20b. Arti Teman

69 14 8
                                    

Enjoy guys 🖤

Mellisa mengusap tengkuk. "Tahu apa?"

"Kenapa lo kirim surat itu ke gue?" tanya Liora masih dengan nada suara rendah untuk memastikan hanya Mellisa yang mendengar pertanyaannya.

"Surat apa? Gue nggak kirim surat apa pun," sanggah Mellisa sambil menghindari kontak mata.

"Sebenernya apa hubungan lo sama Kulina? Kalian pernah punya masalah? Atau rebutan cowok?"

Mellisa sama sekali tidak menyentuh mie goreng yang telah ditraktir Liora. Cewek itu menggeliat gelisah di tempat duduk. Sesekali ia menggesar posisi tubuhnya sedikit ke kiri dan kadang ke kanan. Mellisa juga lebih sering memalingkan wajah dibanding menatap Liora yang sedang mengajaknya mengobrol.

Liora mulai mengerti bahwa selain tak nyaman, Mellisa juga sedang berpura-pura tidak tahu. Ia jelas berbohong. Namun, Liora berusaha menenangkan diri dan tetap bertanya baik-baik.

"Mellisa, sebenarnya legenda apa yang lo maksud di surat itu? Gue benar-benar nggak paham."

"Sejujurnya, gue juga nggak paham apa yang sedang lo bicarakan," sahut Mellisa defensif.

Cukup sudah, pikir Liora. Cewek itu benar-benar tidak mau diajak bekerja sama dan memilih berbohong. Pasti ada sesuatu yang sengaja ia sembunyikan, hingga khawatir orang lain tahu. Sesuatu yang mungkin bisa membantunya mengungkap misteri yang terjadi.

Setelah makan siang itu, Liora menghampiri Aldo untuk mengajaknya berkumpul usai pulang sekolah. Setelah cowok itu menyetujui, Liora mengajak Lizzy juga. Sementara Aldo mengajak ketiga temannya. Aldo menyepakati karena ia merasa lebih nyaman berada di rumah bersama teman-teman dibanding sendirian, setelah sebelumnya ia mendapat terror dari hantu.

Dari pelajaran satu berlalu begitu saja ke pelajaran lainnya, Liora bisa merasakan rasa penasarannya bergejolak di bawah kulit. Karena masih penasaran, maka setelah bel pulang berdering pun, Liora tergesa-gesa keluar kelas lebih dulu hanya untuk melihat Mellisa dari jauh. Cewek itu pulang menggerombol bersama geng Viola. Namun ia berada di paling belakang. Sama sekali tidak menaruh perhatian dengan yang Viola katakan.

Lalu, Mellisa menoleh ke belakang dan beradu pandang dengan Liora. Di matanya, Liora yakin melihat ketakutan dan kegelisahan. Sesaat Liora melangkahkan satu kaki untuk mencoba menghampiri, Mellisa langsung buru-buru membuang muka dan mendekati geng Viola agar tidak lagi berada di posisi belakang.

Liora begitu penasaran, ia menduga Mellisa mengetahui sesuatu tentang Kulina. Setidaknya ia harus memiliki sedikit belas kasihan pada temannya yang meninggal, pikir Liora. Namun yang ia lihat hanya Mellisa selalu menghindar dan tak nyaman saat mengobrol dengannya di jam istirahat.

Mungkinkah sebaiknya memainkan Dark Game sendirian seperti Aldo? pikir Liora. Mungkin saja ia bisa berbicara dengan arwah Kulina. Liora menggelengkan kepala menyadarkan diri, sebaiknya ia harus mendiskusikan hal ini dengan teman-temannya. Bagaimanapun juga mereka telah sepakat untuk saling terbuka terkait Dark Game.

Di sisi lainnya, Liora hanya ingin menuntaskan penyebab Kulina meninggal, membersihkan namanya dari tuduhan polisi, dan membangkitkan kembali siaran radio yang sempat dihentikkan pihak sekolah. Kali ini ia berharap ada setitik harapan yang cerah untuk mengurai semua masalah.

"Gue pengin main salah satu permainan di Dark Game, Calling A Spirit With Birth Date," kata Liora sesampainya di rumah Aldo.

"Apa?" Lizzy, Aldo, Andy, Noor, dan Yara kompak berseru.

Sementara Liora mengangguk yakin. "Gue cuma perlu tahu tanggal lahir Kulina. Omongan Andy kemarin benar, nggak ada yang bisa menjamin keselamatan kita kalau bermain Dark Game sama-sama. Sebaiknya, gue bermain sendiri. Gue berharap permainan itu bisa memberi kesempatan untuk bertemu dan bertanya ke hantu Kulina."

"Emang permainannya kayak gimana?" tanya Andy.

Liora merogoh isi tas dan mengulurkan buku itu ke temannya. Langsung saja Andy, Noor, dan Yara bergerombol untuk melihat setiap lembar buku tersebut satu per satu. Mereka begitu semangat melihat isi buku tersebut seolah buku tersebut memancarkan aura kekuatan magis yang tidak terdefinisikan, seperti ada gelombang energi yang memikat agar membuka buku itu.

Meski sudah membacanya, Lizzy, Liora, dan Aldo juga turut menggerombol melihat isi buku yang dipegang Andy. Cowok itu membuka lembar demi lembar secara hati-hati. Sesekali Yara menyuruh membaca secara cepat.

"Jadi permainan itu bisa saja membahayakan dan bisa juga membantu?" tanya Andy memberi tanggapan.

"Iya. Gue lebih berharap permainan itu bisa membantu, sih," kata Liora penuh harap.

Noor mengusap kacamatanya sambil berbicara, "tapi bisa aja ada energi negatif terlepas dan membawa malapetaka kalau ceroboh bermain, iya kan?"

"Gue akan hati-hati," sahut Liora.

Lizzy menggeleng. "Gue enggak setuju. Apa yang buat lo seyakin itu?"

Liora mengangkat bahu. "Gue cuma berharap bisa memecahkan kasus ini secepat mungkin."

Suara ketidakberdayaan Liora begitu terasa oleh teman-temannya. Tidak ada kalimat menghibur karena memang tidak ada kata-kata yang pantas untuk dikatakan. Aldo yang berinisiatif menuangkan segelas jus untuk Liora dan menyodorkannya mencoba mengubah topik pembicaraan.

"Gue bikin seteko jus buat lu semua, coba minum dong. Oh iya, gimana hasil pertemuan lo sama Mellisa di sekolah tadi?"

"Dia nggak mau diajak kerja sama," ujar Liora sambil menyeruput jus buatan Aldo.

"Kalau gitu, harus dipaksakan. Apa perlu kita samperin dia rame-rame?" tanya Lizzy.

"Duh, kesannya kok kayak kita mau bully dia," keluh Yara sambil menggelengkan kepala. Jelas tak setuju.

"Gue juga bingung mau bujuk Mellisa kayak gimana lagi," ujar Liora.

"Eh, kita cari makan dulu, yuk. Gue laper," sahut Lizzy tiba-tiba.

"Iya, gue juga laper. Tapi adanya mie instan, lo pada mau?" timpal Aldo selaku tuan rumah.

Pertanyaan itu langsung disambut anggukan penuh percaya diri oleh semua temannya. Lizzy bangkit berdiri dari tempat duduk dan menawarkan diri untuk membantu. Akhirnya Aldo dan Lizzy beranjak ke dapur berdua. Aldo mengeluarkan stok mie instan dari laci kabinet makanan sambil menunjuk rak tempat menyimpan peralatan makanan ke Lizzy agar dapat menyiapkan piring.

"Lo pasti lihat bayangan hitam pekat di dekat pundak Liora," kata Lizzy sambil meletakkan beberapa piring di meja.

"Pasti karena itu juga lo ngajak makan, kan? Bukan karena laper, tetapi lo merasa nggak nyaman," sambung Aldo.

"Gue enggak mau kehilangan Liora, dia teman dekat gue," ucap Lizzy pelan.

Memiliki indra keenam membuat keduanya dapat merasakan sosok astral, meski kali ini wujud sosok itu tak jelas. Tanpa dikatakan secara terang-terangan jelas keduanya sama ketakutannya. Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk menyibukkan diri dengan tugas masing-masing. Lizzy menuangkan bumbu ke piring, sementara Aldo merebus mie di panci.

Hingga proses memasak mie mereka selesai, enam piring mie sudah siap disantap. Lizzy dan Aldo bersama membawa piring-piring mie itu ke ruang tamu. Sesampainya di ruang tamu, Aldo terkesiap, sementara Lizzy menjerit melihat sosok Kulina berdiri di tengah-tengah teman-temannya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 27 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

DENTINGWhere stories live. Discover now