11). Compter les étoiles

10 7 0
                                    

'Veuillez laisser un message vocal ou—' 'Silakanan tinggalkan suara setelah—' Zura menutup kasar telephon nya. Ini sudah yang kesekian kali dia mencoba menghubungi Gastan namun tidak ada balasan sama sekali dari pihak yang ditelpon. Zura benar-benar sangat bosan berada di perguruan tinggi ini, dan tidak tahan dan ingin pulang!

"Kenapa tidak menghitung bintang saat kau bosan?" Perkataan sang Ayah tiba-tiba terlintas di kepala Zura.

Gadis itu nampak bingung pada awalnya namun dia segera tersadar dengan reflek menjentikkan jari jemarinya "Benar.. kenapa aku tidak menghitung bintang saja?" Zura tersenyum senang. Gadis cantik itu langsung berlari keluar dari kamar, dan berjalan riang menuju taman belakang yang kemarin malam di tunjukan Dewa padanya.

Kaki Zura itu sangat ringan saat dia melangkah dengan riang menyusuri setiap anak tangga, tanpa rasa kesal dan terburu-buru seperti pagi tadi.

Dengan perlahan tangan Zura mendorong gerbang hitam yang menjadi akses menuju taman belakang. Gadis itu tersenyum senang dan langsung berlari kesana kemari. Zura tidak menuju pada pendopo yang ada disana, gadis itu lebih memilih berdiri diluar agar lebih mudah melihat bintang-bintang di langit.

Tangannya perlahan mulai terangkat keatas untuk menunjukkan banyaknya bintang yang bertabur dilangit malam ini.

"Satu.."

"Dua.."

Dewa menggeleng geli menyaksikan Zura dari ruangan Gwenn di lantai atas. laki-laki itu menoleh kembali kearah sang kekasih yang baru saja menyelesaikan makan malam nya.

"Mandi dan beristirahat setelah itu.." Pinta Dewa lembut "Kau sudah menghabiskan waktu nya seharian untuk bekerja.." Ingatan Dewa

"Aku harus mengirimkannya pada rektor terlebih dahulu.."

Dewa menghela nafasnya "Porsir perkejaan mu, sayang. Semua orang di Goddess College membutuhkan Dewi nya. Bagaimana jika kau sakit karena terlalu memaksakan dirimu untuk projects tahunan ini?"

Gwenn terkekeh geli "Baiklah, kalau begitu.. aku akan mandi dan beristirahat sekarang.."

"Itu lebih baik," Dewa mengusap kepala Gwenn sedikit mengacaknya "Aku akan ke dapur kampus untuk membuat minuman. Kau ingin menitip sesuatu?"

Gwenn menggeleng "Tidak, aku sudah terlalu banyak minum air hari ini.."

"Baiklah kalau begitu aku tidak akan menganggu mu beristirahat.."

Gwenn mengerutkan keningnya "Kapan kau menggangguku?"

Dewa mendudukkan dirinya tepat disamping Gwenn "Everyday.." Ucapnya seraya menepikan rambut Gwenn kebelakang telinga "Aku selalu mengganggumu bekerja sepanjang hari, sayang."

"Aku tidak berfikir begitu."

"Benarkah?" Tangan Gwenn mulai bergerak mengusap dada Dewa. Perempuan itu berdiri dan mendudukkan dirinya dipangkuan Dewa. Dan hal itu tentu saja membuat Dewa terkekeh.

"Lebih menganggu jika kau tidak ada disini."

Dewa tersenyum, kini jarak benar-benar tak bisa mereka tepis lagi, wajah keduanya sangat dekat. Perlahan Gwenn mendekat untuk mencium bibir Dewa, namun laki-laki itu dengan cepat memalingkan wajahnya. Dan hal itu tentu saja membuat ekspresi wajah Gwenn berubah seketika.

Dewa membawa kembali pandangan nya untuk menatap Gwenn "Sudah larut, Aku harus kembali ke kamarku." Dewa mencoba membujuk Gwenn agar perempuan itu menyingkir dari pangkuannya.

"DEW—"

Dewa dan Gwenn tersentak kaget saat tiba-tiba Christ dan Gerry menendang pintu ruangan Gwenn dan berteriak mencarinya. Dan hal itu tentu saja langsung membuat Gwenn melompat turun dari pangkuan Dewa.

Goddess College Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang