23). Ghandra Hilton

10 7 0
                                    

Barcelona, Spanyol

Rea melangkahkan kakinya menaiki anak tangga disebuah penthouse mewah. Gadis itu membawa nampan berisi bubur, susu hangat dan kotak P3K.
Rea menetralkan nafasnya sebelum ia membuka salah satu pintu kamar di Penthouse mewah itu, setelah merasa lebih baik dan siap, Rea membuka pintu putih itu dan masuk kedalam sana.

Dan, ruangan mewah ini sangat gelap saat Rea masuk. Lampunya pasti sengaja dimatikan oleh sang pemilik kamar.

'Saya mengambil engkau, Berlin Adelaide, Sebagai Istri'

Dapat Rea dengar samar-samar suara Gastan dari sebuah laptop yang menyala ditengah-tengah kegelapan. Tangan Rea bergerak merabah dinding untuk menjangkau saklar lampu dan mengetek nya hingga lampu diruangan itu menyala dengan terang.

"Sudah kubilang jangan nyalakan lampunya." Ucap Ghandra dengan suara berat dan juga serak.

Ya..

Benar..

Ghandra Hilton ada disini sekarang. Di Spanyol, bersama, Rea. Dia tidak berbohong saat Gastan bertanya dimana Ghandra padanya. Dan setelah Gastan dan Berlin menikah, dia segera kembali ke Barcelona untuk memastikan keadaan Ghandra.

Rea menaruh nampan itu diatas ranjang. Berjalan menuju Ghandra dan langsung menutup laptop itu.

"Kau terus menonton clip itu berulang kali, apa kau menyesal sekarang?"

"Lalu, jika aku menyesal apa kau akan cemburu?"

Rea berdecak jengkel "Jangan memancing emosiku, Ghandra."

"por qué debería arrepentirme? kenapa aku harus menyesal?"

"Karena, Berlin menikah dengan adikmu sendiri."

"No hay palabra compromiso en mi diccionario. Tidak ada kata komitmen di kamus ku." balas Ghandra lagi "Jadi jika Gastan bersedia menikahi nya, aku tidak keberatan."

"Kau memang bajingan." Sinis Rea. Ia beranjak mengambil P3K lalu kembali lagi pada Ghandra.

"Kau cukup lama tinggal di sisiku kenapa harus mendeskripsikan nya lagi, Sayang?"

Rea hanya diam, ia berlutut dihadapan Ghandra dan membersihkan luka yang ada pada punggung tangan laki-laki itu. Ghandra memukul kaca setelah tau bahwa Gastan menikahi, Berlin. Bukankah itu bodoh? Untuk apa dia marah? harusnya Ghandra senang karena seseorang bisa menggantikan nya melakukan tanggung jawab atas masalah yang ia buat

"Aku tidak pernah siap untuk memulai hubungan dengan siapapun." Ghandra mulai mengoceh.

"Karena aku takut kalau aku tidak pernah cukup baik bagi wanita-wanita yang ku kencani."

"Tapi bersama, Berlin aku melakukan segala usaha agar aku cukup baik untuk layak berada disisinya. Dia seolah membawaku masuk kedalam lingkaran sulit yang harus ku tembus untuk mendapatkannya." Ghandra tertawa. Namun dia tidak benar-benar tertawa dimata Rea "Aku ditarik oleh pesonanya. Aku sudah tertarik dengannya saat kita kecil, Re." Air mata Ghandra menetes tapi tidak ada yang benar-benar tahu apa arti dari air mata chef muda itu kecuali dirinya sendiri.

"Aku mengejarnya. Mencoba mendapatkan cintanya. Bertahun-tahun aku menyerahkan hidupku untuk mendapatkannya, sangat sulit. Tapi saat aku mendapatkannya kebahagiaanku tak begitu menggebu-gebu seperti saat aku mengejarnya. Aku merasa kosong. Perasaanku sudah hilang saat mengejarnya tanpa kusadari."

Rea hanya diam mendengar cerita Ghandra yang terus berulang selama tiga hari ini. Rea tetap fokus membalut luka luka pada kedua tangan Ghandra.

"Setiap kali aku mengatakan kalau aku mencintainya. Aku tak pernah benar-benar mengatakannya. Dia tidak pernah membiarkan ku menyentuhnya. Dia menolak ku berkali-kali saat aku ingin tidur dengannya. Hingga perasaan ku benar-benar kosong setiap bersamanya."

"Sampai malam itu... Entah kenapa aku ingin sekali merasakan apa yang sebenarnya kuinginkan dari hubungan kami, Rea. Aku membiarkannya mabuk, dan datang padaku untuk menghabiskan malam panjang bersama. Aku melakukannya berkali-kali malam itu. Karena memang hanya malam itu aku bisa merasakan apa yang sebenarnya kuinginkan darinya. Dan dia tidak menolak ku."

"Dia tidak menolak mu, karena kau mencampurkan sesuatu pada minumannya." Sahut Rea dingin.

"Kau benar, sayang. Aku mencampurkan sesuatu pada minumannya. Membiarkan dirinya merasa panas dan datang padaku untuk memberinya sentuhan. Bagiku, melihat tubuh wanita tanpa busana sudah seperti hal wajar. Aku bermain dengan banyak Wanita. Setiap harinya untuk membuatku tak begitu merasa kecewa saat Berlin menolak untuk tidur denganku. Tapi malam itu, aku benar-benar menikmati keindahan tubuhnya. Bahkan lebih indah daripada yang kubayangkan. jadi bukankah aku harus menggunakan kesempatan ku sebaik mungkin malam itu? Dia tidak mungkin membiarkan ku menyentuhnya lagi ketika dia sadar."

"Aku tahu ini gila. Tapi aku tidak pernah begitu bergairah saat tidur dengan wanita-wanita lain kecuali, Berlin. Dia begitu sulit ditembus. Dan itu yang membuatku semakin bergairah. Aku adalah orang pertama yang menyentuhnya, bukankah harus aku harus bangga dengan ini," Ghandra terkekeh bersamaan dengan air matanya yang lagi lagi menetes.

"Lalu," Ghandra menetralkan nafasnya sebelum mengucapkan sesuatu "Setelah dia sadar. Dia marah padaku. Dan menolak menemui ku berminggu-minggu lamannya. Aku tidak mencari nya karena aku yakin dia akan datang padaku lagi. Dan, benar, dia datang padaku memberikan hasil tes kehamilan dan hasil pemeriksaan dari rumah sakit. Aku masih menyimpannya sampai sekarang."

"Aku memeluknya, mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Aku akan bertanggung jawab dengan anak kami—"

"Tapi kau meninggalkan nya tepat setelah menenangkannya, Ghandra." Rea menutup kotak P3K dengan kasar. Beranjak untuk mengambil makanan. Dapat dilihat dari ekor mata Rea, Ghandra baru saja mengelap air matanya walaupun percuma karena air mata itu menetes lagi.

"Aku tidak siap membangun hubungan yang sudah tidak kuinginkan—"

"Lalu apa kau siap melihat anakmu akan menjadi anak orang lain?"

"Jangan biarkan dia tahu kalau aku meninggalkan ibunya."

"Dia akan membencimu, Ghandra. Percaya padaku." Kesal Rea seraya menyuapkan bubur untuk Ghandra.

Ghandra tersenyum. Dia mengarahkan tangan Rea untuk memasukkan sendok berisi bubur itu kembali kedalam mangkuk. Ghandra mengambil alih mangkuk itu dan menaruhnya pada meja yang ada disamping mereka. Ghandra bangkit dari duduknya. Berjalan memutar, dan berhenti tepat belakang Rea berdiri sekarang. Tangan nya memeluk pinggang, Rea. Menjatuhkan dagunya pada pundak gadis itu "Lalu, apakah dia juga akan membencimu?"

"Tidak. Aku tidak melakukan apapun yang melukai hati anakmu."

"Kau melukai Ibunya." Ghandra menarik, Rea. Memutar tubuh perempuan itu untuk berbalik kearahnya. Ghandra mencium ujung bibir Rea, dan terus menjalar hingga ke daun telinga.

"Memangnya siapa lagi perempuan yang ada ditengah-tengah hubungan kami kalau bukan, Kau?"

.
.
.

To Be Continued..

Goddess College Where stories live. Discover now