13b. Surat Misterius

2.4K 252 36
                                    

Mohon tinggalkan vote sebelum membaca dan komentar setelah membaca.

"Do, gue cari ke mana-mana. Ada yang pengin gue bicarain sama lo," seru seorang cewek berambut pendek sebahu yang agak basah karena keringat.
Cewek itu memang beda kelas dengan Aldo. Lebih tepatnya, satu tingkat di atas Viola. Wajahnya kemerahan karena berlari-lari.
Apa dia mencari Aldo sampai ke atap juga?

"Apa?" Aldo masih enggan bertemu Liora setelah keluar dari ruang BP. Namun cewek itu langsung menarik tangan Aldo dan memaksa cowok itu mengikutinya.

"Tunggu!" seru Aldo yang hampir tersandung karena diseret paksa. Liora tidak peduli.

"Liora!" kali ini bukan Aldo yang menahan, melainkan cewek yang sedang berdiri di sampingnya. Viola. Liora terlalu fokus pada Aldo, sampai tidak menyadari kalau ada orang lain.
Matanya menyipit tak suka. Cewek di depannya itu terlihat beberapa kali lipat lebih menyebalkan dari biasanya. Bagaimana tidak, cewek ini yang sudah merendahkan harga dirinya tanpa merasa bersalah sama sekali. Ingat kejadian Viola yang dengan sengaja menyandung kakinya sampai tersungkur? Apa itu tidak menyebalkan?

"Gue benar-benar yakin nama tengah gue hari ini adalah "Sial". Serius deh, enggak pernah ada orang yang lebih sial dari pada gue hari ini," keluh Liora malas.

"Kenapa lo ngeliatin gue begitu?" tanya Viola tak peduli.

"Gue kan punya mata," jawab Liora sengak.

"Kenapa sih lo nuduh gue sebagai pembunuh Kulina?" suara Viola agak melunak meski dibalut dengan kadar sinis di atas rata-rata.

Tuh, kan. Dengar saja suara nyolotnya yang sok innocent itu! Seolah-olah, di antara mereka, Viola lah pihak yang lugu dan Liora yang jahat. Padahal kan jelas-jelas sebaliknya. Setidaknya, begitu yang dipercayai Liora.

"Seluruh sekolah masih nuduh gue," sahut Liora ketus. Dia sengaja menekankan kata masih untuk menekankan kalau dia bukan pelaku sebenarnya.
Perkataan Viola setelah kejadian hujan darah masih terngiang-ngiang bagai nyamuk di telinganya

Dia mati sendiri ....

"Oke. Jadi sejauh ini, lo masih baik-baik saja dengan status tersangka?" Viola menatap Liora dengan pandangan mencela, dan si Liora buru-buru membela diri namun dibuat diam lagi oleh lanjutan kalimat Viola.

"Jangan menjadi pengecut dengan mencari kambing hitam. Kalau lo memang enggak bersalah, carilah cara untuk membuktikannya. Dengan hanya berpangku tangan, masalah enggak akan selesai. Status lo, bakal jadi tertuduh ideal sampai akhir."

Rupanya hari ini Viola mengeluarkan kata-kata pedas lagi sebagai siksaan.
Sudut mata Liora sampai berair. Padahal, dia bukan orang yang mudah terpancing emosi. Namun, Viola selalu tahu bagaimana membuat hati orang-orang terluka. Dia ahlinya dan tampak sangat menikmati itu.
Liora memutuskan untuk tidak menghiraukan Viola dan setelahnya, kembali menarik Aldo yang masih diam. Hanya dalam sekejap mereka sudah menghilang dari pandangan Viola.
Liora merampas satu-satunya penghiburan yang Viola miliki saat itu.

Liora menarik Aldo masuk ke toilet lantai dua yang memang beda sendiri dibanding lantai lain.
Toilet cewek dan cowok satu ruangan dengan dua lorong. Cewek ke lorong kiri sedangkan cowok ke lorong kanan.
Pembatasnya cuma dipisah pagar dan sesuai dugaan, toilet itu seperti biasa, kosong melompong karena letaknya yang jauh dari segala tempat. Namun itu masih terbilang dekat dari kelas IPS.
Liora menutup pintu—tanpa menguncinya, tentu saja, karena itu akan membangkitkan kecurigaan orang yang berniat masuk— sementara Aldo dengan sangat terpaksa memeriksa bilik-bilik toilet. Aman.

Tanpa tedeng aling-aling Liora segera melontarkan sesuatu yang sedari tadi sudah di ujung lidah,
"Do, gue dapat surat misterius!"

"Terus?"

DENTINGWhere stories live. Discover now