Tuan Kim─ Presiden sekaligus atasan Felix terkekeh.
" Rupanya sudah sejauh itu perasaanmu padanya."
" Maaf."
Tuan Kim menggelengkan kepalanya, "Tidak perlu meminta maaf, mulai saat ini kamu layak menjalani kehidupan yang kamu inginkan tanpa perlu merasa sungkan pada siapapun, kalau begitu terimakasih untuk kerja kerasmu selama ini, nak."
Felix mengangguk.
" Apa kamu memiliki rekomendasi?"
" Christopher Bang."
" Alasan?"
Felix tersenyum, "Mantan anggota CIA itu harus di awasi lebih intens, jika terjadi intrik maka dia yang bertanggung jawab langsung kepada anda, tuan."
Tuan Kim mengangguk, "Baiklah."
Setelah pamit undur diri dari hadapan presiden yang akan segera habis masa jabatannya itu, Felix pun keluar dan pergi melalui jalan rahasia yang jarang di lalui orang-orang di istana biru.
Namun, sebelum Felix keluar dari gedung itu seseorang memberikan amplop coklat berukuran sedang kepada Felix.
Omong-omong baik Felix ataupun orang itu, mereka berdua sama-sama menggunakan topeng wajah guna merahasiakan identitas masing-masing.
Felix terima map itu kemudian ia pun kembali melangkahkan kakinya meninggalkan istana biru.
Di dalam kereta bawah tanah, Felix membuka amplop di tangannya dan tersenyum tipis.
Map itu berisikan uang, sebuah kunci rumah beserta sertifikatnya, juga terdapat sebuah surat.
Surat itu Felix keluarkan, kemudian ia baca kata demi kata yang tertulis di atas kertas itu.
" Yha.. Aku sudah tau tidak mungkin aku dapat berhenti semudah ini.."
Felix mendengus, surat itu ia simpan kembali ke dalam amplop.
" Padahal aku ingin segera bertemu dengan Minho..." gumamnya.
Namun dirinya justru mendapat tugas untuk mengawasi para Capres dan Cawapres.
" Menyebalkan.."
Pekerjaan yang tidak begitu berat namun Felix harus habiskan waktu 6 bulan untuk memantau para Capres dan Cawapres hingga pemilihan dimulai.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
