Watashi Pusing

248 35 3
                                    

"Belajarlah menerima sesuatu yang tidak sesuai dengan maunya kita."

🥀
~
~
~

Deva masih berkutat dengan tugas sekolahnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Deva masih berkutat dengan tugas sekolahnya. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Tugas matematika membuatnya pusing. "Katanya matematika itu ilmu yang menyenangkan. Bohong anjir! Buktinya gue sekarang lagi stres, gak ada senang-senangnya sama sekali."

Deva tampak prustasi, ia mencoret-coret kertas awalnya kosong kini sudah tidak berbentuk lagi. "Watashi sepertinya sudah tidak sanggup berpikir lagi."

Rasa pusing mulai menyerang kepala Deva. Bahkan hidungnya ikut mengeluarkan darah segar yang cukup banyak. Tubuh lemahnya selalu saja memberontak jika dibawa begadang.

Deva mengelap hidungnya sedikit kasar, darah yang keluar sepertinya tidak ingin berhenti. "Imun tubuh lemah, otak lemah dan—" Deva menggantung ucapannya sejenak. "Jantung juga ikutan lemah," lanjut Deva saat merasakan nyeri tepat di dada sebelah kirinya.

"Nah kan, baru dibilang. Ini jantung berulah lagi. Please bestie, jangan kumat. Obat gue tadi sore ketinggalan di dapur. Gue gak berani turun buat ambilnya," ucapnya sambil melangkahkan kaki menuju kasur dan merebahkan tubuhnya. Deva itu penakut, walaupun keadaan rumah terang benderang, ia tetap tidak berani keluar kamar jika sudah di atas pukul sebelas malam lewat.

Malam ini terpaksa Deva menahan sakitnya. Keringat sebesar biji jagung memenuhi dahinya. Tubuh Deva terkulai lemas di atas tempat tidur. Matanya sudah memberat, tidak mampu lagi menahan kesadaran. Deva pingsan tanpa seorang pun tahu.

🥀🥀🥀

Deva berjalan gontai menuju meja makan, tubuhnya kali ini benar-benar lemas. Bahkan, seluruh persendiannya terasa linu. Belum lagi wajahnya yang sangat pucat. Untung saja ia sudah meminum obat, setidaknya rasa sakit itu sedikit berkurang.

Deva menarik salah satu kursi meja makan dan mendudukinya. Ia melihat adiknya yang sedang sarapan menggunakan roti selai strawberry dan susu putih hangat.

"Sorry gue kesiangan. Jadi, gak sempat masak buat sarapan," ucap Deva pelan. Sesekali ia memijat pangkal hidungnya karena pusing.

"Ya udah sih! Gue juga bisa atasin semuanya sendiri," ucap Raka ketus. Raka paling tidak suka jika Deva menganggapnya seperti anak kecil yang tidak bisa mengurus diri sendiri.

"Nanti pas istirahat jangan lupa makan nasi, ya, di kantin," ucap Deva mengingatkan.

Raka melotot geram, "Iya iya! Cerewet banget sih lo! Urus aja diri lo sendiri, pucat banget, udah kayak mayat."

Deva tersenyum manis melihat adiknya. Ia tahu jika Raka menghawatirkan dirinya. Hanya saja cara menyampaikannya sedikit ketus. Tidak masalah, Deva bersyukur masih ada yang memperhatikan keadaannya.

Don't Give Up Where stories live. Discover now