21). Feeling uneasy

8 7 0
                                    

Pranggg

"Akh!" Zura memekik saat tiba-tiba piring yang ia pegang jatuh tergelincir dari tangannya hingga menghantam lantai dan pecah.

Seluruh orang diruang makan kini menoleh kearah, Zura. Tak terkecuali Dewa dan Milan, tanpa sadar keduanya juga bangkit dari tempat mereka duduk dan berjalan cepat menuju kearah Zura. Gadis itu memegangi dadanya saat ini. Entah apa yang terjadi. Tapi secara tiba-tiba detak jantung nya berdetak kencang. Seperti ada desiran dalam darahnya yang mampu ia rasakan. Rada nyeri itu dengan cepat menjalar keselur organ pernafasannya.

Nafasnya Zura tersengal, padahal ia hanya berdiri untuk mengambil makanan bukan sedang berlari.

"Zura, kamu baik-baik saja?" Berra memastikan ada raut khawatir yang tersirat jelas pada wajah gadis itu.

"Ada apa? Apa yang terjadi?" Berra menggeleng saat Milan bertanya. Ia juga tidak tahu apa yang terjadi pada temannya.

"Ada apa, Zura?" Milan memegangi pundak, Zura.

Dewa menjentikkan jarinya di wajah gadis itu "Zura?"

"Prof.." Lirihnya bahkan hampir tidak bisa didengar oleh Milan dan juga Dewa, nafasnya benar-benar terasa sesak hingga sulit untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan. Zura mencengkram kuat lengan piayama berwarna hitam yang dipakai Milan "Pro—"

"Zura!" Panik Milan. Professor berbakat itu langsung menangkap Zura saat gadis itu pingsan dengan tiba-tiba.

"Zura?!" Milan menepuk nepuk pipi Zura.

"Bawa dia keruang kesehatan, Milan." Pinta Dewa panik.

Milan mengangguk, ia langsung menggendong, Zura ala bridal style. Dan berlari keluar dari ruang makan.

"Tetap disini, Berra." Pinta Dewa.

"Tapi, Profesor—"

"Aku tahu kau panik. Tapi jangan lewatkan makan malam mu, kau bisa menyusul setelah makan malam." Dewa mengusap bahu Berra dan berlari menyusul Milan, namun sebelum itu dia memberikan kode pada Gerry untuk memanggil petugas kebersihan.

"Apa yang kalian lihat? Lanjutkan makan malam nya." Interupsi Christ.

"Baik, Profesor."

"Apa yang terjadi?" Kaget Gwenn saat melihat Milan dan Dewa datang keruang kesehatan membawa Zura yang kini pingsan di gendongan Milan.

"Kami tidak tahu, Gwenn." Jawab Milan, seraya merebahkan tubuh Zura diatas singel bed. Petugas kesehatan pun langsung mengambil tindakan.

"Ada apa?" Dewa menggeleng saat Gwenn bertanya "Tiba-tiba saja dia pingsan."

Milan mengernyitkan dahi saat petugas kesehatan memasangkan selang oksigen pada, Zura. Bahkan menginfus gadis cantik itu. Setelah itu Milan tidak bisa melihat lagi karena tirai langsung ditarik untuk menutupi mereka.

"Gwenn? Apa Mister Hilton, tidak memberitahumu apapun selain Stomach Acid?" Milan memastikan.

Gwenn menggeleng "Tidak. Dia hanya mengatakan padaku apa yang ku sampaikan pada kalian, tanpa terkecuali."

"Dia memegangi dadanya, dan pingsan Gwenn. Apa kau yakin tidak ada yang lain?" Milan memastikan lagi, dah Gwenn menggeleng, karena Gastan memang tidak memberitahukan apapun masalah penyakit padanya.

"Telfon Mister Hilton untuk memberitahu keadaannya." Pinta Dewa.

Gwenn mengangguk, perempuan cantik itu langsung berjalan meninggalkan ruang kesehatan. Kembali keruangan nya untuk menelpon Gastan dan memberitahukan keadaan, Zura saat ini.

"Apa pernah terjadi sebelumnya?"

Dewa menggeleng "Dia pertama kali pingsan saat hari pertama masuk kesini dan itupun karena Stomach Acid nya kambuh, kau yang menjaganya dikamar kan? Setelah kau mengambil Izin tidak ada yang terjadi. Dia mulai menikmati hidupnya disini."

"Aku pernah melihatnya, seperti itu.. saat selingkuhan nya, kecelakaan."

Dewa terkekeh geli "Kau mengaitkannya dengan masalalu mu, apa ini karena kau khawatir?"

"Ambil sisi lainnya, Dewa." Kesal Milan.

"Oke-oke.. aku mengerti Professor Music." Dewa terkekeh diujung kalimat "Gwenn juga seperti itu saat, Ayahnya meninggal. Tapi, jika kita kaitkan dengan, Zura. Tidak mungkin jika Mister Elen meninggal hari ini, dia baru saja membeli 50% saham GM Group."

"Kau sempat membaca berita?"

"Tentu saja. Aku membacanya setelah mandi tadi."

Milan menggeleng "Lalu, apa ada hubungannya dengan, Gastan?"

"Tidak mungkin. Kemarin malam dia baru saja mengirimkan paket untuk, Zura. Tunggu kenapa kita harus menebak-nebak, Milan?" Dewa mengernyitkan dahi "Kita bahkan tidak tahu apa yang para perempuan rasakan saat mereka mendapatkan kabar buruk lewat batin."

Bahu Milan terangkat saat ia tidak tahu harus berkata apa lagi.

'Srettt'

Milan dan Dewa menoleh saat tirai kembali dibuka oleh petugas kesehatan. Menampakkan Zura yang kini sudah sadar. Dengan cepat, Milan dan Dewa langsung berjalan kearahnya, untuk memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja. Berra pun kini ikut menyusul untuk mematikan keadaan temannya.

"Apa yang terjadi, Zura?" Tanya Milan.

Zura menggeleng pelan "Aku hanya merasakan nyeri di dadaku, prof. Lalu kemudian.. sesak nafas," Zura menejalaskan.

"Apa hanya itu?" Tanya Berra khawatir.

"Emm.. hanya itu, aku hanya merasakan perasaan tidak nyaman saja." Balas Zura seraya menggenggam tangan Berra yang memegang punggung tangannya.

"Apa sekarang sudah lebih baik?" Dewa ikut memastikan.

"Jangan terlalu banyak memberinya pertanyaan.. dia baru saja sadar." Christ mengingatkan. Laki-laki itu datang membawakan teh hangat untuk, Zura "Minumlah, agar kau merasa lebih baik."

"Merci, Profesor."

"Minum." Pinta Christ lagi.

Zura mengubah posisi menjadi duduk. Meminum teh hangat yang dibawakan oleh Karya. Dibantu oleh Berra tentunya.

Suara langkah kaki samar-samar terdengar mendekat kearah mereka. Dan didetik selanjutnya, Perempuan cantik menggunakan gaun berwarna biru muda datang membawa ponsel milik Zura. Tentu saja perempuan itu adalah, Gwenn.

"Mister Hilton ingin bicara denganmu, Zura."

.
.
.

To Be Continued..

Goddess College Where stories live. Discover now