20a. Arti Teman

73 18 2
                                    

Kaget ada notif Denting update?
Sama. Aku juga 🖤

Sesampainya di rumah Aldo, Noor mengamati ekspresi ketakutan pada wajah teman-teman ceweknya dan wajah pucat paci Aldo yang terlihat jelas. Keputusan untuk membawa serta Yara dan Andy adalah pilihan tepat. Dalam setiap masalah, diperlukan bantuan orang lain agar cepat terselesaikan.

“Jadi, siapa cewek yang tadi nangis?” tanya Noor membuka pembicaraan.

Liora menghela napas. “Nggak ada yang nangis.”

“Aldo tadi pingsan,” lapor Lizzy mengumumkan hal yang menurutnya penting, setidaknya penting menurut isi hatinya.

Persahabatan para cowok memang harus diacungi jempol, Noor, Yara, dan Andy langsung mengamati Aldo menuntut penjelasan. Sekali mereka mengecek suhu di kening Aldo. Serta meremas bahu Aldo untuk memastikan temannya baik-baik saja.

“Ah, lo kelihatan baik-baik saja,” cetus Yara meremehkan sambil cengegesan. Mencoba melucu, tetapi tak ada yang tertawa.

“Ini bukan situasi yang tepat untuk bercanda,” sahut Aldo dengan suara serak dan wajah tegang. “Gue sepertinya dihantui oleh Kulina atau mungkin efek Dark Game yang gagal jadi dikejar-kejar hantu. Entahlah. Gue benar-benar ketakutan semalam.”

Dark Game?” Andy tak mengerti.

“Lo cerita ke kita sejak awal dong,” timpal Yara.

Dark Game itu hal yang tadi Aldo sebut juga di telepon. Kalian itu sebenarnya ngomongin apa, sih?” tambah Noor dengan cemberut. Ia merasa sedikit tersinggung ketika tahu teman-temannya membicarakan hal sama, tetapi hanya ia, Andy, dan Yara yang tak mengerti.

Dark Game itu sebuah buku,” ujar Liora memulai berbicara dengan perasaan cemas, khawatir melibatkan banyak orang, dan berujung semakin bertambah masalah. Namun tatapan Lizzy dan Aldo meyakinkannya untuk melanjutkan cerita.

“Buku itu menjelaskan 13 game, sesuai namanya, permainan ini sangat berbahaya dan menyangkut nyawa sebagai taruhan. 13 game itu, yaitu Cigarette Game, Elevator Game, Calling A Spirit With Birth Date, Pentagram for Appear, Congklak Maut, Gasing Mair, Never Ever, Lingkaran Ouyar, Jerat Cahaya, Petak Umpet Berdarah, Dimensi Cermin, Devils Triangle, dan Jumpscare.
Aldo udah pernah coba Cigarette Game. Gue yang salah karena menggagalkan saat Aldo masih proses melakukan game, efeknya game itu memunculkan ketakutan terbesar di hidup kita. Ini dugaan berdasarkan pengalaman. Gue pikir mungkin kita bisa memainkan salah satu game itu bareng untuk memanggil Kulina. Kita harus tahu penyebab dia meninggal, kan?”

“Liora!” tegur Lizzy. Ia terlalu terkejut Liora mengatakan hal itu. Hal yang seharusnya tidak boleh diputuskan tergesa-gesa begitu saja.

Sementara Aldo hanya menghela napas, sudah mulai terbiasa dengan sikap impulsif Liora yang kelakuannya tak beda jauh dengan dirinya. Nekad.

“Seharusnya kalian cerita ini sejak awal. Sudah berapa lama kalian bahas ini diam-diam? Ah, percuma gue, Yara dan Andy tahu, nggak mengubah keadaan. Gue juga udah menyampaikan di telepon soal tanda tangan Mellisa. Kemungkinan besar yang kirim surat misterius ke lo itu si Mellisa,” jelas Noor sambil mendorong kacamatanya ke pangkal hidung.

“Engga.” Andy akhirnya angkat bicara. Wajahnya terlihat seputih kertas. “Gue enggak mau ikut permainan berbahaya seperti itu.”

“Betul. Gue juga nggak mau ikutan. Kalau gue mati gimana? Gue masih mau berangkat ke sekolah supaya dapat uang jajan,” timpal Yara.

“Gue ngerti kalau kalian menolak kayak gini, tetapi kita kan teman. Gue berharap besar kalian mau membantu,” kata Aldo mencoba membela Liora.

“Justru karena kita teman, harusnya lo bisa mengerti. Lo mau ngajak kita mati bareng?” tanya Andy jelas kesal.

“Gue akan jamin kalian nggak mati.”

“Apa jaminannya, Al? Sekarang aja lo dikejar-kejar hantu! Lo aja nggak bisa menyelamatkan diri sendiri, gimana mau menyelamatkan kita dari bahaya habis main Dark Game?”

“Duh, kok kalian malah ribut, sih?” keluh Liora.

Setelah Liora berbicara, semuanya memilih diam. Ada yang sibuk menekuri keramik lantai dan ada yang memilih membuang muka. Atmosfer berubah menjadi tak nyaman. Hingga akhirnya Andy memutuskan berdiri, hendak berpamitan pulang dan Yara juga meniru.

“Bisa gak sih kalian tenang dulu?” tegur Noor sebelum kedua temannya itu pergi. Lalu, kepalanya menoleh ke Liora. “Lo gila kali ya ngajak kita main tiba-tiba gini? Kita aja baru tahu hal ini sekarang. Menurut gue, sebaiknya kita cari tahu tentang Mellisa dulu. Apa kira-kira maksudnya dia kirim surat begitu.”

Aldo membenarkan ucapan Noor. Ia tak enak hati sudah menyembunyikan sebuah rahasia ke teman-temannya, lalu tiba-tiba menyetujui Liora untuk mengajak bermain permainan berbahaya. Seharusnya ia menceritakan ini sejak awal.

“Gimana kalau kita atur pertemuan sama Mellisa aja?” cetus Lizzy.

Aldo menjentikkan jari. “Ide yang tepat. Sebaiknya Liora ajak Mellisa ketemu, atau salah satu dari kita. Gue penasaran apa maksud Mellisa kirim surat begitu ke Liora. Untung Yara udah mencari tahu, hebat banget, sih.”

Mendengar Aldo memuji kerja kerasnya, Yara kembali duduk yang diikuti dengan Andy. Sementara Aldo merasa senang temannya itu masih mau mendukungnya menuntaskan misteri.
Di rumah Aldo, mereka berdiskusi tentang strategi yang akan dilakukan. Meski Andy dan Yara masih berat hati ikut bermain, tetapi mereka jelas mendukung proses mengungkap misteri kematian Kulina.
Percakapan hari itu meyakinkan Liora untuk menyapa Mellisa lebih dulu keesokkan harinya di sekolah.

Liora sengaja menghampiri kelas Mellisa seusai bel istirahat berdering. Mellisa yang melihat Liora langsung terbelalak. Ia mencoba menghindar, tetapi Liora langsung menghadang jalannya.

“Ada yang perlu gue bicarakan,” kata Liora.

Kehadiran Liora menarik mata murid-murid di kelas X-1. Sudah menjadi rahasia umum, jika kakak kelas sampai datang ke tempat adik kelas berarti ada sesuatu yang penting. Jika kakak kelas cowok menghampiri adik kelas cewek berarti berpotensi ada hubungan khusus, seperti pacaran. Namun jika kakak kelas cewek menghampiri adik kelas cewek berarti ada keributan, terutama karena nama Liora sudah terkenal sebagai dalang pembunuhan Kulina, maka bisik-bisik murid begitu kentara membahas hal tersebut.

“Ada apa?”

“Ayo, kita makan siang bareng. Ada yang perlu gue bicarakan sama lo.”

Mellisa menggeleng. “Kalau ada yang perlu lo bicarakan, bisa dikatakan di sini.”

“Lo yakin gue bicara di sini?” tanya Liora menantang balik.

Suara bisik-bisik semakin ribut membuat Mellisa celingak-celinguk khawatir. Akhirnya mau tak mau, Mellisa mengiyakan ajakan makan siang kakak kelasnya itu.
Dengan langkah berat, Mellisa mengekori Liora yang sudah berjalan ke kantin lebih dulu.
Setelah itu, murid lainnya juga segera membubarkan diri dan menuju kantin. Karena jam istirahat hanya sejenak, harus dimanfaatkan sebaik mungkin.

Setelah mendapatkan pesanan dua porsi mie gorengnya, Liora duduk berhadapan dengan Mellisa. Cewek itu sesekali melihat ke berbagai arah. Jelas tak nyaman. Beberapa murid juga ada yang mengamati mereka sambil makan, sisanya lebih peduli mengisi perut dibanding menyaksikan drama.

“Gue udah tahu semuanya,” kata Liora pelan, nyaris berbisik.

Cieee ...  penasaran gk nih
sama part selanjutnya?
Komen dong, kalau masih ada yg setia nungguin Denting 🖤

DENTINGWhere stories live. Discover now