Ya Maap Mas - Gempa

1.5K 160 12
                                    

Gempa, siswa kelas IPA 1, orangnya biasa saja. Enggak pinter-pinter amat, enggak pula goblok, kayak Gopal misalnya. Dia standar. Orangnya ngepas KKM.

Dirumorkan suka memasak—er, feminim—dan suka bergaul merangkul sesama. Sok positif, begitu komentar Sai.

Dan Sai. Si murid pembuli bersama-sama teman hitznya; Shielda, tidak tahu kenapa, begitu tak menyukai Gempa. Kalau kata Sai, Gempa itu kelihatan cupu. Makanya mereka suka menindas Gempa. Sai suka menyuruh Gempa membereskan kelas sendirian atau jika Gempa menolak, Sai menggertak akan dibuatnya Gempa menjilat WC.

Suatu hari yang cerah, kelas Sai, Shielda, dan Gempa kedatangan murid baru. (Nama). Asalnya dari negara tetangga. Anaknya chill, tidak banyak omong, dan ranknya mythical immortal—meh, begitu katanya di serangkaian monolog perkenalan diri di depan kelas. (Nama) ini teman kecilnya Sai dan Shielda.

Bahkan ketika disuruh duduk oleh Cikgu Papa, (Nama) mengedipkan mata sebelah ke si Shielda, menandakan mereka akrab. Gempa memperhatikannya sekilas, anak baru itu mudah berbaur, tapi justru menempel ke Sai dan Shielda saja, mengabaikan murid penasaran lain. Termasuk Ying, Yaya, dan Taufan.

Ketika istirahat, (Nama) berkumpul dengan Sai dan Shielda di cafetaria. Meja mereka ada pada sentral ruangan, tepat disamping pilar penopang bangunan, dimana punggung Sai menyender kesitu.

"Wih, enggak nyangka lo pindah kesini. Asik, nih." Ucap Shielda.

"Ya, lah. Kalian kangen ya? Sini peluk!" (Nama) merentangkan tangannya.

"Najis." Kata Shielda.

"Lo ngerti materi kimia tadi?" Tanya Sai.

"Nggak." Jawab (Nama), santai. "Gue tolol."

"Ngaku, anjir." Tawa Shielda pecah di udara. "Sama sih. Gue enggak ngerti."

Shielda mengeluarkan buku catatannya di meja kantin. Begitu juga dengan Sai dan (Nama). Mereka memang ingin mengerjakan disana.

"Gimana kalo kita suruh si cupu itu ngerjain aja?" Tawar Sai.

Mata (Nama) mengikuti arah pandangan Sai. Kantin ini tak begitu ramai, tidak sulit menjumpai kemana mata Sai tertuju; yaitu pada laki-laki bertopi. Rambutnya hitam. Duduk sendirian di meja pojokkan. Eh, tidak sendirian. Si lelaki dihampiri cewek berkerudung pink. Tapi cuma sebentar. Cewek kerudung pink itu lantas pergi ke lantai tiga, meninggalkan Gempa disana.

"Namanya Gempa." Kata Shielda.

"Oh." (Nama) memainkan garpunya diatas piring, tak berselera makan karena ingat besok ada pelajaran kimia lagi. (Nama) benci kimia. Benci, benci. Sangat benci.

"Ayo. Kita jahili dia." Ajak Sai.

Shielda bangkit. (Nama) ikut. Mereka beralih ke meja Gempa, menyapanya dengan gebrakan meja.

"Heh. Sendiri aja, nih!" Tegur Sai.

"Kayaknya lo nganggur. Kerjain PR kita dong." Shielda membanting tiga buku pengayaan; milik Sai, miliknya sendiri, dan milik (Nama).

(Nama) menyakukan tangannya, merogoh kantong, dan mengambil permen di dalamnya. (Nama) melulum permen rasa kopi itu sambil memperhatikan bagaimana dua sahabatnya menakuti Gempa.

"Tapi, PRnya kan banyak ..." Gempa berkata pelan.

"Itu urusan lo." Kata Sai.

"Memang kalian nggak bisa ngerjain sendiri?" Gempa menautkan alis.

"Enggak." Kata (Nama).

-

"Mau kemana, Gempa?" Sai menarik kerah belakang kemeja Gempa.

Boboiboy OneshootWhere stories live. Discover now