27

981 175 32
                                    

"Kamu jangan deketin dia, ih! Dia tuh aneh."

"Aneh kenapa?"

"Kata Kakakku, orangtuanya ngga jelas siapa, terus ngga ngedidik gitu makanya dia jadi keliatan jahat."

"Hah?"

"Eh, pelan-pelan! Nanti dia denger!"

Gue memang udah denger, jelek. Anak kecil berusia 8 tahun itu mendengus tak suka, lalu melirik pada anak-anak yang berbisik di belakangnya. Sontak saja, mereka terkaget dan langsung melarikan diri. Seo Jeno pikir ia sudah bebas pada anak-anak bermulut ember itu, tapi ternyata ada satu anak yang ikut berjongkok di sebelahnya sembari menyodorkan susu kotak rasa coklat.

Jeno yang hendak kembali pada kegiatannya, yakni menggambar di atas pasir pun menoleh, mendapati anak kecil yang tampak lebih muda darinya, tampak lucu dengan mata bundar hitamnya yang cerah dan polos. Senyum manis pun terbit manakala mereka saling bertatapan, tapi Jeno masih memberikan pandangan datar.

"Apa?"

"Mau susu, ngga?" ucap si anak itu, menggoyangkan tangannya yang memegang susu bermaksud untuk menawari. Jeno lihat ada dua kotak kecil susu lainnya yang berada dekapan lengan kiri anak itu.

"Ngga usah. Gue bisa beli sendiri." Jeno dengan sengaja menolak dan berkata ketus, berharap anak itu segera pergi, tak peduli ia akan sakit hati ataupun tidak.

Hanya saja, anak itu tak bergerak dari tempatnya. "Tapi, ini yang terakhir. Katanya beli dua gratis satu, jadi aku beli semua." Ia bilang. "Ini satu, ambil. Tangan aku pegel nih," keluhnya sebal.

Jeno berdecak tak senang. "Udah gue bilang gue bisa beli sendiri! Gue orang kaya! Gue punya banyak duit! Orang tua gue banyak! Puas lo?" bentaknya.

Setelahnya anak itu berkedip lugu. "Iya .... tapi kamu sekarang ngga punya susu kotak, kan?" katanya tanpa dosa.

Kampret nih bocah. Jeno memicingkan mata, merasa kalah karena perkataan anak itu ada benarnya.

"Sini." Akhirnya, Jeno pun mengulurkan tangannya, menerima kotak susu tersebut dengan terpaksa.

"Hehehe."

Melihat itu, si anak kecil pun mengubah posisinya menjadi duduk dan memperhatikan Jeno yang sedang menggambar di atas pasir. Jeno mendelik tajam. "Ngapain duduk di sini?"

"Kenapa sih? Marah-marah mulu."

Ini kenapa jadi Jeno yang kena omelan? Kenapa anak itu bersikukuh mau menemaninya dan memberikannya susu?

"Lo ngga denger apa yang mereka omongin tadi?" tanyanya.

"Denger."

"Terus?"

"Kasian aja kamu sendirian di sini." Jeno seketika terpekur mendengar jawaban anak itu, yang kemudian dilanjutkan, "Sendirian itu ngga enak. Serem. Aku ngga suka."

"Lo takut sendirian?" Jeno bertanya. Anak itu mengangguk kecil sebagai balasan. Arah mata Jeno seketika mengarah pada dua kotak susu lagi di lengan si kecil.

"Eh, jangan minta yang ini. Soalnya buat adekku," kata anak itu tersadar akan tatapannya.

Jeno berkedip bingung. "Oh, punya adek?"

"Iya! Kami kembar! Tapi, kalo aku bilang mata adekku itu paling cantik, apalagi waktu ketawa."

"Terus dia kemana? Kenapa kalian ngga bareng?" Jeno bertanya lagi.

"Adek jauh... dibawa Mama." Anak itu menjawab dengan nada sedih, tapi kemudian ia tersenyum cerah dengan semangat. "Tapi, bentar lagi Adek pasti balik! Aku yakin kok."

We Are Family ❥ Jung FamsWhere stories live. Discover now