11

2K 199 20
                                    

Pagi ini, cuacanya sangat dingin bersamaan tetesan air yang turun dari langit dengan begitu derasㅡmembasahi permukaan bumi. Sungchan baru saja akan membuka payung ketika pandangannya menangkap sosok Jeno yang berjalan mendekat ke arahnya bersama payung di atas kepala. "Mau ke sekolah, kan?" Laki-laki itu bertanya, dan Sungchan menganggukkan kepala sebagai balasan. "Tunggu."

Jeno memberikan payungnya untuk dipegang Sungchan sehingga keduanya dapat terlindungi dari hujan, kemudian memakaikan Sungchan sebuah jaket hingga kemeja seragamnya tertutupi. "Jangan dilepas sampe lo lulus dari sekolah itu," pesannya yang kurang jelas dipahami Sungchan.

Memangnya kenapa dengan jaket hitam ini?

Sungchan bertanya-tanya dalam hati sembari memperhatikan jaket yang membalut sebagian tubuhnya dengan hangat. Ya, untungnya jaket itu cukup tebal hingga membuatnya terlindungi dari angin dingin. Corak putih yang terdapat di jaket tersebut cukup dengan unik dan keren. Tapi, Sungchan masih belum mengerti, apa hubungannya jaket ini dengan sekolahnya?

"Hari ini ada latihan?" Jeno bertanya, mengalihkan perhatian pemuda tinggi tersebut.

"Ngga, Kak," jawab Sungchan sambil menggeleng. Pulang cepat juga, pikirnya.

"Oh. Mau temenin gue beliin hadiah buat pacar gue ngga sama kembarannya ntar pulang sekolah?" tawar Jeno kemudian.

Oh ya, Sungchan masih ingat dengan undangan kemarin malam.

"Lo diundang juga, kan?" tanya Jeno sekali lagi.

Sekali lagi, Sungchan menganggukkan kepala. "Iya, mau."

Jawaban itupun menerbitkan senyum kecil di bibir Jeno. "Ayo," ajaknya kemudian untuk melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda, tapi sebelumnya ia kembali mengambil alih payung dari tangan Sungchan dan berjalan beriringan di tengah hujan yang melanda.

Beberapa menit setelah merajut langkah secara perlahan dengan kebisuan seolah menikmati suara hujan yang berisik, Sungchan pun memberanikan diri untuk memulai percakapan. "Kak, gue mau nanya." Tak sampai dua detik, Jeno membalas dengan dehaman pelan. "Lo kasian sama gue, ya?"

"Jujur, iya," jawab Jeno tanpa ragu, sangat singkat dan irit kata.

"Oh ..." Sungchan menghela napas diam-diam, tak menampik bahwa dirinya sebenarnya sedikit kesal lantaran jawaban singkat barusan sedikit mengusik harga dirinya. Tapi, setelah dipikir-pikir, yah ... dia memang manusia yang menyedihkan dan pantas dikasihani. Menyebalkan, ya?

Andai Sungchan bisa sekuat Jeno hingga dia bisa melindungi dirinya sendiri.

"Kak, sejak kapan lo jago berantem?" Sungchan bertanya lagi.

Jeno menjawab tanpa menoleh pada lawan bicara. "Hm? Udah lama. Cita-cita gue juga mau jadi polisi kek bokap, jadi ya ... dari Beliau, itu dulu syaratnya; harus bisa beladiri."

Wow. Itu kalimat terpanjang yang pernah Sungchan dengar dari bibir Jeno sepanjang ia mengenalnya.

"Terus?"

"Kuat." Okay, kembali lagi ke setelan pabrik. Sungchan nyaris saja tak bertanya lagi, kalau Jeno tidak mengeluarkan suaraㅡmenginterupsinya. "Tapi, Chan, kelakuan lo kemaren itu dah bagus. Lo ngga takut bales perbuatan mereka yang udah setara sama setan. Jangan mau harga diri lo diinjek sama mereka. Intinya, kalau lo ngga salah, lo ngga perlu takut," ujarnya.

"Yang paling penting itu, tatapan mata lo. Jangan ragu natep mereka seolah-olah lo ga ragu bunuh mereka kalo diganggu. Paham?"

Kalimat yang dituturkan Jeno barusan membuat perasaan Sungchan sedikit terobati. Ya, perkara kemarin tentunya meninggalkan seberkas rasa takut yang mengganjal. Sungchan takut untuk keluar sendirian. Sungchan takut akan bertemu lagi dengan mereka karena dirinya tidak bisa menjaga diri dengan baik. Maka dari itu, Sungchan terus memikirkan cara bagaimana ia akan melarikan diri semisal bertemu lagi dengan orang-orang brengsek seperti kemarin.

We Are Family ❥ Jung FamsWhere stories live. Discover now