7. Blood Rain

2.4K 518 56
                                    

Siang itu saat pelajaran ketiga di kelas X-1 , Sejarah, guru pelajaran tidak masuk dan hanya menitipkan tugas pada ketua kelas.

Suasana kelas saat itu begitu tenang dan hening karena ini adalah masa-masa sebelum ujian akhir.
Hanya terdengar suara decitan spidol yang ditekan keras oleh si ketua kelas saat ujungnya bergesekkan dengan permukaan papan tulis yang dingin.

Viola sedang berusaha sekuat tenaga menahan kantuk saat ponselnya yang berada dalam saku bergetar tiba-tiba.

Ia merogoh saku kanannya, menarik Iphone keluaran terbaru miliknya keluar.

Dari private number.

Viola mengernyit penasaran lalu membuka pesan itu.

"AKU MENUNGGU DI BALIK CERMIN. 13 HARI SEJAK SEKARANG. KAU HARUS IKUT!"

Garis di dahi gadis itu semakin dalam, siapa yang iseng mengirim pesan seperti ini?

Viola mengabaikannya. Tidak lama setelahnya, satu-persatu ponsel siswa dalam kelas tersebut berbunyi nyaring saling bersahutan menandakan ada pesan masuk.

Lalu, Viola mencium ada bau anyir yang melewatinya di iringi dengan cairan yang menetes deras di atas mejanya. Cairan itu berwarna merah pekat, seperti darah.
Viola merasakan darahnya berdesir hebat di iringi detakan jantung yang memburu saat ia memberanikan diri mendongak demi melihat apa yang berada di atas kepalanya.

Belum lagi ia melihat apa yang berada di atasnya, Mellisa yang duduk di sampingnya mengejutkan dengan suara decitan kursi yang dimajukan dan suara umpatan kecil.

"Apaan nih!"

Viola diam-diam menghembuskan napas lega, namun ia secepat kilat mendongak keatas dan betapa terkejutnya dia karena tidak ada apa-apa di sana.

Bahkan di atas mejanya pun sudah tidak ada apa-apa di sana. Meja itu terlihat sangat bersih, sudah tidak ada noda darah seperti tadi.

Viola memandangi teman-temannya yang sedang memegang ponsel masing-masing, keheranan.

"Dari siapa?" tanya Viola pada Mellisa.

"Nggak tahu. Dari nomor nggak dikenal."

"KALIAN HARUS MATI!" Vera yang duduk di barisan belakang bersama Dera mengulang dengan keras isi pesan yang diterimanya dengan tatapan ngeri.

"Isinya sama?" Mellisa berbalik, mendekatkan ponselnya ke ponsel Vera dan membandingkan isi pesan tersebut.
Ternyata satu kelas mendapatkan pesan yang sama, bahkan si ketua kelas pun berhenti dari kegiatannya menulis di papan.

Suasana kelas yang semula hening berubah ricuh membicarakan isi pesan tersebut. Si ketua kelas mengetuk papan tulis dengan keras sembari berteriak,
"Woy, bisa diam nggak, sih?"

Semua mata tertuju kepadanya.

"Kalo nggak mau ngerjain tugas ya silahkan kalian keluar aja, nggak usah ngirim SMS yang beginian buat cari sensasi!" Si ketua kelas nampak kesal.

"Iya, nih... Siapa yang ngirim SMS ini? Nggak lucu, tau nggak sih." sahut salah seorang gadis yang duduk di depan papan tulis.

Semua siswa saling berpandangan, mencoba mencari atau bahkan menuduh teman lainnya sebagai biang masalah.

Si ketua kelas mendengus kasar, "Nggak ada yang mau ngaku? Hanya orang bodoh yang nggak  serius mempersiapkan ujian akhir."

Viola yang mendengarkan ocehan-ocehan merasa gatal untuk menyahut.
"Rupanya si ketua kelas freak kita bisa marah juga, guys!"
Suara lantang Viola malah membuat seisi kelas tertawa, termasuk gadis yang ikut menyahuti tadi.

Si ketua kelas itu--Irzi, melempar spidol yang ada di tangannya ke lantai sampai patah.
"Kalo gitu lo aja yang mati!" tunjuk Irzi kasar ke arah Viola.

"Apa lo bilang?" Viola berdiri tegak dari duduknya.

"Mati aja sendiri!" ulang Irzi dengan kesan menantang, walaupun dengan nada yang gemetaran.

Mendengar itu Viola tertawa sinis,
lalu berjalan ke depan kelas menghampiri Irzi.

"Nggak usah sok berani," katanya sambil membenarkan kerah baju Irzi yang terlipat, "Lo nggak perlu berlagak kuat dengan cara nantangin gue. Emangnya lo pikir hanya lo yang pengen berhasil di ujian akhir nanti? Semua orang di kelas ini juga pengen lulus tanpa harus menggunakan trik kotor kayak lo!"

Irzi yang sudah naik darah langsung mendorong Viola sampai menabrak meja guru di belakangnya.

"Emangnya lo tau apa tentang gue?!"

Viola balas mendorong Irzi dengan lebih kuat sampai gadis itu terjatuh di lantai, dan seperti biasa tidak ada yang berani melerai.

"Semua orang juga tahu, Zi, kalo lo menjilat  guru mata pelajaran  dengan jabatan lo itu demi bocoran soal!" Viola menyerang dengan telak.

Mata Irzi mulai berair, Viola jelas bukan tandingannya.

"Lo pikir lo beda?"

Viola masih bergeming menunggu kalimat selanjutnya yang akan meluncur dari mulut Irzi.

"Apa lo yakin bakal lulus ujian dengan nilai memuaskan setelah kematian Kulina? Oh.. Gue lupa. Bokap lo kan punya akses di sekolah ini. Lo bisa dengan mudah mengganti nilai nol di raport lo dengan nilai seratus." Irzi tertawa meremehkan.

PLAKK!

Sebuah tamparan keras mendarat mulus di pipi Irzi.
Beberapa detik setelahnya, baik Irzi dan Viola sama-sama terdiam dengan tatapan kaget.

Irzi kaget karena melihat Viola yang tiba-tiba mengeluarkan air mata.

Apa gadis itu menangis?

Ah, tidak mungkin.
Gadis seperti Viola yang terkenal angkuh dan ratu bully tidak mungkin menangis hanya karena terlibat adu mulut di dalam kelas.

Irzi lalu menurunkan tangannya yang menutupi bekas tamparan Viola, namun ia melihat wajah Viola semakin pucat menatapnya.

Saat Irzi mengalihkan perhatiannya dan memandang teman-teman sekelasnya, mereka juga menunjukkan ekspresi yang tidak jauh berbeda dengan Viola.

Sebenarnya ada apa?

Lalu, Irzi merasakan sesuatu mengalir di pipi nya dan lolos sampai ke seragamnya. Dia langsung mengusap cairan itu dan mendekatkannya ke hidung, baunya amis.

Darah?

Apa pipi nya sobek setelah mendapat tamparan keras dari Viola?

Tapi sepertinya itu tidak mungkin. Pipi nya tidak terasa sesakit itu.

Viola menunjuk ke arah atas kepalanya, membuat jantung Irzi hampir copot saat mengikuti arah yang di tunjukkan Viola itu.

Di langit-langit kelas itu, di hujani dengan cairan merah. Sekilas terlihat seperti atap yang bocor saat hujan.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!"
Teriakan melengking dari Mellisa memecah ketegangan semua siswa kelas itu.
Mellisa terus-menerus berteriak histeris sambil menutup matanya.

Di sampingnya, Vera jatuh terduduk lemas di lantai saat ia melihat ada tulisan besar yang terbuat dari darah  muncul di langit-langit kelas itu.

MATI !!!

Kata yang muncul secara tiba-tiba itu sukses membuat perkelahian antara Viola dan Irzi terhenti dan otomatis membuat semua siswa kelas X-1 berhamburan keluar kelas saat jam pelajaran masih berlangsung. Meninggalkan tulisan misterius yang dihujani darah itu.

A/N

Di mohon untuk tidak menjadi silent readers. Kami bukan author yang suka memasukkan author note seperti ini, tetapi mohon untuk meninggalkan jejak barang sedikit.
Karena hal itu mempengaruhi semangat penulis. ^^

DENTINGWhere stories live. Discover now