasa canggung.

"Panjang ceritanya kamu mau dengerin semuanya apa garis besar nya aja?"

"Semuanya."

"Oke." Raka menghela nafas dulu sebelum biacara. Memandang sebentar cewek yang ada di depannya lalu tersenyum tanpa sadar. "Berawal dari kita ketemu di Bandung kala itu. sejujurnya aku kaget banget bisa ketemu lagi sama kamu. Ku pikir setelah kita putus, aku gak akan pernah ketemu lagi sama kamu. Tapi ternyata aku salah. Jujur, saat kita ketemu di Braga waktu itu, aku pengen banget nyamperin kamu, terus bilang kalo aku kangen banget sama kamu. Tapi untuk beberapa hal aku gak bisa, karna kisah kita berakhir sudah lama banget, akan sangat cringe banget kalo aku tiba-tiba datang-datang langsung bilang gitu. Lalu setelah itu kamu tau sendiri, aku lebih milih menghindar. "

Raka diam sebentar melirik ke arah Jani. Jani masih setia mendengarkan, tak ada niatan memotong barang sedkitpun.

"Lanjut." Jani berkata bingung karna Raka tak melanjutkan ceritanya.

"Kamu yakin mau denger ceritanya? Yang barusan itu baru awal aja ceritanya masih panjang soalnya. Bisa makan waktu, kamu bisi mau kerja."

"Gak apa-apa, aku bisa kabarin yang lain kalo aku gak ikut ngawasin sekarang. Lagian tugas ku kali ini cuma ngebantu doang pengeditan, bisa di serahin dulu tugasnya sama yang lain. Kamu lanjut aja ceritanya."

Raka mengangguk paham. Lalu melanjutkan ceritanya. "Setelahnya aku gak berpikir kita bakal ketemu lagi terus-menerus sampe empat kali dalam empat hari. Dalam dua kali ketemu aku menghindar lagi. Tapi di hari ketiga kamu manggil aku. Kamu nyapa aku. Aku kaget, gak nyangka juga kamu bakal manggil aku lebih dulu. Kalo boleh tau kenapa kamu manggil aku saat itu, Jani?"

Meet AgainWhere stories live. Discover now