28

1K 176 29
                                    

Tatapan penuh sendu itu mengarah pada testpack yang memunculkan tanda negatif. Ten menghela napas dengan berat. Genangan air mata hampir saja jatuh kalau ia gagal menahannya sekuat tenaga. Dari alat tes kehamilan itu sudah menunjukkan tidak ada tanda kehamilan, tidak ada yang tumbuh di perutnya. Ten berusaha mengais oksigen demi mengisi dadanya yang terasa sesak kemudian mengerang kecil. Ia tidak pernah merasa serendah ini seumur hidupnya.

Apa yang salah?

Ia sudah mengikuti anjuran Dokter. Ia tetap menyantap buah-buahan meski ia sangat membencinya. Ten selalu berhasil merayu Johnny untuk berhubungan badan di waktu senggang mereka.

Tapi, kenapa selalu gagal? Kenapa tidak ada tanda-tanda kehamilan meski pernikahan sudah jalan melewati angka 4 tahun.

Kalau Johnny, tentu saja tidak mungkin ada yang salah. Johnny sudah mempunyai dua anak dari Taeyong. Sudah jelas kalau di sini permasalahannya ada pada Ten.

Dokter sendiri sudah menjelaskan kalau rahim Ten ada masalah sehingga akan kesulitan untuk hamil.

Tapi, itu bukan berarti tidak mungkin, kan? Ini hanya butuh usaha sedikit lagi, kan?

Setelah puas mengusak surainya hingga menjadi berantakan, Ten keluar dari kamar mandi dengan lesu. Dan sudah ia duga ada Ibu Mertuanya yang menunggu dengan tak sabaran.

"Negatif, Bu."

Jawaban dari Ten itu tak membuat ekspresi dari sang Mertua berubah. Masih datar, dan sebelah alisnya menukik tajam. Wanita tua dengan rambut tersanggul rapi itupun mendecih, melirik tak senang pada Ten sebelum pergi melengos begitu saja.

"Ck, apa yang bisa diharepin dari kamu?"

Ten hanya menatap dengan lesu. Ia sudah terbiasa mendapati ujaran kasar seperti demikian.

"Cepat, kamu yang keluarin pudingnya dari kulkas!" kata wanita tua yang merupakan Ibu kandung Johnny, menyentak Ten yang terlonjak dan mengikuti jejaknya.

"Iya."

Ini masih siang, pertengahan hari, tapi Ten sudah terlihat sangat letih dan berharap hari ini bisa cepat berakhir.

"Eh, Jungwoo sama Jisoo kemana? Kok sepi banget. Gue mau minta tolong ini." Taeyong mengeluh sambil berkecak pinggang. Ruang kerja yang biasanya penuh para pekerja malah tiba-tiba kosong di saat ia butuh bantuan.

"Lagi pada nyari kain sama perlengkapan benang, Kak. Ada apa?" balas salah seorang gadis yang tengah menyantap makan siangnya di meja kerja. Nam Yoojin.

Taeyong berdecak kesal, hanya tersisa gadis itu dan ia tak mungkin meminta tolong padanya. "Anterin jas punya Ayahnya Kak Johnny. Gue ngga mau ke rumahnya, ngga enak sama Ten."

"Lah? Memang kenapa?"

Sekali lagi, Taeyong mengerang frustasi. "Ngga enak. Kan gue udah mantannya Kak Johnny sekarang. Mana mungkin datengin orang tuanya lagi," katanya memberi penjelasan.

Hanya saja, Yujin tidak memandangnya sebagai sebuah masalah besar. Gadis itu tetap berujar santai, "Ya, tapi kan sekarang ngga ada yang bisa nganterin. Banyak kerjaan, Kak. Yaudahlah, nanti minta maaf aja sama istrinya."

Taeyong memutar bola mata dengan malas. Ia sungguh enggan ke rumah orangtuanya Johnny. Selain tidak enak pada Ten, ia juga tidak ingin disangkutpautkan lagi dengan Johnny kecuali masalah anak-anak mereka.

Tapi, orang gila mana yang masih memesan jas dari mantan menantunya?!

Harusnya orang tua lain tidak perlu lagi berurusan dengan mantan pasangan anaknya. Tapi tidak dengan Ibu kandungnya Seo Johnny. Wanita tua itu sering sekali menelponnya, mengiriminya pesan dan bahkan memesan gaun serta jas dari butiknya. Taeyong berusaha untuk menjaga jarak demi menjaga perasaan Ten. Ia tau Ibunya Johnny sangat tidak menyukai Ten.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 17 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

We Are Family ❥ Jung FamsWhere stories live. Discover now