15. Akibat Ceroboh

1.5K 175 16
                                    

Hai! 😁 Terima kasih sudah super sabar nungguin Denting update, ya. Selamat menjalankan ibadah puasa 🙏

"Gue kebelet. Buruan, dong!" Aldo memohon setengah membentak Yara yang terlalu lambat mengemasi barang.

"Duluan aja. Apa susahnya, sih?"

Mendengar itu, Aldo langsung berlari ke luar kelas yang sudah sepi. Tidak tahan membendung kemih. Secepat kilat menuju kamar mandi terdekat.
Dia terpaksa menahan kemih akibat harus membantu Yara menyelesaikan tugas piket. Terpaksa, karena hari ini Aldo menumpang motornya ke sekolah.

Baru pukul lima sore, namun langit mendung sudah menarik matahari.
Hawa dingin mengiringi laju kaki Aldo.
Setelah sampai, ia segera menuntaskan urusan dan merapikan celana sembari melirik cermin di depannya untuk merapikan rambut.
Lalu baru menyadari betapa gelapnya ruangan akibat lampu mati dan cuaca mendung. Nyaris tidak ada cahaya menembus masuk.
Aldo tertegun saat menatap cermin. Ada sosok yang balas menatapnya di sana. Hawa kamar mandi mendadak dingin.
Samar-samar terlihat asap menguar di balik kerah baju.
Semakin lama, asap itu berubah nyata dan terasa panas.
Aldo tercengang. Nyala mata merah redup. Lekuk tubuh yang kabur mulai terbentuk. Kepala, leher dan bahu.
Dengan jantungnya menggedor pertahanan, ia balas melihat mata itu. Sebelum wujud di balik cermin semakin nyata, padat dan terisi.

"Tunggu ... apa ini?" Aldo memicing. Merasa pernah melalui ini sebelumnya. Pertahanan tubuh yang seakan mencapai titik nol. Jiwa terasa terisap ke cermin dan lutut terasa lemas. Sampai gedoran pintu mengejutkannya.

"Bangun, Tukang Tidur!"

Aldo tergeragap. Langsung duduk tegak sambil mengacungkan tangan.
Dengan jantung yang masih bergemuruh, ia mendengar Yara terbahak.
Ternyata yang barusan cuma mimpi.
Aldo tertidur pada jam keempat.
Mata rasanya lengket sekali. Sudah dia coba mencubit pipi tetapi tidak berhasil, lalu tertidur sampai istirahat.

"Jam berapa lo tidur?"

"Sekitar jam sebelas, tapi jam dua gue bangun." Aldo mengusap wajah dengan telapak tangan sembari menutupi detak jantung.

"Kenapa?" Noor menyelidiki.

Belum sempat membuka mulut, seseorang lebih dulu angkat suara dari arah pintu.

"Gue mau ngomong, bisa?" tanya Lizzy.
Rambutnya basah keringat. Seragam putihnya tidak rapi lagi, dan terdapat bercak tanah di beberapa bagian.

Aldo langsung mendatangi cewek itu dan bertanya apa yang terjadi.
"Gue ketemu dia, Do." Lizzy berucap dalam sekali tarikan napas. "Gue memang indigo," katanya.

"Ketemu siapa, Liz?" Aldo menunggu penjelasan, namun Lizzy malah semakin gelisah. Keringat dingin mengucur di pelipis. Bola mata bergerak mengawasi sekitar.
Tangan gemetar dan wajah pucat pasti.

"Lizzy, lo sebenarnya kenapa?" Aldo mulai khawatir. Lizzy menunjuk balik punggung Aldo dengan telunjuk telu.

"Dia ...." Aldo berbalik dan langsung mendapati dirinya ambruk diterjang sesuatu. Ada sosok berambut panjang yang mencekik lehernya sekuat tenaga. Dia masih bisa mendengar Lizzy menjerit di belakang.
Sekuat tenaga ia mencoba melepaskan diri namun percuma. Tenaga sosok itu terlalu kuat.
Dirinya ditarik menuju tembok batu. Sosok itu menyibak rambutnya.
Aldo bisa melihat luka bakar di pipi sosok itu. Terlihat begitu menyakitkan dengan nanah. Kulina.
Dia menyeringai dan menghantamkan kepala Aldo ke tembok.

Aldo menjerit kencang. Memegang kepalanya yang terasa berdenyut.
Darah seperti mengalir deras menuju kepala. Jantung memompa lebih cepat. Keringat dingin melembabkan seluruh badan.
Ada yang janggal. Dengan benturan sekuat itu, mustahil kepalanya tidak retak. Namun kenyataannya, berdarah pun tidak.
Ia tidak lagi mendengar jeritan Lizzy.
Begitu penasaran, Aldo mendongak dan tidak menemukan Lizzy maupun Lizzy di depannya. Melainkan teman-teman sekelas yang menatapnya dengan heran, termasuk Pak Guru yang masih berdiri di depan kelas.
Aldo balik menatap. Heran. Apa yang sedang terjadi?

DENTINGWhere stories live. Discover now