17. Teror di Tengah Malam

1.5K 158 30
                                    

Hai, masih setia nungguin Denting update?
Pasti senang dong dapat notif? 😀
Maaf, ya, untuk yang merasa digantung.
Aku dan carroll13 sedang ada kesibukan. Mohon bersabar,ya.
Kami usahakan update secepat mungkin ditengah kepadatan jadwal kuliah dan kerja.
Jangan lupa follow kami di instagram @Dentingproject untuk informasi terbaru.
Terima kasih untuk seluruh komentar masuk yang menyemangati, dan selamat membaca 🙏

"Selesaikan dengan cepat sebelum terlambat."

Bulu kuduk Liora kian meremang diiringi dengan desir panas yang menjalari seluruh tubuhnya. Suara siapa itu?
Ia melirik punggung Lizzy, tampak cewek itu tenang-tenang saja, yang berarti Liora hanya berhalusinasi. Mungkin dirinya terlalu hanyut dalam proses penyelidikan kasus Kulina, sampai terbayang hal yang aneh-aneh.

"Apa kalian menemukan sesuatu?" tanya Ayah Kulina. Terselip rasa ingin tahu di gesturnya yang kaku.

"Belum ada, Om." Liora menjawab sambil bersitatap dengan Aldo yang kira-kira tatapannya berarti "Serius enggak dapat apa-apa?" sebelum balik menatap Ayah Kulina.

"Jadi begitu ...." Bahunya merosot, sedikit kecewa sebab tidak ada petunjuk perihal kematian anaknya.

"Maaf, Om ..." Lizzy menimpali, lalu disambut anggukan oleh Ayah Kulina. "Kalau menemukan sesuatu, kami akan segera mengabari."

Noor yang mengerti situasi tidak enak langsung angkat bicara.
"Kalau begitu kami pamit dulu, Om. Hari sudah sore, takut pulang terlalu malam."

"Baiklah, saya antar ke depan."

"Enggak usah, Om ... kami bisa sendiri kok," kata Lizzy. "Om istirahat saja."

"Baik kalau begitu kalian hati-hati di jalan, ya."

"Kami pamit dulu, Om." Aldo mengangguk sopan.
Sesampainya di teras, dia bertanya lagi.
"Motor kalian di mana?"

"Kami tinggal di Rumah Sakit," sahut Lizzy. Aldo ingin bertanya lagi, tapi keburu dipotong Lizzy. "Tadi ikut Ayahnya Kulina pakai taksi."

"Oh ...."

"Kami bawa motor masing-masing," timpal Noor yang langsung mereka pahami.
Liora langsung memosisikan dirinya di balik punggung Noor, dan membiarkan Aldo menebengi Lizzy.
Ia tahu kalau Aldo akan bertanya sepanjang jalan, jadi, biarkan saja Lizzy yang menjawab.

***

Liora melirik jam tangan yang melingkari pergelangan sebelah kiri untuk kesekian kalinya.
Satu jam berlalu dan mereka masih belum sampai ke rumah sakit, sedangkan hari sudah mulai gelap.
Ditambah lagi dengan awan mendung yang sepertinya sebentar lagi akan runtuh.

"Noor, enggak bisa nyelip?" tanyanya frustrasi.

"Enggak bisa." Noor menjawab sambil melirik kaca spion. Dilihat dari manapun, tidak ada celah untuk menyelip.
Kemacetan di jam pulang kantor memang rutin menjadi keseharian di ibu kota.
Tentu perlu terobosan untuk menguranginya. Entahlah dengan aturan ketat soal parkir atau juga dengan memperbaiki angkutan umum. Pemerintah menyebut Rp 28 triliun setiap tahun menguap karena macet, namun tetap saja kemacetan masih terjadi.

Serupa dengan Liora, Lizzy pun mulai gelisah karena lupa mengabari Mama akan pulang telat hari ini.
"Tadi dapet apa aja?" tanya Aldo tiba-tiba.

"Dapet buku harian Kulina." Lizzy mendadak ragu setelah menjawab. Apakah bijak untuk memberitahu cowok nekat ini tentang buku harian Kulina.

"Itu aja?" Aldo tampak tidak puas.

"Iya."

"Isinya?"

DENTINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang