24

1.2K 155 20
                                    

⚠ Konten Sensitif

5 tahun yang lalu...

Kemeja Yuta. Ia ingat kemejanya yang dipakai anak kecil itu. Bergegas Yuta mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan membuka sesuatu di sana.

Gotcha! Ia temukan titik keberadaan anak itu.

Di kemeja yang ia kenakan sudah dipasang alat pelacak. Ini merupakan ide Jiyeon jika sesuatu terjadi. Dan, tentunya, Yuta harus berterima kasih pada rekannya itu nanti.

Langsung saja, Yuta berlari ke salah satu mobil yang terparkir di dekat ia berdiri. Ia menyabotase sebuah mobil yang entah milik siapa. Dengan ahli, Yuta menyambungkan dua kabel dari bawah setir demi menghidupkan mesin lalu menjalankan mobil tersebut, membelah jalanan dengan kecepatan tinggi.

Titik koordinat yang Yuta ikuti dari ponsel pun membawanya semakin jauh dari kota, juga keramaian. Ia sampai di sebuah pertambangan. Semakin ia berkendara jauh, semakin ia menemukan sebuah gedung kumuh yang tak layak untuk ditempati.

Namun, titik koordinat di ponselnya mengarahkan Yuta untuk masuk ke dalam sana. Tanpa ragu, ia pun keluar dari mobil dan memasuki gedung tua tersebut.

Tentu saja, di sana tidak mungkin tidak ada orang-orang yang berjaga. Maka dari itu, Yuta pun bersiap dengan pistolnya.

Sementara Beomgyu menjerit kesakitan ketika air panas menghantam kulit punggungnya, menimbulkan rasa perih yang menyakiti setiap seluk-beluk tulang. Jeritannya begitu parau dan mengecil lantaran bibir, juga pipinya terluka sehingga ia tak bisa membuka mulut ataupun mengeluarkan suara.

Janghyun yang baru saja memperkosanya kini menyiksanya lagi.

"Jadi lo lebih milih polisi bodoh itu ketimbang bareng gue?" ucap Janghyun dengan penuh amarah. Ia lalu menjambak Beomgyu, memberinya tamparan kuat sehingga anak itu terpental ke atas lantai. "Anak bodoh. Lo percaya sama polisi? Tuh yang lo temuin itu polisi. Polisi idiot itu bakal bawa lo ke mereka, mau?"

Begitulah katanya sambil meletakkan teko tersebut kembali ke atas meja. Janghyun dalam keadaan mabuk pun menendang tubuhnya yang sudah tak punya lagi tenaga. Beomgyu jatuh tersungkur dengan punggung mati rasa.

Saat Janghyun keluar sambil memakai kemejanya lagi, Beomgyu menyeret tubuhnya yang telanjang total ke bawah meja dengan susah payah. Rasa sakit mencengkeram hingga ke tulang. Ia pikir mungkin mati akan lebih baik dari ini.

Beomgyu membaringkan tubuhnya yang lelah dengan tatapan kosong. Ia sedang menunggu kematian. Saat tubuhnya diderita rasa sakit, bagian bawahnya nyeri bukan main sampai kakinya tak dapat digerakkan dengan leluasa. Dadanya dipenuhi memar. Wajahnya pun begitu. Punggungnyaㅡia sudah tak ingin tau apa yang terjadi dengan bagian itu.

Bisakah ia mati sekarang? Walaupun ia belum bertemu dengan Sungchan setelah sekian lama.

Tapi, untuk apa?

Bukankah Sungchan sudah bahagia tinggal bersama Papa?

Papa yang tidak menyayanginya. Papa mungkin lebih menyayangi Sungchan karena Kakaknya itu lebih patuh, lebih ceria dan penurut, tidak sepertinya yang kini benar-benar kotor.

Kotor. Semua orang di tempat itu menyebutnya demikian, tidak ada bedanya dengan mereka yang bekerja sebagai pelacur.

Beomgyu tanpa sadar menangis dalam diamnya. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia merindukan sosok pria yang menjadi cinta pertamanya itu. Tiap malam Beomgyu selalu tidur di pelukan Jaehyun. Tiap hari mendapat kecupan, mendapat suapan penuh kasih sayang, yang selalu melindunginya. Ia merindukan Papa-nya.

We Are Family ❥ Jung FamsWhere stories live. Discover now