22). Go Back Home

10 7 0
                                    

Austin, Texas — Amerika Serikat

Dewa melirik Zura sesekali. Gadis itu duduk disamping jok kemudi dengan air mata yang mengalir deras membanjiri pipinya.

Dewa dan Zura langsung terbang ke Texas, malam kemarin setelah mendapatkan kabar kurang menyenangkan dari Gastan kemarin. Tapi setelah menunggu Zura sadar terlebih dahulu karena gadis itu sempat pingsan saat mendengar sesuatu yang mampu buat hidup Zura runtuh seketika. Dewa menghela nafasnya, tangan nya bergerak menggapai tangan, Zura. Menggenggamnya agar gadis itu merasa lebih baik, walaupun tidak akan mungkin merasa lebih baik.

"Kau sudah menangis sejak kemarin, Zura."

"Dia meninggalkanku, Profesor." Lirih Zura disela isakan tangisnya.

"Aku tahu.." Ucap Dewa lembut "Tapi setidaknya pikiran dirimu. Kita akan sampai sebentar lagi."

Dewa menambah kecepatan laju kendaraannya saat melihat kondisi Zura yang benar-benar tidak meyakinkan. Mereka harus segera sampai. Dewa melajukan kendaraannya menuju Mansion megah yang kini dikunjungi banyak orang. Zura semakin menangis melihat itu. Mobil yang ditumpangi oleh Dewa dan Zura terhenti didepan sebuah pagar berwarna gold yang menjulang tinggi. Dewa membuka kaca mobil disamping Zura saat beberapa Security mendatangi mereka.

"Nona Zura!" Mereka sesegera mungkin membukakan pagar. Membiarkan Dewa dan Zura masuk kedalam Mansion itu. Mobil Dewa terparkir tepat didepan pintu Mansion. Dewa keluar lebih dulu lalu berjalan memutar dari depan untuk membukakan Zura pintu. Semua orang menatap kearah mereka kini dan berbisik satu sama lain. Dewa memegangi kedua punda, Zura. Dan menuntunnya masuk kedalam.

Sontak kehadiran, Zura langsung mengundang atensi seluruh orang yang ada disana. Terutama Gastan dan Berlin. Tangisan Zura semakin pecah saat masuk kedalam hingga tak bisa lagi menahan kakinya untuk terus berdiri. Gastan langsung berlari kearah Zura. Memeluk gadis itu erat. Mencium puncak kepala nya seraya mengatakan kata-kata penenang. Tak peduli jika gadis itu terus memberontak dan menangis histeris.

"Mister Hilton, ingin bicara padamu, Zura."

Zura mengangguk, lalu mengambil ponselnya dari Miss Gwenn "Halo?" Zura memulai.

Hanya ada desahan nafas berat dari sebrang sana, seolah ada sesuatu yang tertahan untuk seseorang mengucapkannya.

"Ada apa, Gastan?" Zura bertanya lagi.

"Paman Samuel... dan Bibi Ingrid, Meninggal dalam kecelakaan."

"AAAA!!" Zura menjerit dipelukan Gastan. Tentu saja hal itu mengundang simpati para kerabat, anggota keluarga, teman bisnis serta kolega sang ayah.

"Ini mimpi?" Zura mendongak menatap Gastan yang kini juga menangis. Perlahan, Laki-laki itu menggelengkan kepalanya

"INI MIMPI!" Histeris Zura.

"Zura—"

"KATAKAN PADAKU KALAU INI MIMPI!" Zura mencengkram kuat kerah kemeja, Gastan.

"INI MIMPI—"

"ZURA!" Sentak Gastan. Mau tak mau dia harus menaikkan oktaf suaranya. Karena jika tidak. Gadis itu akan terus-menerus menganggap semua ini adalah mimpi. Gastan menggeleng pelan seraya menghapus air mata Zura dengan jari jemarinya.

"Mereka meninggal ditempat kejadian." Gastan membawa Zura untuk berdiri, dibantu oleh Dewa saat melihat Gastan juga sedikit oleng saat mencoba berdiri. Gastan mendampingi Zura berjalan menuju peti mati kedua orang tuanya. Zura berhenti dipeti sang Ayah. Melihat tubuh kaku itu sudah sangat rapi dengan setelan jas, dan.. sudah tidak bernyawa lagi.

Goddess College Where stories live. Discover now