2). J'espère Me Marier

18 8 0
                                    

GH Universal Hotel, Bandung, Indonesia

Gastan mengetuk ngetukkan jari telunjuknya pada sebuah meja bundar yang ada dikamar hotel yang saat ini sedang ia tempati. Helaan nafas sudah berkali-kali terdengar. Dinding dari kamar mewah President's Suite mungkin menjadi saksi dari perasaan tidak tenang malam ini.

"Bagaimana jika dia benar-benar membiarkan hubungan kami berkahir?" Gastan menggeleng frustasi. Dia benar-benar tidak siap jika harus melepaskan Zura hanya karena ingin bersikap tegas pada gadis itu. Demi apapun itu, Gastan mencintai Zura lebih dari apapun. Dia tidak mungkin rela jika hubungan mereka berakhir hanya karena dia mencoba merubah sikapnya.

Oh! Gastan benar-benar berharap Zura akan datang dan melompat ke pelukan nya sekarang juga!

"Tuan muda—"

"Sebentar lagi."

"B, baik Tuan,"

Gastan melihat kearah jam yang terpampang jelas pada layar ponselnya. ini sudah berjam-jam sejak dia meninggalkan gang sempit itu, tapi tidak ada juga titik terang untuk hubungan mereka. Sungguh Gastan tidak ingin putus dari Zura, dia akan benar-benar menyesal jika hal itu terjadi. Percaya atau tidak bisa saja Gastan akan berlutut untuk meminta maaf.

"Apa kalian sudah mengirimkan lokasinya pada, Zura?"

"Sudah Tuan muda, namun.. nona Zura tidak memberikan tanggapan apapun."

Oh.. sepertinya Gastan akan menangis sekarang juga.

Drttt.. Drttt.. Drttt..

Paman Sam incoming Call...

Laki-laki 22 tahun itu benar-benar harus menyiapkan tenaga nya sebelum mengangkat telfon dari calon mertuanya itu. Ini sungguh menyiksa, Samuel menelfon di waktu yang tidak tepat!

"Selamat malam, Paman."

"Bagaimana? Apa kau sudah menemui, Zura?"

Gastan berdehem "Aku bahkan sudah bicara dan mengajak nya untuk pulang."

"Apa dia mau ikut denganmu?"

"Seperti sebelumnya. Dia tetap menolak untuk pulang dengan alibi lebih nyaman dengan kehidupannya yang sekarang."

"Keras kepala.. lalu bagaimana? Apa rencanamu jika dia tidak ingin ikut pulang lagi?"

"Aku memintanya menemuiku paman. Namun jika sampai pada jam keberangkatan ku dia tidak juga datang.. aku akan kembali ke Texas."

"Dia sangat merepotkan mu selama ini, Gastan. Bagaimana mungkin kau akan terus bertahan padanya?"

Gastan mengulang senyum simpul "Karena hanya putrimu yang mampu menetap disisi ku selama ini paman. Paman tenang saja, aku akan mencari cara untuk membawanya pulang, Paman tidak perlu khawatir, lebih baik pikiran kondisi paman, perbanyak istirahat dan berhenti memikirkan hal yang tidak tidak. Kalau begitu telfonnya akan ku tutup agar paman bisa beristirahat, selamat malam."

Helaan nafas panjang terdengar dari sela bibir Gastan setelah ia mengakhiri sambungan telepon dengan Samuel "Harusnya kau pikirkan dirimu dahulu, Paman." Gumam Gastan.

"Tuan apa anda ingin makan malam?" Tawar sang bodyguard yang menampakkan setengah kepalanya di sela pintu yang terbuka.

Gastan mengangguk, laki-laki itu beranjak dari tempat nya dan berjalan keluar dari kamar untuk menuju ke restoran yang ada di hotel. Berfikir juga menguras tenaganya, dia perlu makan sekarang.

"Apa mereka menyediakan sampanye?"

"Tidak, Tuan Muda.. anda mungkin bisa minum sampanye saat ketika berada pesawat.."

Goddess College Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang