Believe in Love

424 47 5
                                    

"Pelacur! Bagaimana bisa kau baru pulang setelah tengah malam seperti ini?!"
Tubuh kurus Yoona tersentak ketika ia mendengar seruan marah Appanya yang menggelegar hingga sampai ke kamarnya. Tidur pulasnya pun kini terhenti, dan tubuh itu beringsut turun dari tempat tidurnya.

"Kalau aku pelacur, kau juga sama rendahnya denganku! Kau pikir aku tak tahu kalau kau sering keluar bersama sekretaris barumu itu ke hotel-hotel, dan tidak pulang semalaman?!"

PLAKK!

Kedua mata coklat itu membulat sempurna saat ia melihat betapa kerasnya sang Appa menampar sang eomma.

"Kau... sekarang kau sudah berani menamparku, hah?! Apa sebegitu berharganya pelacur barumu itu, sampai kau berani menampar istri sahmu?!"

"Kalau kau benar punya harga diri sebagai istri sah, kau tak akan pulang selarut ini karena berkencan dengan para priamu itu!"

Yoona kecil menatap kedua orang tuanya dengan tatapan sedih. Selalu seperti ini. Semenjak perusahaan mereka menjadi besar dan terkenal, Appanya mulai pulang malam, atau bahkan sampai tidak pulang ke rumah. Semakin berlalunya waktu, eommanya pun mengikuti jejak sang Appa, hingga hampir setiap hari Yoona kecil selalu berada di rumah sendirian.

Dan setiap malam, selalu seperti ini. eommanya atau Appanya akan pulang tengah malam, dan keduanya akan mulai berteriak dan saling memaki. Namun kali ini berbeda... Yoona merasa kalau hari ini... akan ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi.

"Kalau terus seperti ini lebih baik kita bercerai!"

Tubuh Yoona membeku mendengar ucapan eommanya. Meskipun ia masih berusia 10 tahun, Yoona kecil adalah anak yang cerdas. Ia tahu arti dari kata-kata yang sulit seperti itu. Dan bercerai... berarti Eomma dan Appanya tak akan lagi tinggal bersama dalam satu rumah lagi. Mereka... akan berpisah.

Tidak! Tidak boleh!

"Eomma... Appa... ." panggil Yoona yang kini menatap kedua orang tuanya dengan tatapan memohon.

Kedua orang dewasa di tempat itu sontak menoleh ke arah asal suara.

"Baik! Kita bercerai, tapi bawa Yoona bersamamu. Aku tak mau ia menjadi pengganggu di hidupku ke depannya."
Tubuh Yoona membeku tak percaya mendengar ucapan Appanya itu.

"Jangan egois! Kau Appanya, kau harus bertanggung jawab untuk mengasuh dan mendidiknya! Sudah cukup aku mengandungnya selama sembilan bulan dan melahirkannya dengan susah payah! Sekarang giliranmu untuk mengurusnya!"

"Apa kau bilang?! Eomma macam apa kau ini? Dia kan anakmu, jadi kau yang harus mengurusinya!"

"Enak saja! Kalau aku membawanya, kekasihku tak akan mau menikahiku! Jadi kau saja yang membawanya! Aku tak mau membawanya bersamaku!"

"Aku juga tak mau! Pokoknya kau sebagai Eommanya yang harus membawanya!"

Air mata mulai mengalir dari kedua manik coklat Yoona saat ia merasakan sakit dan sesak di dadanya. Apakah ini berarti... Eomma dan Appanya... tak menginginkannya?

.
.
.

Love is suck. Itu adalah hal yang di percayai Yoona selama 23 tahun hidupnya. Hal itu adalah hal pertama yang langsung mengendap di pikiran Yoona ketika kedua orang tuanya bercerai, dan ia akhirnya hidup bersama Haraboji dan Halmoninya karena kedua orang tuanya sendiripun bahkan tak menginginkannya. Kalau dua orang yang berbagi darah untuknya, yang seharusnya mencintainya tanpa syarat saja tak mencintainya, lalu mana mungkin akan ada cinta di antara dua orang asing yang bahkan tak memiliki ikatan apapun?

Dan ia tak akan pernah mau lagi merasakan sakitnya ditinggalkan oleh orang yang ia cintai. Ia bukan orang bodoh yang akan jatuh ke dalam lubang yang sama lagi. Ia tak akan merasakan sakit itu lagi, kalau ia tak pernah membuka hatinya. Ya, ia akan menutup dan mengunci pintu hatinya serapat mungkin, hingga tak akan ada lagi yang sanggup melukainya.

•Oneshoot Series• [M] Season 2✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang